Minggu, 20 Oktober 2013

Surat untuk Purnama #1


Dear Purnama

Hai, bagaimana kabarmu? semoga kebaikan selalu menyertaimu. Apa yang membuatmu gelisah? Berhentilah mengkhawatirkan apa yang akan terjadi esok. Jika kamu masih saja keras kepala dan terus melakukannya, kupastikan kerutan di bawah mata dan di sudut bibirmu akan semakin bertambah. Kumohon berhentilah. kamu bisa gila jika terus memikirkan apa saja yang tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu. Belajarlah untuk rileks. Bukankah dunia ini hanya senda gurau, itu kata Tuhan loh, bukan banyolan kosong dariku. Tak ada yang perlu kamu khawatirkan selama kamu teguh berpegang pada kebenaran dan berusaha menjadi hamba Allah SWT yang sebaik-baiknya. Salah satu kegelisahan yang selalu aku sepakati darimu adalah kegelisahanmu akan ketidakadilan diluar sana, itu menandakan bahwa kamu masih waras. untuk yang satu itu aku harus belajar darimu. saat ini aku mulai kehilangan getarannya.

haha kamu mungkin sudah muntah, tanpa ba bi bu, aku menggempurmu dengan deretan nasihat-nasihat, mungkin picisan menurutmu, tapi percayalah aku tidak membual. aku lebih tua 33 tahun darimu. bagaimanapun, garam dan asam yang telah aku kecap jauh lebih banyak darimu, aku sudah seluas danau, kamu baru seluas kolam ikan dirumah ibu ayah di kampung.

Oh yah, kamu tentu kaget dengan surat  misterius ini. Di akhir surat, akan kuberi tahu siapa diriku, tapi jika kamu menanyakan aku tinggal dimana, apakah aku masih hidup, apakah badanku membungkuk karena penyakit osteoporosis, atau hal-hal yang bersifat real, maafkanlah, aku tak punya daya untuk menjawabnya. Tapi aku berjanji, akan menjadi teman yang bisa diajak berimajinasi, siap memberikan sekontainer nasihat, atau menjadi gudang sampahmu, whatever you want!


Rabu, 02 Oktober 2013

TAOK


Kami ingin Anda memutarnya, membicarakannya, menyebarkannya kepada teman-teman di seluruh pelosok Nusantara. Kami bekerjasama selama tujuh tahun untuk membuka sebuah ruang agar masalah ini bisa dibicarakan tanpa rasa takut, dengan harapan bahwa hal ini dapat membantu Anda semua memperjuangkan kebenaran, rekonsiliasi, dan keadilan--Joshua Oppenheimer.

Saya kira, Ini merupakan hadiah paling berharga bagi bangsa ini,  dan mungkin akan mengguncang Indonesia, tepat sehari setelah sebagian orang--yang terus menutup mata terhadap kebenaran sejarah-- memperingati hari yang mereka sebut hari Penghianatan G 30 S/PKI. Ironisnya, hadiah ini didedikasikan oleh seorang sutradara asal Amerika, Joshua Oppenheimer,  yang menghabiskan waktunya selama tujuh tahun (2005-2012) di Medan Sumatera Utara untuk sebuah film dokumenter berjudul The Act of Killing/ Jagal.

Setahun sebelumnya, majalah Tempo menerbitkan Edisi khusus berisi pengakuan para algojo-algojo peristiwa 1965 yang merupakan pengembangan dari The Act of Killing. Sayangnya, tidak banyak orang yang bisa mengaksesnya, seperti ditelan bumi, majalah edisi oktober 2012 tersebut tetiba menghilang dari peredaran dunia real. Mungkin masih ada pihak yang belum rela membuka fakta sebenarnya, terkait apa sebenarnya yang terjadi di tahun-tahun paling berdarah di negeri ini, saat-saat dimana setengah juta orang dibunuh dan dihilangkan secara kejam. Tapi waktu berlahan akan mengungkap segalanya, arwah orang-orang tak bersalah itu akan terus bergentayangan menghantui dan menjadi mimpi buruk bagi para pembantainya, bagi para penguasa yang ditutup mata batinnya akan kebenaran sejarah. 

Jagal sejak setahun lalu telah menuai banyak penghargaan di dunia internasional, sementara di Indonesia sendiri, tempat dimana persitiwa tersebut terjadi, tidak mudah untuk diakses, jika tidak dikatakan terlarang. Ada beberapa lembaga yang berani memutar dan mendiskusikannya, tetapi tidak banyak dan tertutup, takut diserang kelompok-kelompok tertentu. Sejak pertama kali di putar pada Toronto International Film Festival 2012, sampai saat ini The Act of Killing telah memenangkan banyak penghargaan internasional, antara lain Panorama Audience Award dan Prize of the Ecumenical Jury dari Berlin International Film Festival 2013, Robert Award dari Film Academy of Denmark, Bodil Awards dari Asosiasi Kritikus Film Nasional Denmark, Penghargaan Aung San Suu Kyi pada Festival Film Internasional Hak Azasi dan Martabat Manusia 2013 Yangon Myanmar, Grand Prize pada Biogra film Festival 2013 di Bologna Italia, penghargaan Golden Chair dari Grimstad Short and Documentary Film Festival 2013 di Norwegia, dan Basil Wright Prize dari Royal Anthropological Institute Film Festival 2013 di Edinburgh Skotlandia. Bahkan, Situs agregator ulasan Rotten Tomatoes memberikan penilaian positif 97% dengan nilai rata-rata 8.8/10 berdasarkan 104 ulasan. Konsensusnya adalah, "Keras, mengerikan, dan sangat sulit untuk ditonton. The Act of Killing adalah bukti menakutkan dari kekuatan film dokumenter yang mendidik dan frontal. 


Rabu, 18 September 2013

Wonderful UK


Malam sudah beranjak remaja, ketika Elf minibus memboyong kami berlima belas menuju ke ujung paling barat pulau jawa. Tidak banyak aktifitas selama dalam perjalanan, selain suara sayup-sayup tiga orang gadis Amerika Latin ngobrol dengan bahasa espanyola, sementara yang lainnya sibuk memperbaiki posisi duduk mencari posisi ternyaman dan memaksa diri untuk tidur. Dua jam sebelum sampai ke titik tujuan “Taman Jaya”, goncangan Elf memaksa seluruh penumpang untuk bangun, seakan mengajak kami ikut menikmati  goyangan ombak di sisi kanan jalan dan bersuka cita menyambut matahari pagi yang terbit memerah di ufuk timur. Perjalanan selama delapan jam dari Jakarta ke Taman Jaya serasa hanya seperti kilatan cahaya, setelah berdiri di dermaga memandangi hamparan laut membiru dan segerombolan burung pipit menyambar-nyambar membelah-belah pantai.


Kamis, 12 September 2013

SAPARATOZZZZZZZZZ


Di tengah hebohnya pemberitaan vicky dan begitu akutnya penyakit latah di negeri ini, saya malah dirundung rasa penasaran dan kagum terhadap sosok nyentrik bernama Tony Blank. 

Mungkin bagi sebagian orang, Tony Blank sudah sangat populer, terutama bagi mereka yang rutin mengikuti TBS alias Tony Blank Show yang diunggah di facebook secara berseri oleh Tim X-Code Yogyakarta. Tapi bagi saya ini masih baru. Hehehe telat banget yah. Saya tidak bisa berhenti tertawa di depan layar monitor menyaksikan kesaktian tony dalam menjawab semua pertanyaan-pertanyaan si pewawancara. Tidak ada jawaban tidak tahu. Mas Tony adalah ensiklopedia berjalan versi dirinya sendiri. It’s amazing

Tidak jauh berbeda dengan Vicky, Mas Tony sangat senang berbicara menggunakan bahasa yang agak berbeda dan ngelantur kemana-mana, perlu mengernyitkan dahi sejenak untuk memahaminya. Bedanya, Tony blank dalam setiap racauannya selalu menyelipkan pesan moral dan ketulusan, meskipun selalu diikuti dengan imaginasi yang melebar kemana-mana dan tidak terduga-duga, sementara Vicky meracau dengan tingkat kesombongan dan ketidaksadaran yang akut. Saya agak susah membedakan, yang tidak waras sebenarnya siapa, Tony atau Vicky?


Rabu, 11 September 2013

Latahisasi Vicky



Seperti sunami, wabah vickynisasi menerjang setiap individualisasi yang ada di muka bumi indonesia ini. Hotnya berita Si Dul pun terkilling diganti dengan komentar-komentar bergaya vickynisasi setiap orang yang memiliki akses internet dan sosial media. Tanpa direalize, vickynisasi sebenarnya sudah menjadi gaya bahasa yang sering kita temukan, terutama di kalangan generation yang menamakan dirinya intelek muda, profesional, aplikatif, sininisme, nihilisme, marxisme, liberalisme, religius, eksekutif, yudikatif, legislatif, dan banyak lainnya. Coba tengok di kampus-kampus, lembaga-lembaga baik profit maupun nonprofit, di instansi-instansi negara, organisasi-organisasi, dimana-mana anda akan menemukannya dengan sangat mudah.

Why so serious then???

Oh iya, bukan serius, tapi cuma meledek, mentertawakan, looking down, dan semacamnya. Kitakan lebih bagus gaya bahasanya, lebih paham, lebih intelek, dan lebih waras dari vicky.

Bukan begitu?

begitu....

eh bukan....

auh ah elllap


Nb: oh iya, mereka yang sangat sering menggunakan kata-kata serapan nan rumit adalah para marxis. Buktikan sendiri dengan membaca artikel-artikel mereka. LOL





Minggu, 01 September 2013

Maka Menulislah

1 September 2013

Yaiiiiiy, September is in the house. Every body made status "September ceriaaaa". I also hope September we’ll be nice to me.

The sun is very hot out there, whereas i should go to pasar baru to buy some stuffs, i also couldn't take a nap. So I woke up, opened my computer, and I found my diary. It’s really funny every time I read my diary. I can feel how I grow up time to time. But the consistent one is I’m the optimist one. heuheu. I have been grown up, from innocent teenager to mature women. I have huge dreams, and I've brought some of it to reality, the rest is on progress, Insya Allah I'll make it real.

I just can’t stop laughing every time I read my diary, for example these notes


Elysium


Dari Elysium, engkau akan melihat betapa bumi itu sangat indah, jangan pernah melupakan, bumilah tempatmu berasal.
Di elysium, kehidupan seperti surga. Rerumputan dan pepohonan terhampar indah. Sungai-sungai mengalir jernih membelah kota. Semua jenis penyakit bisa disembuhkan. Tak ada polusi dan hingar bingar suara kendaraan atau pabrik. Semua pekerjaan dan keperluan manusia dikerjakan oleh robot. Kegiatan penduduk Elysium hanyalah bersenang-senang dan tentunya mempertahankan apa yang mereka miliki. Menjaga agar penduduk bumi yang menjijikkan tidak menembus atmosfer Elysium dan mencemari udara Elysium dengan bau mulutnya.
Sementara di bawah sana, di bumi, penduduknya sekarat. Populasi manusianya tidak terkendali, berbanding terbalik dengan sumberdaya alamnya yang habis tak tersisa. Kemiskinan, polusi, sampah, reruntuhan gedung, penyakit, adalah teman sehari-hari mereka. Orang-orang kaya, semuanya telah pindah ke Elysium.
Ide cerita seperti ini bukanlah yang pertama, di tahun 2013 setidaknya ada dua film yang memiliki ide yang sama. Up Side Down dan Oblivion, dimana si miskin dan si kaya hidup terpisah, yang miskin tetap di bumi dengan segala kemelaratannya, sementara si kaya membuat kehidupan baru yang super duper canggih di luar angkasa. Tapi Elysiumlah yang paling sukses menurutku, dari segi contain, skenario, dan yang terpenting Ellysium tidak hanya memanjakan mata dengan action dan sinematografi yang keren, tetapi juga mengekploitasi humanisme.