Rabu, 25 April 2012

Saya Oportunis

Jika ingin berkontemplasi ditempat yang sepi, sejuk, semilir angin meniup dengan lembut, terdengar gemerisik dedaunan yang dihembuskan angin, atau ingin yang lebih ekstrim lagi misalnya bersemedi di gua seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di gua Hira, mustahil engkau akan mendapatkannya di Jakarta! Itu sama halnya dengan ingin sampai ke Tanjung Priuk dengan suasana yang adem, hening, dan tidak ada goncangan sedikitpun, tapi naik kopaja 024 jalur senen-Tanjung Priuk. Boro-boro memperoleh ketenangan, yang ada adalah isi perut rasanya memaksa untuk keluar, organ-organ dalam tubuh sepertinya sudah bertukar posisi di dalam sana, tulang ekor jadi mati rasa, volume suara harus full kalau perlu teriak-teriak pakai toa baru bisa kedengaran. Tapi satu hal yang membuat kopaja 024 tetap diminati, hanya perlu merogoh kocek 2000 rupiah, kita sudah bisa naik angkot selama 2 jam, kalau jam macet bisa sampai 3 jam atau lebih, heu heu, dibelahan dunia manapun sepertinya tidak ada sarana transportasi semurah meriah dan seberisiki kopaja 024, sungguh sangat luar binasa.
Saya selalu berpikir keras, bagaimana caranya agar supaya bisa mendapatkan ketenangan di Jakarta ini. Pilihan sementara mengurung diri di kamar kosan saja, itupun sangat gerah dan terkadang suara dangdutan tetangga sebelah seperti mau merobek gendang telinga, seolah-olah ingin memberitahukan ke satu RW bahwa heiiii lagu ini sangat indah didengar dan menghibur, mari berjogeeet, helloooo, ke laut saja sana. Akhirnya, pilihan selanjutnya adalah mencari suasana yang berbeda 360 derajat dari suasana ideal yang saya sebutkan tadi, yaitu suasana paling crowded, gerah, udara alias Oksigen berganti jadi asap knalpot, suara klakson bergemuruh dari segala arah penjuru, tak ada lagi aturan, manusia berjubel dimana-mana dengan sisa kekuatan tinggal 5 watt berusaha untuk sampai ke rumah dan tidur, yah saat itulah dimana orang-rang pulang dari tempat kerja. Sepertinya saat itulah waktu yang paling tepat untuk berkontemplasi. Ketika tidak bisa meraih posisi mainstream, ambillah posisi yang kontraposisi, jangan setengah-setengah!

Rabu, 11 April 2012

Romantisme ber-UKPM

Di semester-semester akhir saat jadwal kuliah kami sudah mulai renggang, untuk mengisi waktu luang, saya dan ana hunting organisasi yang pas dan worthy untuk digeluti. Akhirnya pilihan kami jatuh pada Unit Kegiatan Pers Mahasiswa. Waktu itu sore-sore ana datang ke kosan saya,  dan dia mengajak untuk ikut in house training (IHT) di UKPM, sore itu juga saya langsung capcus ke UKPM. Padahal seharusnya saya harus punya sertifikat diklat jurnalistik dulu baru bisa ikut IHT, kata ana tidak apa-apa, coba dulu, lah wong kita Cuma mau belajar, kalo ditolak yah sudah, kita cari tempat lain. Hmmm betul juga..
Dan tibalah kami di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) unhas. Agak ragu kami melangkahkan kaki, akhirnya kami sampai di ruang tempo, ketika masuk kami langsung disambut oleh gambar Che Guevara menutupi dinding berukuran sekitar 3 x 4 meter, sebenarnya sama sekali tidak mirip dengan che, malah lebih mirip rhoma irama. Wkwkwk. Ada seorang laki-laki yang dengan sangat ramah mempersilahkan kami masuk, belakangan saya tahu namanya Andi Maddukelleng. Ruangan berukuran 3 x 6 itu sangat sesak oleh peserta IHT dari berbagai fakultas. Ana sih enak, soalnya dia sudah kenalan sejak mereka ikut diklat jurnalistik, saya bermodalkan pede saja tanpa bekal sedikitpun tentang menulis secara professional. Walhasil sayapun tetap diterima, tapi harus ikut diklat ditempat lain. Orang-orang pertama yang saya kenal adalah si gondrong Ulla, Fuhrer yang masih kurus kerempeng, fitri yang dari dulu memang doyan nyerocos. Pulang-pulang kami sudah dapat tugas untuk menulis artikel dan straight news. Sejak saat itu saya baru menyadari bahwa menulis itu penting, dan saya harus membiasakan diri untuk menulis.

Senin, 02 April 2012

So Regret baru mengenal Themilo

Saat pertama kali mendengar namanya, saya langsung teringat pada salah satu merk susu yang sewaktu kecil sangat saya sukai. Seperti biasa, saya mengetahuinya dari wawan me’e, sebagian besar referensi music saya saat ini berasal dari dia, selain dari si Kurn cobokan dan dedy the bobs . Saya baru tahu tentang themilo saat usia saya menginjak 26 tahun saat saya mendapatkan bingkisan hadiah dari jogja berupa CD original Themilo. Saya jarang sekali mendengarkan lagu dari CD, lebih banyak download lagu secara gratisan dari gudang lagu,stafaband dan kawan-kawannya. Terimakasih buat mereka yang mau berbagi lagu-lagu secara gratisan. Terimakasih juga buat wawan atas diskusi musiknya yang selalu menggairahkan.
Ketika pertama kali mendengar lagu mereka, saya langsung teringat dengan lagu-lagu yang dibawakan oleh Sigur Ros, Band beranggatakan empat pemuda asal Ice Land yang sangat kental dengan istrumen yang menyat-nyayat hati. Saya mendapatkan film dokumenter Sigur Ros dari Kurn Cobokan awal tahun lalu. Alat musik yang mereka gunakan unik dan bermacam-macam, bahkan dari batu gunung yang dikumpulkan bisa menghasilkan bunyi yang sangat indah. Terlepas dari Sigur Ros adalah kumpulan pemuda gay, saya sangat adore pada music mereka. Saya dan wawan punya impian suatu saat kami akan nonton konser mereka ditempat-tempat seperti yang ada di film documenter mereka, di hamparan perbukitan hijau disore hari dimana setiap orang bisa nonton dengan rileks bersama orang-orang terkasih, kita bisa selonjoran, berbaring atau dengan gaya apapun bisa. Tapi, semenjak mengetahui Themilo, rasanya penting untuk menyaksikan Themilo dulu sebelum menykasikan konser Sigur Ros.