Rabu, 31 Desember 2014

My very first 2015's note


Buenos diaz, welcome 2015. Woowww time flies!!!!

Salam dari pelosok nun jauh, Lonrong, Kabupaten Bone, Sulsel. Bukan london yah, tapi lonrong. Semoga resolusi 2015 diijabah oleh Sang Pemilik segala Kuasa.

Akhir tahun kali ini, saya memilih pulang ke habitat asli (kampung) dan menjauh dr hingar bingar perayaan tahun baru ibu kota. Awalnya saya hanya tidak ingin berada di jakarta pada saat malam pergantian tahun. Di sana terlalu bising dan macet, selain itu saya tidak pernah betah dengan efek uring-uringan yang selalu mengikuti dua sejoli itu. Menyingkir ke pinggiran ibu kota, ke Sawarna Jawa Barat, ke Balik Papan, atau ke tempat yang ongkosnya murah, sempat menjadi pilihan liburan akhir tahunku. Namun menjelang detik-detik hari raya natal, saya berbalik arah dan menerabas segala pertimbangan untuk liburan di tempat baru, dan memutuskan untuk cuti dan pulang kampung. 

Estoy aqui hay. Tidak ada yang lebih teduh dan menenangkan, selain melihat wajah ibu, ayah, adik, dan keluarga besar. Tidak ada yang lebih menyejukkan selain menghabiskan sore, duduk di serambi rumah, di bawah langit biru membentang luas, dicumbui semilir angin, dihangatkan secangkir teh buatan ibu, menamatkan novel The Five You Meet in Heaven karya Mitch Box yang entah sudah berapa bulan tak saya sentuh.   Di sini, saya menemukan diriku menapaki tanah. Surga dunia sesunggunya adalah ketika berada disekitar orang-orang tercinta.

Waktu bergerak begitu cepat. bagaimana mungkin 12 bulan serasa seperti 5 menit yang lalu. Saya sering bertanya-tanya seperti apa rasanya berada di black whole (mesin watu) dimana waktu berjalan sangaaat cepat. Saking cepatnya, benda-benda yang melintasi pusaran black whole seperti tersedot dan menghilang. Saya pernah membaca di salah satu edisi majalah national geografi, sesungguhnya benda-benda itu tidak menghilang. Benda-benda itu melintasi black whole hanya beberapa jam saja, tetapi bagi ukuran waktu manusia, itu setara dengan ratusan tahun di bumi, sehingga tak ada manusia bumi yang mampu menunggunya keluar dari pusaran black whole, karena keburu mati duluan. Entahlah, teori tentang black whole masih mengalami masa pertumbuhan, seperti fansnya jkt48 yang suatu saat akan menyadari betapa noraknya masa muda mereka, suatu saat akan berkembang dan bertransformasi. Enstein, si genius itu, yang ternyata butuh waktu 9 tahun mendaftar sana sini untuk menjadi asisten dosen, telah mampu menyimpulkan bahwa waktu itu relatif, jauh sebelum ilmuwan-ilmuwan hari ini melakukan perjalanan keluar angkasa dan membuktikan omongan si manusia penghayal itu. Lebih jauh lagi, konsep waktu antara "kita" manusia yang sangat lemah ini dan konsep waktu Tuhan tentu tak akan sama. Lantas waktu yang berjalan begitu cepat ini apa? 

Entah sejak kapan, pergantian tahun kemudian menjadi simbol perpindahan waktu yang dirayakan tiap tahun oleh penduduk dunia. Entah kenapa pula petasan dan kembang api menjadi pilihan bising dan bau menemani detik-detik pergantian tahun. Pernah sakali saya merayakan pergantian tahun baru, sebenarnya bukan merayakan tapi dipaksa menemani saudara, di pantai losari sewaktu masih kuliah. Sejak saat itu, saya berjanji tak akan keluar rumah saat pergantian tahun! Saya tak tahu cara menikmatinya. Beritahu saya cara menikmati asap mesiu dan macet yang menjalar sampai subuh itu?!

Lebih dari itu, jika sebuah negara melepas 10 ton kembang api ke atmosfer dalam satu malam, berarti negara itu telah melepas 10 ton senyawa kimia, SO2, dan CO2 ke udara. SO2 atau sulfur adalah penyebab hujan asam, sementara CO2 biasa disebut dengan gas rumah kaca menyebabkan panas terperangkap di bumi dan meningkatkan suhu bumi. Belum lagi senyawa kimia lainnya yang menyebabkan warna kembang api begitu cantik dan nagih, akan mencemari udara dan menjadi pemicu bermacam-macam penyakit. 

Banyak hal yang terjadi di 2014. Tahun yang penuh gejolak dan dinamika terutama dalam perpolitikan dan ekonomi indonesia. Di tahun ini semua orang tiba-tiba jago ngomong politik dan menghakimi sesama. Termasuk diriku mungkin. Ditutup dengan bencana longsor, banjir, dan kecelakaan pesawat Air Asia. Seharusnya itu  semua cukup menjadi bahan introspeksi diri. Dan yang paling mutakhir, tepat pukul 00.00 1 januari 2015, harga bbm turun. Entah ini adalah kado  indah pergantian tahun, atau hanya menunjukkan ketidak hati-hatian pemerintah dalam mengambil kebijakan. Yang jelas harga yang sudah terlanjur mencekik sepertinya tak akan mungkin surut lagi.

Resolusi tahun 2015, masih seperti tahun sebelumnya, karena memang resolusi Penting beberapa tahun belakangan ini belum terwujud. Xoxoxo. 

Semoga menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat, bermanfaat untuk kebaikan.


Nb: ditulis di android, sungguh menyiksa, banyak typo, sambil nonton video klipnya nicky minaj anaconda, hahaha, what the hell is she doing on that video?. Semoga dijauhkan dari kesia-siaan macam itu.


Minggu, 02 November 2014

Lazy Fan


Aku selalu memimpikan, bisa menikmati akhir pekan, di sebuah bukit dengan rumput yang lembut dan hijau, pohon pinus mencuat satu persatu, disatukan oleh tali-temali yang dibawahnya menggantung lampu remang, sementara bulan dan bintang mengintip dari kejauhan, duduk berselonjor, memandangi SORE, menyanyikan lagu-lagu Centralismo dan Port of Lima

Mimpi itu, hampir saja terwujud, jika bukan karena kedunguanku datang terlalu cepat, dan SORE mau membiarkan kami hanya duduk terasuki lagu-lagu mereka. Seharusnya aku tak perlu datang tepat jam 3 sore, menghabiskan tenaga menunggu SORE tampil di jam 10 malam, meskipun dapat bonus Tika and The Dissident menyanyikan May Day dan jatuh hati pada Dialog Dini Hari. 

Biarpun tidak persis sama, Taman Menteng saat itu sudah disulap, setidaknya, 30 persen menyerupai bukit akhir pekan-ku, plus menghadiahi kami goody bag (beda itu biasa). Aku terus-terusan berbisik dalam hati, semoga tidak ada yang berdiri, semoga suasananya terus terjaga seperti ini semua pengunjung duduk menghadap panggung, jangan ada yang berdiri, jangan ada yang berdiri, jangan ada yang berdiri...

Folk Agogo, Polkawars, Harlan, Witches, Angsa & Serigala, Luky Annash, Zeke Khaseli & The Planeteers, Dialog Dini Hari, berlalu dan sepertinya semua penonton masih terlalu malas atau mungkin kecapekan untuk berdiri. Sampai Tika muncul dan berteriak,

Kawan-kawan, mohon berdiri dong, manggung dengan penonton yang duduk itu seperti sedang berciuman tanpa lidah!!!

Bubar jalanlah cita-cita muliaku untuk duduk bersandar di punggung temanku sambil nonton SORE manggung. Dan benar saja, meskipun semua penonton kembali duduk saat Tika selesai dan tetap calm saat Dialog Dini Hari perform, sesampai di penghujung acara yang berarti saatnya SORE naik panggung, tiba-tiba Bang Awan nyelekit "ini pada mau tahlilan???" @@#?!

Menonton SORE sambil berdiri, tak apalah, yang terpenting, merintih perih menjadi salah satu pilihan Bang Ade dan kawan-kawan untuk mereka nyanyikan. Ada kekuatan magis yang aku rasakan setiap kali mendengar lagu itu, apalagi ditonton live, behh seperi oksigen yang mengalir dalam darah menjalari seluruh tubuhku.
Nyatanya, aku hanyalah seorang fan yang pemalas, tak ada militansi sama sekali, bahkan bertahan sampai jam 11 malampun tak bisa aku sanggupi. Aku meninggalkan Taman Menteng dengan tenaga yang tersisa sedikit, terdengar suara Ade semakin menjauh 
I lead you to my life, Through the finest hour of my life, You my light guiding me, through the darkest hour of my life, I'll never feel so ever, Feel so high, Through the summer sunshine of our love
 
Sebetulnya ada 3 hal yang menarikku datang ke Festival Seperlima: SORE, Bukit akhir pekan (bolehlah diganti dengan taman), dan Tika and The Dissident. Sore dan bukit akhir pekan mendekati gagal, sementara Tika, yahh so so lah. Sampai saat ini, aku masih dihantui rasa penasaran dengan lingkungan, buku bacaan, komunitas, dan lagu-lagu yang di konsumsi Tika. May Day is such a biautiful song yang dilahirkan oleh seorang perempuan slengean asal Indonesia, bernama Tika. Tahun 2009, May Day menjadi lagu resmi serikat pekerja di Detroit. Saat ini Tika sedang merampungkan materi album terbaru mereka, yang didalamnya terdapat satu lagu berjudul tubuhku otoritasku. Sayang, lagu itu sangat khas kelas feminis ngehe yang tercerabut oleh kebebasan yang dia sembah seperti Tuhan.

Dialog Dini hari, entah kapan band itu mulai bergerilya dan mempunyai fans sebanyak dan tentunya militan (tak seperti diriku ini) memenuhi taman menteng. Vokalisnya mengingatkanku pada banyak hal dalam sekali waktu: i. Wajahnya terlihat mirip Kurn Cobokan dari samping; ii. Suaranya Iwan Fals; iii. kebaikan; iv. keindahan; v. kerendahaan hati. aku menyukainya, karena mereka tak memaksa kami berdiri, lohhhh. haha. balik dari sana, aku berselancar mencari tahu band berciri khas folk dan blues itu. ternyata mereka sudah punya dua album dan mereka berasal dari Bali.

Semoga secepatnya bukit akhir pekan bisa terealisasi

26 Octubre 2014

Minggu, 12 Oktober 2014

1984



Bagaimanapun Winston Smith menyembunyikan carut marut pikirannya tentang kediktatoran partai dan kemungkinan adanya kehidupan lain yang tidak semenyedihkan kehidupan warga Oceania, polisi pikiran ternyata tetap saja mampu mengendusnya. Sudah tujuh tahun dia dikuntit oleh mata-mata, teleskrin, dan mikrofon, sebelum akhirnya dikhianati secara sempurna oleh kekasihnya sendiri, Julia.

Smith dibekuk di kamar sewaannya, lantai atas toko Pak Charington yang ternyata seorang polisi pikiran juga, beberapa menit setelah membaca kitab Teori dan Praktik Kolektivisme dan Oligarkiskitab suci persaudaraan penentang kediktatoran dan totalitarian partai. Dan selanjutnya, menjalani serangkaian tes pengakuan dan pertobatan, di Kementerian Cinta Kasih, dalam waktu yang Smith tak tahu persis, hingga yang tersisa hanya onggokan tulang belulang berselimut kulit koreng dan gigi yang tersisa beberapa biji.

Namun, jauh di dalam sel-sel otak dan ingatannya, Smith masih menyisakan pemberontakan, keyakinan yang tak tergoyahkan, bahwa double think (pikiran ganda), stopcrime (henti-jahat), dan black-white, tidak lain hanyalah manipulasi partai untuk menjaga warga Oceania tetap terpelihara dalam kedunguan, dan Kementerian Perdamaian, Kementerian Cinta Kasih, Kementerian Kebenaran, Kementerian Tumpah Ruah, tidak lebih dari mesin pemutar balik fakta semata.  Tentu saja Kementerian Cinta Kasih tak akan pernah barang sedikitpun membiarkan pikiran-pikiran itu menjejal di kepala Smith atau siapapun di tanah Oceania. Dia kembali dimasukkan ke kamar paling mengerikan di London, untuk menjalani prosesi pertobatan terakhir. Di kamar 101 tersebut, Smith akhirnya menyerah, jatuh terjengkang ke kedalaman yang dahsyat,  menembus tembok-tembok bangunan, menembus bumi, menembus samudra, menembus atmosfer, ke antariksa, ke selat antar dua bintang, menjauh. Lalu akhirnya terlahir sebagai manusia baru, jika masih bisa dikatakan sebagai manusia, yang tidak punya rasa, kemauan, tidak peduli terhadap apapun. O’Brien sang eksekutor memang menginginkan itu. Pemberontak semacam Smith tidak akan dibunuh sebelum menyesal dan mengakui bahwa partai adalah kebenaran yang mutlak! Karena orang-orang yang mati karena tidak mau melepaskan kepercayaan mereka yang sejati, tentu saja segala kemulian menjadi milik korban dan seluruh aib tertimpakan pada eksekutor yang membakarnya hidup-hidup.

======

Buku ini, sedari huruf pertama sampai huruf terakhir, menyimpan kekuatan cerita yang bisa meledakkan kepala pembacanya. Mungkin agak berat untuk memulai membacanya, bisa jadi karena novel ini terlalu suram dan agak berat, tapi kau hanya perlu bertahan sampai seperempat awal, dan kau akan menemukan kekuatan cerita dan decak kagum terhadap satire tajam kehidupan di Negara totalitarian, teori kekuasaan, serta kesabaran dan kebijaksanaan seorang penulis.

Hal lain yang membuatku bertahan untuk membacanya adalah diksi-diksi yang digunakan Orwel dalam menyajikan ceritanya sungguh indah, kelam, sederhana, namun tidak biasa. Saya jatuh cinta pada berondongan kata demi kata yang mengalir dalam buku itu. Saya seperti terhisap dalam kekuatan dan kesuraman setiap hurufnya. Saya baru menyadari, bahwa huruf, kata-kata, diksi, ternyata menyimpan kekuatan yang mampu melahirkan ribuan percabangan imajinasi.

Winston menyusuri gang itu melewati bercak-bercak cahaya dan bayang-bayang, melangkah ke kubangan keemasan di tempat dahan-dahan pepohonan saling merenggang. Di bawah pohon-pohon yang di sebelah kirinya, tanah seolah terselubung kabut bunga-bunga bluebell. Udara serasa mengecup kulit. Hari itu tanggal dua mei. Dari suatu tempat jauh di tengah hutan terdengar burung-burung balam mengulang nada-nada yang sama.

Apa kau merasakannya? Aku merasakannya!!!

Inti dari seluruh cerita dalam 1984, sebenarnya terangkum dalam kitab persaudaraan Teori dan Praktik Kolektivisme dan Oligarkis yang dibaca secara sembunyi-sembunyi oleh Winston. Ada yang bilang buku ini sebenarnya adalah buku teori tentang kekuasaan dan teori kelas yang dikemas dalam bentuk sastra. Apapun itu, saya menikmati kedua-duanya.

Orwel menjelaskan, dalam teori kekuasaan, ketimpangan antar kelas akan terus dilestarikan. Sebab jika kelonggaran hidup dan keamanan sama-sama dinikmati oleh semua orang, sejumlah besar manusia yang biasanya terbingungkan oleh kemiskinan akan menjadi pintar dan belajar berpikir sendiri, dan sekali mereka berbuat demikian, cepat atau lambat mereka akan sadari bahwa minoritas yang menggenggam hak istimewa itu tidak mempunyai fungsi apapun, dan akan mereka sapu bersih. Dalam jangka panjang, sebuah masyarakat hierarkis hanya mungkin jika ditegakkan di atas dasar kemiskinan dan kebodohan.

Dalam Bab I Kebodohan adalah Kekuatan, orwel merinci tentang pembagian masyarakat di seluruh dunia. Sambil tersenyum-senyum membacanya, ini sangat Wawan, gumamku.

Di seluruh zaman yang tercatat, dan boleh jadi semenjak akhir zaman neolitik, masyarakat di seluruh dunia terdiri dari tiga kelompok: tinggi, menengah, dan rendah. Tujuan dari ketiga kelompok tersebut tidak terujukkan. Tujuan kelompok tinggi ialah mempertahankan posisinya. Tujuan kelompok menengah ialah bertukar posisi dengan golongan tinggi. sementara itu, tujuan kelompok rendah, kalaulah mereka mempunyai tujuan—karena sudah ciri kekal kelompok rendah bahwa mereka terlalu ringsek oleh kesengsaraan dan kemelaratan sehingga hanya sekali-kali saja menyadari suatu yang berada di luar kehidupan mereka sehari-hari—iyalah menghapus segala perbedaan dan menciptakan suatu masyarakat yang didalamnya semua orang setara.

Untuk kurun yang panjang, kelompok tinggi tampaknya berkuasa dengan aman, tetapi cepat atau lambat selalu tiba saatnya mereka kehilangan kepercayaan diri atau kemampuan memerintah dengan efisien, atau kedua-duanya. Mereka kemudian digulingkan oleh kelompok menengah, yang menggandeng kelompok rendah dengan pura-pura bahwa mereka memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan.

Begitu tujuan mereka tercapai, kelompok menengah mencampakkan kembali kelompok rendah ke kedudukannya semula sebagai budak, dan kelompok menengah itu berubah menjadi kelompok tinggi. dari ketiga kelompok itu, hanya kelompok rendah yang tidak pernah meski hanya sementara, berhasil meraih tujuannya.

Dalam kurun kemunduran, rata-rata manusia secara fisik lebih baik dari pada keadaannya beberapa abad silam. Namun kemajuan di bidang kemakmuran, penghalusan perilaku, reformasi atau revolusi, belum pernah mendekatkan kita pada kesetaraan barang satu millimeter pun. Dari titik pandang kelompok rendah, segala perubahan histori tak lebih hanya berarti berubahnya nama majikan mereka.

Siapa kelompok rendah ini? merekalah kaum proletar. Dari kaum proletar, tak ada yang perlu ditakutkan. Dibiarkan saja dengan kehidupan mereka sendiri, dari generasi ke generasi, dari abad ke abad mereka akan terus bekerja, berbiak dan mati, tidak hanya  tanpa dorongan untuk berontak, tetapi juga tak berdaya memahami bahwa ada kemungkinan dunia yang lain selain dunianya. Mereka baru dapat menjadi berbahaya jika kemajuan industry menuntut agar mereka memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.

Hal lain yang menarik adalah, saat Winston dikerangkeng dalam ruang tanpa jendela dengan sorot lampu yang sangat tajam dan menyilaukan menjalani serentetan interogasi dan penyiksaan. Saya terus membayangkan Natalia Portman yang disekap di film V for Pendetta, tapi dalam versi yang lebih sadis. Interogasi O’Brien kepada Winston malah menjadi debat panjang, yang sudah jelas pihak kalah yang mana, tapi tetap ngotot dan berakhir represif.

O’Brien: Apakah masa silam mempunyai eksistensi konkret di dalam ruang? Apakah, entah dimana, ada satu tempat, suatu dunia yang berupa benda-benda padat, yang disitu masa silam masih sedang berlangsung?
Winston: Tidak
O’Brien: Lalu dimanakah masa silam itu ada, kalau memang ada?
Winston: Dalam catatan dan dalam pikiran, dalam ingatan manusia
O’Brien: Dalam ingatan. Baiklah, kami partai mengendalikan semua catatan, dan kami mengendalikan semua ingatan, maka kami mengendalikan masa silam, ya tidak?
Winston: Tapi bagaimana kalian dapat menghentikan orang mengingat?
**O’Brien menekan indikator pemberi rasa sakit**

Banyak hal yang tak terduga dalam buku ini. Endingnya agak pahit, tapi dari situ jam terbang, ketekunan, dan kebijaksanaan penulisnya terlihat. Buku ini ditulis oleh George Orwel pada tahun 1949 yang membawanya menjadi penulis tenar di seluruh penjuru dunia. Baru pada tahun 2003, buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dicetak pertama kali oleh Bentang Pustaka. Buku yang saya baca adalah edisi ke II cetakan kedua Mei tahun 2014. Kredit yang berlipat-lipat untuk Landung Simatupang yang telah menerjemahkan buku ini dengan sangat sempurna. Ditangannya, tak ada kesan bahwa buku ini adalah buku terjemahan. 

1984
Penulis : George Orwell
Penerbit : Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-003-9
Harga : Rp 64.000,-
Penerjemah: Landung Simatupang











Dari Skala 5, buku ini saya beri 4,5

Backsound: The First Gang to Die, Pengobral Dosa, Swell Window, Boom Claps,  True love

Selasa, 02 September 2014

Festival Film Jerman day #2 Goethe



Matahari masih sangat bersemangat menyiramkan hangatnya di bumi Jakarta, bisa jadi sebesar semangatku bergerak menuju Goethe siang itu, 24 Agustus 2014. Goethe merupakan lembaga pusat bahasa dan kebudayaan jerman bertempat di Jl. Sam Ratulangi No 9-15  Jakarta. Tanggal 22 – 31 Agustus 2014 kemarin, Pemerintah Jerman mengadakan festival film Jerman dibeberapa wilayah Indonesia, salah satunya di Jakarta, dan patut dicatat seluruh pemutaran filmnya gratis! 

Jam 2 siang, tempat itu sudah mulai ramai dikunjungi, mulai dari anak-anak muda sampai orang tua. Perbedaan mencolok dari kedua generasi ini adalah anak muda selalu datang bergerombol, sementara orang tua datang sendirian atau setidaknya berdua. Anak muda berteman riuh riah kebersamaan, orang tua berteman kesepian, begitukah? Haha. Apapun itu, satu hal yang menyatukan kami di sana adalah kecintaan pada film. Film serupa taman bermain tempat mempalajari nilai-nilai universal dan kebudayaan, wadah mengapresiasi kebaikan dan memasung kejahatan, tempat imaginasi beranak pinak, seperti halnya kau akan menemukannya pada buku lebih dalam lagi.

Hari itu, ada tiga film yang diputar di Goethe, Kaddisch fur einen freund, Oh Boy, dan Westen. Saya hanya bisa nonton dua film saja Kaddisch Fur Einen Freund dan Oh Boy. Untuk film pertama, saya menyimpan sobekan karcis saya di wadah yang disediakan oleh panitia, sebagai tanda saya menyukai film itu. Sementara film oh boy, saya tidak terlalu menikmatinya, karena diserang keram leher dan mata juling selama dalam teater, akibat kebagian tempat duduk paling depan. 

----------

Kaddisch Fur Einen Freund

Meskipun rilis di tahun 2012, nampaknya film ini patut untuk diangkat dan disimak lagi. Pembantaian warga Gaza yang telah menembus angka lebih dari 2.000 jiwa menyusul perebutan tanah Palestina dan genozida keji oleh Israel selama bertahun-tahun,  dibarengi dengan pembantaian yang dilakukan ISIS terhadap kaum minoritas di Suriah dan Irak, tidak bisa dipungkiri melahirkan kemarahan bagi siapapun yang berakal sehat, dan olehnya sangat rawan untuk berkembang menjadi  permusuhan yang serius, bahkan bagi mereka yang berada di luar konflik.
Dari serangkaian peristiwa itu, otak kita kemudian membuat sebuah cabang sendiri, bernama stigma paranoid. Apa yang kamu ingat ketika mendengar Yahudi, terbayang negara bengis yang tega membunuh ribuan orang tak bersalah dan melakukan cara apapun untuk merebut tanah rakyat Palestina. Sebaliknya apa yang kamu ingat ketika mendengar Islam, jika kau menanyakan itu pada orang-orang eropa atau negara-negara nonmuslim, Islam adalah mereka pria dan wanita diselimuti bom, meledakkan dirinya di tengah keramaian, kelompok orang-orang ekstrim fanatik, tempat berkumpulnya para teroris.



Film ini, ingin meluruskan stigma itu. Tidak betul bahwa semua orang islam adalah teroris, begitu juga tidak betul jika kau menganggap semua orang yahudi Jahat. Pembantaian rakyat Palestina yang sudah tidak bisa diterima nalar manusia bahkan setan sekalipun, harus diperangi dan diakhiri!!! Pemenggalan secara biadab yang dilakukan oleh ISIS  kepada kelompok minoritas di Suriah dan Irak juga tidak bisa dibiarkan. Dunia harus bergerak mengakhiri ini. Bukan cuma celotehan prihatin dan basa basi---jangan pernah berharap itu akan dilakukan oleh Amerika Serikat, Fuck them!. Di lain pihak, satu hal yang perlu selalu diingat, jangan membenci secara membabi buta, itu adalah cara berpikir yang tidak adil. Film ini mengajak kita untuk keluar dari hegemoni cara berfikir mengeneralisir.

Dua tokoh utama dalam film ini berasal dari dua generasi yang sangat jauh berbeda, Ali remaja Palestina dan Alexander veteran Yahudi asal Rusia. Sang Sutradar Leo Khasin sedari awal sekali, mencoba membangun hubungan yang unik antara Ali dan Alexander. Hubungan yang sangat intim namun malu untuk diakui yang berujung kekocakan yang natural. Kekakuan mereka mungkin disebabkan karena history masa lalu—latar belakang-- mereka yang pahit. 

Ali dan keluarganya terusir dari Palestina, beberapa lama hidup di pengungsian Libanon, dan akhirnya memutuskan untuk pindah dan memulai menata hidup di Berlin. Dari sini, bisa dimaklumi kenapa ayah Ali sangat anti terhadap Yahudi. Mereka tinggal di Apartemen dimana Alexander juga tinggal selama berpuluh-puluh tahun tepat di atas apartemen mereka. Alexander hidup sendiri, sesekali dirawat oleh perawat, dan secara berkala dikunjungi oleh petugas sosial untuk memastikan apaka Alexander masih mampu hidup sendiri atau sudah saatnya diangkut ke dinas sosial.
Konflik bermula saat Ali ikut bergabung dengan geng sepupunya. Mereka melakukan aksi terencana, masuk ke apartemen Alexander, mengobrak-abrik seisi ruangan, dan melakukan vandalisme rasis yang serius. Akibat kelakuannya itu, Ali sekeluarga terancam di deportase. Ibu Ali yang sedang hamil tua, menghukum Ali dengan memerintahkan Ali memperbaiki kekacauan dan kerusakan di rumah orang tua yang sudah sepuh itu. Ali diharuskan membantu Alexander mengecat dinding, menyusun rak-rak yang rusak, dan membuat dinas sosial setempat yakin bahwa alexander masih mampu hidup sendiri dengar rumah yang tertata rapi. Ibu Ali menyembunyikan perihal itu dari Suaminya yang sangat membenci Yahudi.

Dalam masa Ali mengunjungi Alexander secara sembunyi-sembunyi dan membantu Alexander membenahi apartemennya yang hancur, hubungan emosional mereka perlahan terbangun. Mereka menjadi sahabat yang kocak. Perdebatan tentang islam vs yahudi tidak pernah bisa berujung. Namun di luar itu semua, mereka menyadari bahwa islam dan yahudi yang mereka rasakan saat itu, berbeda dengan apa yang mereka dengar di luar sana. Alexander diam-diam mendatangi kantor polisi dan mencabut laporannya. Namun laporan sudah sampai ke meja hijau dan tidak bisa dicabut lagi. Alexander terserang struk saat memberikan kesaksian dan memaksa hakim menghentikan tuntutannya kepada Ali dan akhirnya meninggal.

Film ini dibuka dengan lantunan ayat suci Alqur’an Alfatihah, dan ditutup dengan Kaddisch Fur Einen Freund. Kaddisch Fur Einen Freund adalah nyanyian (doa-doa) bagi seorang yahudi yang akan dikuburkan. Ali menyanyikan lagu itu untuk sahabatnya Alexander. Sahabat yang megajarnya banyak hal, sahabat yang mengajarkannya berpikir adil sejak dalam pikiran.

--------------
Dari dua film yang saya tonton hari itu, saya mengambil satu asumsi bahwa film Jerman memiliki selera humor yang manis dan spontan dibanding dengan film Eropa lainnya. Kau tidak perlu menyediakan kesabaran saat menyaksikannya, seperti kau harus melakukannya saat menonton film Prancis. Tidak usah khawatir kebosanan akan menyergapmu di tengah-tengah atau bahkan mungkin dari awal, tetapi harus menunggu sampai ending dan kemudian bernapas lega lalu berujar, wauuu filmnya bagus. Di film ini, spontanitas, selera humor yang pas, dan pesan yang tersampaikan dengan jernih, membuat saya rela menyimpan sobekan karcis saya dan menyerahkannya ke panitia. Film ini layak mendapat apresiasi.

Semoga tahun depan bisa bertemu dengan film-film Jerman yang lebih baik lagi. Semoga perfilman indonesia bisa belajar dari yang lebih baik, dan bisa move on dari genre hantu jadi-jadian, beralih ke film yang lebih cerdas dan edukatif. Semoga Indonesia bisa membuat event yang setidaknya sama seperti Festival Film German ini atau festival Film Prancis, yang selalu disosialisasikan secara luas dan GRATIS, gratis seperti udara.

 Danke Goethe

Jumat, 15 Agustus 2014

Jack Kilmer di Alto Palo



Awalnya aku tidak terlalu tertarik dengan remaja pemeran Teddy di film Palo Alto ini. Belahan rambutnya yang sangat mainstream aku rasa adalah penyebabnya. Karena disana ada James Franco dan sutradara yang sangat familiar namanya "Gia Coppola" adalah sebab musabab kenapa film ini menjadi film pertama yang aku pilih untuk aku tonton dalam satu bulan terakhir ini.

Namun, Teddy pelan-pelan mencuri perhatian-ku. Lupakan belahan rambutnya. Mari fokus pada aktingnya yang sangat alami, anak remaja 17 tahun yang sedang jatuh cinta dan mencari jati diri. Jatuh cintalah dengan biasa saja. Ketulusan tak akan kamu temukan dalam keberlebihan, melainkan dalam kesederhanaan. Menjadi anak baik-baikpun tidak berarti harus menjadi sok suci.


He was so shining. Aku percaya anak dari Val Kilmer ini akan menjadi aktor terbaik masa depan. aseek. Aku membayangkan young Brad Pit tiap kali melihat wajahnya. belahan dagunya dan tulang pipinya mirip. Stilenya 90's bingits dan agak kikuk. Hastagaaaah. :)))))  

Film ini tidak mengandalkan pesan pada dialognya. Gia malah lebih banyak menonjolkan detail dan gestur pemerannya. Sinematografinya keren, dan itu lahir di tangan seorang sutradara muda 27 tahun, cucu dari sutradara paling berpengaruh di dunia, Francis Ford Coppola. Film ini dibuat dengan budget rendah. Meskipun berasal dari keluarga film director ternama, Gia Coppola lebih memilih untuk melakukannya secara mandiri. Film ini diadopsi dari James Franco's sort story of the same name. Yah James Franco si bad boy face itu.
#Ini bukan resensi, ini cuma komentar tidak utuh, ditulis dalam ketergesaan dan penyakit malas nulis akut.

Jumat, 13 Juni 2014

Surat untuk Purnama #8



Hola Purnama, quĂ©  tal?

life is so mysterious. we haven’t no idea what will happen next certainly, even we have plenty of plans.
There was a time when we couldn’t wait any longer or wanted to skip the night to wore our new bag, shoes, or clothes to go to school after had a long vacation in elementary school.
There was a time we felt flying and blooming every day just because saw his smile in a corner of school..
There was a time, when we really frustrated facing the examination or UAN, and almost crazy thought about how to pass UMPTN.
There was a time when we cried every night missed our parents so badly in earlier we got the collage, we started to leave them, perhaps we wouldn’t come back with the same person.
There was a time, when friends meant everything, laughed, cried, fighted, ate, and hang around together.
There was a time when we started to frustrated again became an unemployment after graduated the collage.
There was a time when we felt so lonely, friends gone one by one. To be Survived we have to leave the view things that we love the most, our principles instead. some people can fight to hold their principle, but some just become a loser.
Ernest Hamingway wrote that world is a great place and worth fighting for. I think just  view people could enjoy the world as a great place, the rest still fight till the end.

There was a time, when you have to spend your weekend to attended your friends wedding, and than visited them for the baby born.
There was a time when your heart beat up very past waited your boyfriend stated his ijab Kabul, saw your test pack, waited your baby born, and so on.

There was a time when you received bad news about your lovers, friends, passed away.
There was a time when you spend your time to attended the funerals.
And then, there was a time when you saw your body was graved.
There was a time when you have to face your God
There was a time 

Purnama?

#2047