Bagaimanapun Winston Smith menyembunyikan carut
marut pikirannya tentang kediktatoran partai dan kemungkinan adanya kehidupan
lain yang tidak semenyedihkan kehidupan warga Oceania, polisi pikiran ternyata
tetap saja mampu mengendusnya. Sudah tujuh tahun dia dikuntit oleh mata-mata, teleskrin,
dan mikrofon, sebelum akhirnya dikhianati secara sempurna oleh kekasihnya
sendiri, Julia.
Smith dibekuk di kamar sewaannya, lantai atas
toko Pak Charington yang ternyata seorang polisi pikiran juga, beberapa menit setelah
membaca kitab Teori dan Praktik Kolektivisme dan Oligarkis—kitab suci persaudaraan penentang kediktatoran dan totalitarian
partai. Dan selanjutnya, menjalani serangkaian tes pengakuan dan pertobatan, di Kementerian Cinta Kasih, dalam waktu yang Smith tak tahu persis,
hingga yang tersisa hanya
onggokan tulang belulang berselimut kulit koreng dan gigi yang tersisa beberapa
biji.
Namun, jauh di dalam sel-sel otak dan ingatannya,
Smith masih menyisakan pemberontakan, keyakinan yang tak tergoyahkan, bahwa double think (pikiran ganda), stopcrime (henti-jahat),
dan black-white, tidak lain hanyalah manipulasi partai untuk menjaga warga Oceania
tetap terpelihara dalam kedunguan, dan Kementerian
Perdamaian, Kementerian Cinta Kasih, Kementerian Kebenaran, Kementerian Tumpah
Ruah, tidak lebih dari mesin pemutar balik fakta semata. Tentu saja Kementerian Cinta Kasih tak akan
pernah barang sedikitpun membiarkan pikiran-pikiran itu menjejal di kepala Smith
atau siapapun di tanah Oceania. Dia kembali dimasukkan ke kamar paling
mengerikan di London, untuk menjalani prosesi pertobatan terakhir. Di kamar 101
tersebut, Smith akhirnya menyerah, jatuh terjengkang ke kedalaman yang
dahsyat, menembus tembok-tembok bangunan,
menembus bumi, menembus samudra, menembus atmosfer, ke antariksa, ke selat
antar dua bintang, menjauh. Lalu akhirnya terlahir sebagai manusia baru, jika
masih bisa dikatakan sebagai manusia, yang tidak punya rasa, kemauan, tidak
peduli terhadap apapun. O’Brien sang eksekutor memang menginginkan itu. Pemberontak
semacam Smith tidak akan dibunuh sebelum menyesal dan mengakui bahwa partai
adalah kebenaran yang mutlak! Karena orang-orang yang mati karena tidak mau
melepaskan kepercayaan mereka yang sejati, tentu saja segala kemulian menjadi
milik korban dan seluruh aib tertimpakan pada eksekutor yang membakarnya
hidup-hidup.
======
Buku ini, sedari huruf pertama sampai huruf
terakhir, menyimpan kekuatan cerita yang bisa meledakkan kepala pembacanya.
Mungkin agak berat untuk memulai membacanya, bisa jadi karena novel ini terlalu
suram dan agak berat, tapi kau hanya perlu bertahan sampai seperempat awal, dan
kau akan menemukan kekuatan cerita dan decak kagum terhadap satire tajam kehidupan
di Negara totalitarian, teori kekuasaan, serta kesabaran dan kebijaksanaan
seorang penulis.
Hal lain yang membuatku bertahan untuk membacanya
adalah diksi-diksi yang digunakan Orwel dalam menyajikan ceritanya sungguh
indah, kelam, sederhana, namun tidak biasa. Saya jatuh cinta pada berondongan
kata demi kata yang mengalir dalam buku itu. Saya seperti terhisap dalam
kekuatan dan kesuraman setiap hurufnya. Saya baru menyadari, bahwa huruf,
kata-kata, diksi, ternyata menyimpan kekuatan yang mampu melahirkan ribuan
percabangan imajinasi.
Winston menyusuri gang itu
melewati bercak-bercak cahaya dan bayang-bayang, melangkah ke kubangan keemasan
di tempat dahan-dahan pepohonan saling merenggang. Di bawah pohon-pohon yang di
sebelah kirinya, tanah seolah terselubung kabut bunga-bunga bluebell. Udara
serasa mengecup kulit. Hari itu tanggal dua mei. Dari suatu tempat jauh di
tengah hutan terdengar burung-burung balam mengulang nada-nada yang sama.
Apa kau merasakannya? Aku merasakannya!!!
Inti dari seluruh cerita dalam 1984, sebenarnya
terangkum dalam kitab persaudaraan Teori dan Praktik Kolektivisme dan Oligarkis
yang dibaca secara sembunyi-sembunyi oleh Winston. Ada yang bilang buku ini
sebenarnya adalah buku teori tentang kekuasaan dan teori kelas yang dikemas
dalam bentuk sastra. Apapun itu, saya menikmati kedua-duanya.
Orwel menjelaskan, dalam teori kekuasaan, ketimpangan
antar kelas akan terus dilestarikan. Sebab
jika kelonggaran hidup dan keamanan sama-sama dinikmati oleh semua orang,
sejumlah besar manusia yang biasanya terbingungkan oleh kemiskinan akan menjadi
pintar dan belajar berpikir sendiri, dan sekali mereka berbuat demikian, cepat
atau lambat mereka akan sadari bahwa minoritas yang menggenggam hak istimewa
itu tidak mempunyai fungsi apapun, dan akan mereka sapu bersih. Dalam jangka panjang, sebuah masyarakat hierarkis
hanya mungkin jika ditegakkan di atas dasar kemiskinan dan kebodohan.
Dalam Bab I Kebodohan adalah Kekuatan, orwel
merinci tentang pembagian masyarakat di seluruh dunia. Sambil tersenyum-senyum
membacanya, ini sangat Wawan,
gumamku.
Di seluruh zaman yang
tercatat, dan boleh jadi semenjak akhir zaman neolitik, masyarakat di seluruh
dunia terdiri dari tiga kelompok: tinggi, menengah, dan rendah. Tujuan dari
ketiga kelompok tersebut tidak terujukkan. Tujuan kelompok tinggi ialah
mempertahankan posisinya. Tujuan kelompok menengah ialah bertukar posisi dengan
golongan tinggi. sementara itu, tujuan kelompok rendah, kalaulah mereka
mempunyai tujuan—karena sudah ciri kekal kelompok rendah bahwa mereka terlalu
ringsek oleh kesengsaraan dan kemelaratan sehingga hanya sekali-kali saja menyadari
suatu yang berada di luar kehidupan mereka sehari-hari—iyalah menghapus segala perbedaan dan menciptakan
suatu masyarakat yang didalamnya semua orang setara.
Untuk kurun yang panjang,
kelompok tinggi tampaknya berkuasa dengan aman, tetapi cepat atau lambat selalu
tiba saatnya mereka kehilangan kepercayaan diri atau kemampuan memerintah
dengan efisien, atau kedua-duanya. Mereka kemudian digulingkan oleh kelompok
menengah, yang menggandeng kelompok rendah dengan pura-pura bahwa mereka
memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan.
Begitu tujuan mereka tercapai,
kelompok menengah mencampakkan kembali kelompok rendah ke kedudukannya semula
sebagai budak, dan kelompok menengah itu berubah menjadi kelompok tinggi. dari
ketiga kelompok itu, hanya kelompok rendah yang tidak pernah meski hanya
sementara, berhasil meraih tujuannya.
Dalam kurun kemunduran,
rata-rata manusia secara fisik lebih baik dari pada keadaannya beberapa abad
silam. Namun kemajuan di bidang kemakmuran, penghalusan perilaku, reformasi
atau revolusi, belum pernah mendekatkan kita pada kesetaraan barang satu
millimeter pun. Dari titik pandang kelompok rendah, segala perubahan histori
tak lebih hanya berarti berubahnya nama majikan mereka.
Siapa kelompok rendah ini?
merekalah kaum proletar. Dari kaum proletar, tak ada yang perlu ditakutkan.
Dibiarkan saja dengan kehidupan mereka sendiri, dari generasi ke generasi, dari
abad ke abad mereka akan terus bekerja, berbiak dan mati, tidak hanya tanpa dorongan untuk berontak, tetapi juga
tak berdaya memahami bahwa ada kemungkinan dunia yang lain selain dunianya. Mereka baru dapat menjadi berbahaya jika kemajuan
industry menuntut agar mereka memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.
Hal lain yang menarik adalah, saat Winston
dikerangkeng dalam ruang tanpa jendela dengan sorot lampu yang sangat tajam dan
menyilaukan menjalani serentetan interogasi dan penyiksaan. Saya terus
membayangkan Natalia
Portman yang disekap di film V
for Pendetta, tapi dalam versi yang lebih sadis. Interogasi O’Brien kepada Winston
malah menjadi debat panjang, yang sudah jelas pihak kalah yang mana, tapi tetap
ngotot dan berakhir represif.
O’Brien: Apakah masa silam
mempunyai eksistensi konkret di dalam ruang? Apakah, entah dimana, ada satu
tempat, suatu dunia yang berupa benda-benda padat, yang disitu masa silam masih
sedang berlangsung?
Winston: Tidak
O’Brien: Lalu dimanakah masa
silam itu ada, kalau memang ada?
Winston: Dalam catatan dan
dalam pikiran, dalam ingatan manusia
O’Brien: Dalam ingatan.
Baiklah, kami partai mengendalikan semua catatan, dan kami mengendalikan semua
ingatan, maka kami mengendalikan masa silam, ya tidak?
Winston: Tapi bagaimana
kalian dapat menghentikan orang mengingat?
**O’Brien menekan indikator pemberi rasa sakit**
Banyak hal yang tak terduga dalam buku ini. Endingnya agak pahit, tapi dari situ jam
terbang, ketekunan, dan kebijaksanaan penulisnya terlihat. Buku ini ditulis
oleh George Orwel pada tahun 1949 yang membawanya menjadi penulis tenar di
seluruh penjuru dunia. Baru pada tahun 2003, buku ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan dicetak pertama kali oleh Bentang Pustaka. Buku
yang saya baca adalah edisi ke II cetakan kedua Mei tahun 2014. Kredit yang
berlipat-lipat untuk Landung Simatupang yang telah menerjemahkan buku ini
dengan sangat sempurna. Ditangannya, tak ada
kesan bahwa buku ini adalah buku terjemahan.
1984
Penulis : George Orwell
Penerbit : Bentang Pustaka
ISBN : 978-602-291-003-9
Harga : Rp 64.000,-
Penerjemah: Landung Simatupang
Dari Skala 5, buku ini saya beri 4,5
Backsound: The First Gang to Die, Pengobral Dosa, Swell Window, Boom
Claps, True love
Wah, sepertinya 1984 di tumpukan akan menjadi giliran selanjutnya, nice review kak :)
BalasHapushihihi selemat menyelam happy
BalasHapus