Sabtu, 21 Agustus 2021

Menjadi Lansia, Rentan dan Terabaikan

Dalam drama Korea Navillera, Sim Dheok-Chool, seorang pensiunan kantor pos, diam-diam mendaftarkan dirinya ke panti jompo setelah mengetahui dirinya mengidap penyakit alzheimer. Ia dan istrinya hanya punya dua harapan di masa tuanya, yaitu menjalani masa tua tanpa membebani anak-anaknya dan melihat anak-anaknya sehat dan saling mengasihi. Dalam drama yang bercerita tentang kakek tua yang bekerja keras untuk menunaikan impian terakhirnya menjadi penari balet itu berhasil membuka mata kita, betapa orang tua kita yang telah menjalani waktu panjang dan asam garam kehidupan, ingin menjalani masa tua yang bermartabat, terus memberi, dan tidak ingin menyusahkan, meskipun harus menjalani hari-hari sepi. Prinsip yang mungkin menjadi pegangan hidup kebanyakan orang tua kita.

Namun, harapan itu sepertinya tidak mampu dipenuhi oleh banyak dari orang tua/lansia di Indonesia. Rasio ketergantungan penduduk lansia (dependency ratio) di Indonesia terus mengalami peningkatan dari 11,95 persen di tahun 2010 menjadi 15,54 persen di tahun 2020. Meskipun pandangan mengenai rasio ketergantungan lansia ini harus ditempatkan secara bijak, mengingat kontribusi dan kearifan yang dimiliki para lansia tersebutlah yang membawa kita pada pencapaian bangsa kita hari ini, akan tetapi parameter ini juga harus menjadi penanda bahwa negara belum mampu mewujudkan harapan terakhir dari setiap warga negaranya, yaitu menjalani masa tua yang sehat, aktif dan mandiri.

Di masa pandemi Covid-19, lansia tidak hanya menghadapi kerentanan dalam hal sosial ekonomi, tetapi juga menjadi kelompok yang paling rentan terhadap penularan Covid-19 dan memiliki potensi kematian yang paling tinggi. Sampai dengan tanggal 5 Agustus 2021, jumlah lansia yang meninggal sepanjang masa pandemi adalah 48.573 jiwa atau 46,7 persen dari total yang meninggal. Pandemi memang membuat posisi lansia semakin terpuruk dan kita harus mampu melihatnya dalam cakrawala yang lebih luas.


Lansia, kelompok usia termiskin

Indonesia merupakan negara urutan ke empat yang memiliki jumlah penduduk lanjut usia yang paling tinggi di Asia setelah India, China dan Japan (Suveymater.org, 2016). Tahun 2020, jumlah penduduk lansia Indonesia mencapai 9,92 persen dari total jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 26,82 juta jiwa. Namun karena kemampuan kerja dan kesehatan yang semakin menurun, kelompok ini sangat rentan jatuh ke dalam kemiskinan dibanding kelompok usia lainnya.

Berdasarkan data Susenas tahun 2020, terdapat 43,36 persen lansia Indonesia yang berada di 40 persen terbawah spektrum kemiskinan. Lebih lanjut lagi, berdasarkan analisis yang dilakukan TNP2K, tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia berada pada kelompok lansia, yaitu berkisar antara 10-20 persen. Tingginya tingkat kemiskinan lansia di Indonesia tersebut terutama disebabkan karena 85 persen lansia di Indonesia tidak memiliki jaminan ekonomi/pendapatan (Kidd dkk, 2017).


Cakupan Perlindungan Sosial untuk Lansia Masih Rendah

Perlindungan sosial untuk lansia di Indonesia memang terbilang memiliki cakupan yang masih rendah. Pada tahun 2021, lansia yang memiliki akses terhadap program perlindungan sosial skema kontribusi atau jaminan sosial ketenagakerjaan hanya sekitar 17,5 persen, termasuk dana pensiun untuk pegawai negeri. Sementara itu, lansia penerima manfaat program perlindungan sosial skema nonkontribusi atau bantuan sosial (PKH dan Bantu LU) hanya sekitar 5 persen dari total jumlah lansia di seluruh Indonesia.

Selain itu, pelaksanaan kebijakan bantuan sosial untuk lansia tersebut masih menghadapi kendala diantaranya manfaat dan cakupan yang diberikan masih sangat rendah, kesediaan data, skema dan kriteria penargetan, serta belum maksimalnya koordinasi antara berbagai stakeholder. Beberapa daerah telah memiliki program lansia yang cukup baik diantaranya Kabupaten Aceh Jaya dan Provinsi DKI Jakarta. Namun secara keseluruhan, perlindungan sosial untuk lansia di daerah masih sangat bergantung pada pemerintah pusat yang cakupannya sangat terbatas.


Reformasi Perlindungan Sosial untuk Lansia

Pada tahun 2050, jumlah penduduk lansia Indonesia diperkirakan akan mencapai 74 juta jiwa atau sekitar 20 persen dari populasi Indonesia (UN, 2017). Tanpa adanya upaya perbaikan yang komprehensif dari saat ini, maka Indonesia akan kewalahan menghadapi periode aging population yang sudah di depan mata. Dari berbagai penelitian yang ada, untuk mengurangi tingkat kemiskinan lansia tersebut, maka pemerintah harus memberikan perlindungan sosial yang lebih komprehensif.

Sebagai tahap awal, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah memperluas cakupan perlindungan sosial nonkontribusi/bantuan sosial kepada lansia 40 persen terbawah spektrum kemiskinan. Saat ini bantuan sosial untuk lansia miskin hanya mencapai 5 persen dari total lansia, yang terdiri dari cakupan PKH komponen lansia 1,1 juta jiwa, Bantu LU 35.000 jiwa, dan selebihnya berasal dari program pemerintah daerah. Integrasi dan perluasan program PKH komponen lansia dan Bantu LU perlu untuk dikaji dan dikembangkan, mengingat syarat dan besaran manfaat dari kedua program tersebut hampir sama. Integrasi program bantuan sosial lansia ini dapat mempermudah penguatan kualitas dan kuantitas serta pengendalian program.

Di samping itu, Pemerintah juga perlu untuk membuka akses yang luas dan mudah terhadap program-program perlindungan sosial yang bersifat kontribusi (bukan bantuan sosial) kepada lansia kelompok pengeluaran di atas 40 persen, seperti program jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Akan tetapi program-program perlindungan sosial tersebut harus disesuaikan dengan situasi lansia berdasarkan kelompok pengeluaran masing-masing, terutama kelompok yang tidak mampu menjangkau program kontribusi namun tidak juga menjadi prioritas bantuan sosial (missing middle).

Menjadi tua dan lemah adalah siklus kehidupan yang tidak dapat dihindari. Akan tetapi, menjadi tua, sehat, aktif dan mandiri adalah sesuatu yang dapat diwujudkan oleh negara bekerjasama dengan seluruh elemen masyarakat. Berkaca pada Jepang yang telah sukses memasuki periode super aged society dengan cukup baik, maka kita pun perlu mempersiapkan sebuah skema untuk mendukung kehidupan hari tua lansia yang lebih baik melalui long term care insurance system yang komprehensif. Selain itu, agar lansia dapat tetap beraktifitas dengan baik, maka pemerintah harus menyediakan infrastruktur yang ramah terhadap lansia dan disabilitas.

Pada akhirnya kita semua akan sampai pada fase akhir kehidupan manusia bernama lansia jika diberi umur panjang, seperti Sim Dheok-Chool yang lambat laun kehilangan sebagian besar ingatannya. Akan tetapi, Sim Dheok-Chool tidak jadi menghabiskan sisa waktunya di panti jompo, karena disampingnya ada keluarga dan tetangga/komunitas yang kuat mendukungnya. Menjadi tua dan lemah adalah keniscayaan, tetapi menjadi tua dan bermartabat adalah pilihan yang dapat dicapai melalui sokongan penuh dari Negara dan masyarakat yang kuat.


REFERENSI

 

BPS, (2020). (Penyunting) Subdirektorat Statistik Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020. Jakarta, 2020.

Kidd, Gelders, Rahayu, Larasati, Huda dan Siyaranamual, 2017. Perlindungan Sosial bagi Penduduk Lanjut Usia di Indonesia. Publikasi oleh TNP2K dan Pemerintah Australia melalui Program MAHKOTA, 2018.

Priebe, J. (2017). Old-age Poverty in Indonesia: Measurement Issues and Living Arrangements. The Institute of Social Study, The Hague.

Ramesh, M. (2014). Social Protection in Indonesia and the Philipines. Journal of Southest Asian Economies Vol 31, No.1 pp 40-56.

Yanuardi, Fitriana, K.N., & Ahdiyana, M. (2017). Social Policy Evaluation
on Social Welfare Improvement of Neglected Elderly. Jurnal PKS Vol 16 No 1 Maret 2017; 1 – 10

 

Kamis, 12 Agustus 2021

Supporter Nomor 1 itu Bernama Kakek

 My Dear Son, Kalam Tristan Ahmad


Sudah lebih sebulan kita berlibur di rumah nenek kakek di Lonrong. Di sini kamu mendapatkan seluruh hak mu sebagai anak-anak, bermain-main sepuasnya di ruang bermain yang terhampar luas. Kamu bisa mondar-mandir seharian di luar rumah bersama kakak sabda, bermain pasir, melompat sana sini, bermain basket, bermain badminton, menangkap kodok, mengamati si kaki seribu, berenang di kolam mini kakek dan banyak lainnya.

Pagi ini Ibu mendapati pemandangan yang mengharukan. Ibu bersyukur dan berdoa kepada Sang pemilik kehidupan, semoga kita semua diberi kesehatan dan umur yang Panjang untuk terus hidup saling mengasihi dan menguatkan satu sama lain. Ibu duduk di kursi ruang tamu melihat kamu digendong oleh kakek sambil kamu bernyanyi lagu Omar dan Hana, sementara kakek berjoget-joget sembari mengeluarkan suara seolah-olah itu adalah music pengiring lagu kamu yang menggemaskan itu.

Ibu ingin bercerita sedikit tentang kakekmu. Dia adalah sosok pekerja keras yang tidak bisa diam. Dia bisa sakit jika disuruh beristirahat tidak melakukan apa-apa di rumah. Setelah pensiun menjadi guru, kakek lebih banyak mengurusi kebun di dekat rumah dan kebun di Laddoko. Dia bahkan membeli sepetak tanah di samping rumah kakek Tappa untuk berkebun (lagi). Hasil kebun di sana bermacam-macam. Kemarin, kita (kamu, nenek, kakek dan ibu) jalan-jalan ke kebun samping rumah kakek Tappa untuk sekedar sarapan di sana. Kamu tak henti-hentinya berlarian sana-sini. Di kebun kakek ada bermacam-macam tanaman, ada jagung, ubi kayu, ubi jalar, pisang, mangga, sayur mayur, cengkeh dan banyak lainnya. Jika datang waktu panen, hasil panennya dibagikan ke keluarga, tetangga, atau teman-teman guru nenek.

Kamu tahu kal, mungkin nenek dan kakek tidak menyadari, masa pensiun nenek dan kakek adalah masa pensiun yang sangat ideal. Di masa produktif mereka mendidik dan menghidupi anak-anaknya dengan baik. Di masa pensiun mereka masih memberi banyak hal kepada kita (kasih sayang dan materi) dan juga memberi kehidupan pada tumbuh-tumbuhan dan membagikannya kepada sesama. Ibu baru saja nonton drama Korea berjudul Navillera, masih episode 1, ada satu percakapan dalam adegan perayaan ulang tahun ke 70 kakek yang belum Ibu tahu namanya itu. Dalam adegan itu cucunya bertanya “apa harapanmu kakek?” Istrinya menjawab “örang tua macam kami ini hanya punya dua harapan, pertama melihat anak-anak sehat dan saling menyayangi dan kedua kami bisa hidup tanpa membebani anak-anak”. Jika itu adalah harapan nenek dan kakek di masa tuanya, maka kita patut bersyukur karena Tuhan telah mengabulkan semuanya.

Tentang kakekmu, dia suka sekali membersihkan pekarangan rumah, mencangkul, dia bahkan bisa menggeser gundukan tanah yang ada di depan rumah pindah ke sisi lain rumah. Kakek punya kebiasaan aneh, saat hujan, dia akan keluar rumah dan memulai mencangkul, membuat parit, membuat taman, atau membetulkan pagar. Kakek suka sekali melakukan pekerjaan fisik. Dia selalu bilang, pikiran dan memorinya sudah tidak kuat, tetapi dia punya tenaga untuk terus bergerak dan bekerja.

Karena sayangnya kepada cucu-cucunya, tahun lalu sebelum kita pulang ke Lonrong, Kakek membuat kolam renang mini di samping kanan rumah dekat garasi. Kamu dan kakak sabda senang bukan kepalang. Setiap hari ingin nyemplung dan berenang. Berbagai alasan kamu buat supaya bisa melangkahkan kaki masuk ke dalam kolam, misalnya membuang mainan ke dalam kolam lalu masuk ke dalam kolam untuk mengambilnya, baju kamu lalu basah kuyup dan cengar-cengir jika kedapatan. Tahun ini 2021, sebelum kita pulang kampung, kakek membuat tiang dan ring bola basket mini untuk kamu dan kakak sabda. Kamu dan kakak sabda jadi bisa berlarian memboyong bola basket yang harusnya di drible itu. Kakek juga memasang net untuk kita bermain badminton.

Sejak dulu kakek senang sekali memberikan dukungan dan mendorong anak-anaknya untuk mengembangkan potensinya dalam seni dan olahraga. Ibu ingat sekali sewaktu masih duduk di bangku SD, kakek membuat ayunan di bawah pohon nangka, membuat alat sport gantung, dan melatih kami anak-anaknya bermain badminton setiap sore. Jika ada perlombaan bernyanyi, baca puisi, pramuka, atau apapun itu yang kira-kira Ibu punya potensi di situ, maka kakek akan mendorong 1000 persen. Bahkan waktu duduk di bangku sekolah SMA, kakek mengantar Ibu malam-malam pergi ke sekolah untuk mengikuti perlombaan badminton dimana Ibu bahkan tidak bisa membuat service yang benar. Tetapi kakek tidak pernah menyalahkan Ibu jika kalah, tak pernah sepatah katapun penyesalan jika hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan. Itu mungkin yang membentuk karakter Ibu menjadi keras kepala dalam mengejar mimpi. 

Kelak jika kau tumbuh menjadi lelaki dewasa, kau bisa melihat atau mencontoh hal-hal baik dari kakekmu, tentang kerja kerasnya, bagaimana dia mencintai cocok tanam, dan selalu ingin memberi yang terbaik untuk anak cucunya.