Minggu, 20 Oktober 2013

Surat untuk Purnama #1


Dear Purnama

Hai, bagaimana kabarmu? semoga kebaikan selalu menyertaimu. Apa yang membuatmu gelisah? Berhentilah mengkhawatirkan apa yang akan terjadi esok. Jika kamu masih saja keras kepala dan terus melakukannya, kupastikan kerutan di bawah mata dan di sudut bibirmu akan semakin bertambah. Kumohon berhentilah. kamu bisa gila jika terus memikirkan apa saja yang tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu. Belajarlah untuk rileks. Bukankah dunia ini hanya senda gurau, itu kata Tuhan loh, bukan banyolan kosong dariku. Tak ada yang perlu kamu khawatirkan selama kamu teguh berpegang pada kebenaran dan berusaha menjadi hamba Allah SWT yang sebaik-baiknya. Salah satu kegelisahan yang selalu aku sepakati darimu adalah kegelisahanmu akan ketidakadilan diluar sana, itu menandakan bahwa kamu masih waras. untuk yang satu itu aku harus belajar darimu. saat ini aku mulai kehilangan getarannya.

haha kamu mungkin sudah muntah, tanpa ba bi bu, aku menggempurmu dengan deretan nasihat-nasihat, mungkin picisan menurutmu, tapi percayalah aku tidak membual. aku lebih tua 33 tahun darimu. bagaimanapun, garam dan asam yang telah aku kecap jauh lebih banyak darimu, aku sudah seluas danau, kamu baru seluas kolam ikan dirumah ibu ayah di kampung.

Oh yah, kamu tentu kaget dengan surat  misterius ini. Di akhir surat, akan kuberi tahu siapa diriku, tapi jika kamu menanyakan aku tinggal dimana, apakah aku masih hidup, apakah badanku membungkuk karena penyakit osteoporosis, atau hal-hal yang bersifat real, maafkanlah, aku tak punya daya untuk menjawabnya. Tapi aku berjanji, akan menjadi teman yang bisa diajak berimajinasi, siap memberikan sekontainer nasihat, atau menjadi gudang sampahmu, whatever you want!


Aku berinisiatif mengirimkan surat ini buatmu, karena aku tahu kamu terus dihinggapi kesepian dan kebosanan, dan kamu masih belum menemukan pintu keluarnya.  hidup ini memang seperti menelusuri labirin, jika kamu sering merasakan de javu, mungkin saja kamu memang kembali ke tempat yang pernah kamu lewati sebelumnya, berjalanlah terus, selalu ada hal-hal yang mengejutkan di depan sana, tanpa terasa kamu akan sampai pada gerbang penghujung kehidupanmu, disana kamu akan terbebas dari segalanya.

Jika boleh ku tebak, hari ini (waktu bagian kamu), sabtu 19 Oktober 2013 tepat pukul 11.45 kamu belum juga mandi, kamu bosan dengan bacaan yang kamu pinjam dari perpustakaan kantor, sahabatmu yang saat ini sedang berada di bogor tak kunjung bisa dihubungi, kamu kesulitan menemukan teman yang bisa diajak ngobrol tentang banyak hal sekaligus diajak melakukan hal-hal gila, kamu sangat mencintai dan menjaga akhir pekanmu seperti menjaga intan permata yang mahal, tapi di saat yang bersamaan kamu menyia-nyiakannya dengan tidur sampai agak siang, dan kemudian bingung mau melakukan apa.  Aku tahu betul kamu sedang diselimuti awan gelap bernama kebosanan. Semoga kedatanganku yang mendadak ini bisa menjadi seberkas cahaya di kamarmu yang gelap gulita dan pengap.

Kamu tentu masih ingat tulisan Tolstoy berjudul ”Berapa  Luas tanah yang diperlukan seseorang?. aku tahu daya ingatmu agak bermasalah, dan kamu pasti malas mencari buku itu lagi, jadi akan aku ceritakan summarynya. nenek-nenek ini sungguh baik kan? begini ceritanya,  seorang petani miskin bernama Pakhom berjuang sekuat tenaga untuk tidak lagi bergantung kepada tuan tanah di kampungnya. diapun membeli tanah dengan menjual seluruh binatang peliharaannya dan harta yang dimilikinya tanpa terkecuali serta meminjam uang dari  iparnya. Walhasil, dia berhasil menjadi petani yang memiliki tanah dan independen. suatu hari ada seorang petani yang memberitahunya bahwa di sebuah kampung di seberang sana, harga tanah sangat murah dan subur. Pakhom kemudian menjual semua tanah dan hartanya dan mengajak seluruh keluarganya pindah ke kampung tersebut, disana dia membeli tanah yang jauh lebih luas dan menaburinya dengan gandum. Pakhom berhasil menjadi petani sukses. namun dia masih ingin tanah yang luas untuk ditanami gandum. dia kemudian mendapatkan informasi dari seorang saudagar, bahwa di negeri orang-orang baskhir, terdapat sebuah desa yang memiliki tanah yang jauh lebih luas dari yang ada dikampungnya, dan sangat  subur. engkau akan mendapatkan tanah yang sangat luas hanya dengan memberi penduduk setempat makanan dan minuman, kata saudagar itu. Dengan keserakahan yang tak terbendung, Pakhom langsung menuju ke desa tersebut. ternyata betul kata saudagar itu, Pakhom diperbolehkan memilih tanah dan menentukan luas tanah yang diingininya dengan harga yang sangat murah. Cuma saja, syaratnya agak berbeda, tanah yang dapat diperoleh Pakhom adalah seluas tanah yang bisa dia kelilingi dalam sehari. Pakhom harus memulai perjalanannya dari satu titik ketika matahari mulai terbit dan kembali ketempat itu tepat ketika matahari terbenam. saya akan mengelilingi tanah seluas-luas yang saya mampu, pikir pakhom. tibalah hari dimana pakhom akan berkeliling menentukan luas tanah yang akan dia ambil. tepat ketika matahari memancarkan cahayanya yang pertama di atas cakrawala, Pakhom memulai perjalanannya. Pakhom berjalan lurus menuju arah matahari terbit, dia akan belok kiri ketika matahari tepat diatasnya. ketika matahari tepat berada diatasnya, bukannya belok kiri, dia malah terus melangkah lurus ke depan, agar supaya tanah yang diperolehnya semakin luas. rumput di depan sanah sungguh subur, saya harus mendapatkannya dahulu baru kemudian berbelok ke kiri. sampai matahari mulai terbenam pakhom terus saja melangkahkan kakinya lurus ke depan, tubuh dan otaknya dibakar oleh keserakahan yang tamak. baru ketika dia menyadari matahari akan terbenam, dia baru memutar arah berlari berkeliling menuju tempat pertama dia berdiri pagi tadi. dia hampir tidak bisa bergerak karena kacapaian, kakinya berdarah dan terluka, tapi dia terus memaksa diri berlari agar supaya bisa kembali ke tempat dia memulai perjalanannya. Pakhom memang berhasil kembali,  tapi dengan memuntahkan darah dari mulutnya, juga nyawanya.

cerita yang sangat indah kan? semakin kamu mengejar materi dunia, semakin kamu akan merasa kekurangan. aku tahu kamu bukanlah sosok serakah seperti pakhom, tetapi kamu berada dalam lingkungan yang sangat materialistis, aku takut kamu akan tergoda. jika orientasimu adalah materi, kamu akan menjadi seperti si tamak pakhom. jika tidak ada pekerjaan, jangan pernah melemburkan diri di kantor. pulanglah, istirahatlah, basulah jiwamu dengan iman, dengan banyak berkomunikasi dengan Tuhan. isilah otakmu dengan ilmu, jika kamu merasa otakmu lemah, kamu bisa mengisinya dengan hal-hal yang ringan-ringan saja dengan membaca sastra misalnya. perbanyaklah waktumu berkomunikasi dengan keluarga. sering-seringlah menelpon ibu dan ayah. mereka semakin tua, dan mungkin kesepian. sering-seringlah pulang, selagi mereka masih hidup.

Apa kamu merasa mual lagi? tahanlah, aku tidak akan menambahkan nasihat lagi, akan kulanjutkan  di lain kesempatan, di surat yang berbeda. seperti janjiku sebelumnya, aku akan memberitahumu siapa diriku sebenarnya. aku adalah Purnama dari masa depan. saat menulis surat ini usiaku 60 tahun kurang satu bulan. kamu kaget? aku memakluminya. lambat laun kamu akan memahaminya. kita berada dalam raga yang sama, jiwa yang sama, roh yang sama. kita hanya dipisahkan waktu.

aku akan menyuratimu lagi kapan-kapan. aku akan sangat bahagia jika kamu membalas surat ini.

Love
Purnama
19 Oktober 2046

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar