Minggu, 27 Oktober 2013

Surat untuk Purnama #3


Purnama

Kenapa suratku belum juga kau balas. apa kau marah atas sikap reaksionerku? aku meminta maaf. aku tidak bermaksud mengerdilkanmu atau semacamnya. aku hanya masih agak bingung dengan surat tiba-tiba itu. sekali lagi, aku meminta maaf.

semoga kamu sehat selalu Purnama, diusiamu yang menghampiri 60. semoga penyakit nyeri tulang yang sedari kecil selalu menyerangmu tidak semakin parah. perbanyaklah minum susu kalsium. oh iya, apa kamu masih senang olahraga lari? mungkin sudah kau turunkan levelnya menjadi jalan cepat saja, tidak apa-apa, itupun sudah cukup. apa kamu mengkonsumsi anti aging? apa rambutmu sudah berwarna putih semua? oh Tuhan, aku sungguh penasaran bagaimana rupamu saat ini. kau tahu, entah kenapa, aku merindukanmu. kamu pasti jauh lebih bijaksana sekarang, aku masih sangat impulsif saat ini, keras kepala, dan terlalu keras pada diri sendiri.

Kemarin aku menghadiri acara anniversary kantorku. acaranya berantakan, tidak ada yang menarik selain door prize dan lomba goyang Cesar para cleaning service dan honorer. sebagian besar acaranya sangat simbolik, dimulai dengan penanaman pohon oleh Menteri, senam yang telat dan terburu-buru karena menunggu para pejabat sarapan atau entah apa, sambutan-sambutan, dan pelepasan merpati oleh para pejabat-pejabat. Sound systemnya kacau. Panggungnya mengarah ke tenda yang dikhususkan untuk pak menteri dan jajarannya. Kami yang ditugaskan  untuk datang,  hanya jadi penggembira. Perayaan itu sebenarnya bukan untuk instansi kami dan mesin-mesin di bawahnya, melainkan hanya untuk menyenangkan sang Tuan kita. Budaya kita sepertinya masih sangat susah untuk lepas dari yang namanya mendewakan atasan. Apakah kehidupan setara suatu saat benar-benar akan ada? aku mengeluh lagi, kuharap kau mengerti, presiden kita saja tak hentinya mengeluh tentang kehidupan pribadi dan partainya, seolah dialah yang paling menderita di negeri Indonesia ini. hahaha.

Saat ini aku membaca buku Catatan Seorang Demonstran, telat yahh, setelah tak menjadi mahasiswa, aku baru membacanya. Tak apalah, aku memerlukan buku-buku “galau” seperti itu, untuk menjagaku dari rasa mapan. Di buku itu, Gie menulis catatan harian sejak umur 15 tahun. diusia remajanya itu, Gie lebih banyak menulis tentang nilai-nilai pelajarannya di sekolah, teman-temannya, dan gurunya yang tak segan-segan dia katai  bodoh, atau teman-teman ceweknya yang dia sebut manis tapi bodoh. Sejak kecil, gie sudah mempunyai konsep hidup yang orang tuapun belum tentu memikirkannya. Sejak kecil dia sudah mengakui kalau dia tidak percaya agama, dia tidak percaya pada institusi pernikahan, sejak remaja ketertarikannya pada sastra memudar (bukan karena tidak menarik, tapi karena sudah dia khatami) dan kemudian level minatnya meningkat pada pelajaran filsafat. Aku baru membacanya di seperempat awal, anak muda itu memang tidak biasa.

Kau ingat masa-masa tahun 2000-an, sewaktu film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) sangat booming? Satu-satunya film indonesia yang tak bosan-bosan aku tonton adalah film itu. Adegan yang paling aku sukai adalah sewaktu Cinta di interogasi oleh teman-temannya di lapangan basket sekolah, apakah dia jatuh cinta pada rangga atau tidak, disertai tangis yang meledak Cinta mengakuinya, aku tak bisa berhenti memikirkannya. Menurutku adegan itu sweet sekali, actingnya natural, dan selalu membuat jiwa mudaku terpanggil kembali. Aku bisa mengulang adegan itu berkali-kali. hahaha. Sosok rangga dalam film itu, diidentikkan dengan Gie (menurut pengakuan sutradarnya Mira Lesmana dan Riri Riza), sosok pendiam, penyendiri, cerdas, suka sastra, atau jika dirangkum dalam satu kata, disebut cool. Disitulah letak kehebatan sebuah film Purnama, dia mampu mempengaruhi kepala remaja-remaja indonesia dalam waktu sepersekian detik. Anak-anak SMA waktu itu tanpa berpikir dua kali, menjadikan rangga sebagai defenisi cool, yang tadinya tak punya ketertarikan pada sastra, tiba-tiba menjadi suka sastra, yang tadinya cerewet tiba-tiba jadi kalem. Cewek-cewek tak mau kalah, berpenampilan persis seperti Cinta dan kawan-kawannya, dan geng-gengpun menjamur dimana-mana. Terlepas dari efek menimbulkan kepribadian palsu bagi remaja waktu itu, AADC menjadi tonggak bangkitnya perfilman indonesia, sebelum kembali berkubang dalam kenistaan gendre hantu jadi-jadian, pocong, dan sejenisnya. terus salah guwe, salah temen-temen guwe?

Oh ya hari ini, 28 Oktober 2013, semua orang memperingatinya sebagai hari Soempah Pemoeda. Jalanan ke kantor macet, entah sableng atau apa, ada sekelompok orang upacara di tengah jalan. sebuah acara musik di TV mempertontontankan lomba membaca Soempah Pemoeda dengan kostum macam-macam. Cuma sejauh itu, sebagian besar dari kita memaknai hari soempah pemoeda, sangat ceremonial, tidak lebih. sementara sekelompok pemuda yang turun ke jalan menuntut keadilan kemudian dikatai goblok. perkara benar dan salah sudah tidak jelas lagi batasnya dimana.

Purnama, aku telah bercerita banyak, kuharap kamu akan menepati janjimu, akan menjadi teman berbagiku.

Regards
Purnama
28 Oktober 2013


2 komentar: