Senin, 20 Mei 2013

Katanya Hari ini "Hari Kebangkitan Nasional"


Bagaimana bisa memaknai kebangkitan nasional dengan hanya bersungut-sungut kelapangan, bermandi peluh, tidak boleh bergerak, kepala harus tegak, dan khusuk mendengar pemimpin upacara membacakan pidato yang isinya entah apa. Bagaimana bisa makna nasionalisme menjadi sesempit itu? Apa otak kita benar-benar sudah pindah ke dengkul?
Mari ke lapangan memperingati hari kebangkitan nasional, berpanas-panas ria tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan para pahlawan kita merebut kemerdekaan. Mari tunjukkan nasionalisme dengan ikut upacara bendera di lapangan.
Tapi disaat yang bersamaan, membiarkan inflasi melambung tinggi dengan kebijakan-kebijakan yang mencekik rakyat, kemiskinan seperti lingkaran setan yang tidak ada jalan keluarnya, menjual tanah yang katanya kaya ini kepada pihak asing dengan dalih untuk investasi, menggerogoti uang Negara untuk kepentingan partai dan pribadi, membuat kontrak karya puluhan tahun dengan pihak asing untuk mengisap sumber daya Negara yang sisa sedikit, membiarkan tanah Borneo “paru-paru dunia” dihancurkan oleh perusahaan multinasional dan domestic melalui perluasan tambang dan pembalakan hutan yang sangat massif, membiarkan tanah papua digerus habis isi perutnya oleh PT Freeport, serta tunduk dan takluk kepada lembaga keuangan Internasional dengan menimbun utang mencapai 2000 triliun. Apa seperti itu bentuk dari kecintaan kita kepada bangsa ini?
Pertanyaannya, apakah bangsa ini benar-benar pernah bangkit dari keterjajahan?
=====
Tanggal 20 Mei kemarin, saya ditugaskan untuk menjadi peserta upacara kebangkitan nasional 20 Mei. Ini bukan pertama kalinya saya mendapatkan durian runtuh menjadi peserta upacara  tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Benar-benar seperti ditimpa durian runtuh, kulit tajamnya mengoyak-ngoyak tubuhku. Halaah. Well, saya ingin menegaskan bahwa saya tidak suka menjadi peserta upacara. Tidak ada yang dihasilkan selain peluh dan bau badan. Ini hanya ceremony yang hampa nilai. Bukan hanya upacaranya yang tidak saya sukai, tapi penunjukannya yang terkesan membully. Selama kamu belum memiliki junior, maka terima saja nasib berpanas-panas ria sampai nyaris pingsan atau pingsan sekalian setiap ada panggilan upacara. Apa institusi ini dihuni oleh geng motor, atau mahasiswa kolot yang sangat patriarki dan senang memanfaatkan junior seenaknya. Mungkin kesannya akan berbeda, jika penunjukkanya adil, dan tidak memanfaatkan junior. hiks
#Curhat  

@ Office 20 Mei 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar