Selasa, 14 Mei 2013

Hitam... Hidup...

Sambil berlari sang bocah hampiri bapak
Tagih janji yang dipesan ketika pergi
Sementara istrinya hanya memandang dengan senyum pasti


Seperti sedang disetrum listrik berkekuatan tinggi, semangatnya langsung membumbung ke ubun-ubun, saat mendengarkan saya menggumamkan lagu Nelayan itu, lirih.

Katanya, "Nelayan" adalah salah satu lagu terbaik Iwan Fals yang tidak banyak dikenal orang. Saat menyanyikan lagu itu, saya bahkan tidak tahu judulnya apa. Beberapa bulan terakhir saya hanya sering mendengarkan lagunya Iwan Fals secara acak saat jogging di Lapangan Banteng tiap hari Jumat.

Dari situ, pembicaraan tentang Iwan Fals berlanjut dan hidup, diselingi cekikikan histerisku yang amat sangat tidak penting. Adam adalah big fans dari Iwan Fals. Saya hanya perlu menyebutkan sedikit saja lirik yang saya tahu, dia langsung bisa menyebutkan judul dan menyanyikannya lengkap dan utuh.

Iwan Fals adalah musisi jenius yang mungkin hanya akan dilahirkan di muka bumi Indonesia yang sakit ini sekali dalam seabad atau mungkin berabad-abad. Kualitas karya-karyanya melampaui zamanya. Efek Rumah Kaca bisa saja kritis memotret kondisi sosial melalui bait lagu dan nada, tapi mereka terlalu mengawang-awang. Beda dengan Iwan Fals, yang mencipta dan menyanyikan lagu dengan sangat jujur, cenderung provokatif, satir, dan yang paling penting tidak berjarak dengan lirik-lirik yang dibuatnya.

Atau jangan-jangan saat menulis lagu dia terlebih dahulu melakukan survey atau penelitian dulu apa yah? Dia pasti tipe pembaca berat.

Iwan Fals sudah melewati banyak hal, manisnya popularitas, sanjungan, celaan, ancaman, nikmatnya memperjuangkan idealisme, menjalani masa muda yang menggebu-gebu, sudah merasakan pasang surutnya hidup. Di masa tuanya, dia memilih lebih banyak berkompromi, termasuk dengan merk kopi yang iklannya tiap hari muncul di TV.

Sampai suatu pagi, terhembus kabar bahwa Iwan Fals meninggal. Jelas Indonesia akan terguncang hebat jika berita itu benar. Untungnya itu masih Hoaks. Tapi cepat atau lambat, saat itu pasti akan datang. Bukankah kematian mutlak akan terjadi bagi mahluk yang bernyawa?

Trus saya mau bilang, lagu ini memang keren :)

Bocah, telanjang dada di pesisir
Tunggu kembalinya bapak tercinta
Yang pergi tebarkan jala di sana
Berjuang di atas perahu tunggakan KUD

Ibu, dengan kebaya yang kemarin

Setia dari balik dapur menanti
Suaminya telah seminggu pergi
Tinggalkan rumah, tinggalkan sejengkal harapan
Langkah waktu lamban, bagai kura-kura
Ikan-ikan datang, mimpi...
Siang ganti malam, tetap sabar
Suamipun pulang, lelah...

Sambil berlari sang bocah hampiri bapak

Tagih janji yang dipesan ketika pergi
Sementara istrinya hanya memandang dengan senyum pasti
Sekilas terlintas hutang-hutang yang membelit
Sang bocah tak peduli, menangis keras tetap tagih janji
Perahu tunggakan KUD belum terbayar
Belum lagi tagihan rentenir sebrang jalan
Nelayan kecil, hasil kecil, nasibpun kecil
Terjerat jala dihantam kerasnya gelombang
Perahu tunggakan KUD belum terbayar

Hitam... Hidup...
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar