Senin, 09 Februari 2015

Music gives Soul to The Universe

Music is moral law. It gives soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination, and charm and gaiety to life and to everything (Plato).

Musik secara naluriah ada pada setiap mahluk. Angin, api, dedaunan, pasir, pun mampu menghasilkan harmonisasi bunyi yang indah, kau bisa saja menyebutnya sebagai musik. Burung, yang sebagian besar bersuara falseto dan tak pernah diajarkan teknik bernyanyi yang benar oleh mamaknya, mampu bersenandung dengan sangat indah, dan kau selalu merindukannya. Suara semilir angin bercumbu dengan desiran ombak, kau mengejarnya, kau bahkan rela menukarnya dengan tabunganmu selama setahun. Musik, saat dia menghentakmu, alih-alih merasakan sakit, kau malah menikmatinya dan ketagihan. Musik, adalah sahabat yang tahu kapan dia dibutuhkan, di saat kau merasa sedih, atau sebaliknya. Musik dan lagu, memiliki memorinya masing-masing, kau tidak perlu repot-repot mengingatnya, kau hanya perlu merasakannya.

Inikah Cinta, lagu R&B yang dinyanyikan oleh ME dan sangat hits di era 90an, bagiku lagu itu tidak hanya ngehits dimasanya, dia memiliki kenangan yang kuat yang mengingatkanku pada masa-masa SD dulu. Di belakang sekolah dekat kompleks perumahan, setiap sore saya dan sahabat kecil saya Irma, di atas pohon jeruk, kami bertengger di sana, bersahut-sahutan, inikah rasanya cinta, oh inikah cinta, cinta pada jumpa pertama, ah, ah, ah. Kami sangat menguasai lagu itu, sampai cengkok-cengkoknya, sekiranya lagu R&B punya cengkok.

Shape of My Heart-nya Backstreet Boys, saat itu, saya masih SMP dan setengah mati suka sama lagu itu, dan ingin menghapalnya. Tapi, saat itu saya belum bisa bertanya pada om google, saya belum pula tahu cara mengakses internet, kasetnya juga tidak punya, akhirnya saya hanya bisa mengandalkan pendengaran yang pas-pasan, mencatatnya, yang penting pelafalannya kedengaran mirip setidaknya mimik mulutnya rada-rada mirip, ya sudah itu saja.

Padi, Tak Hanya Diam, mengingatkanku pada seorang lelaki yang katanya penyiar radio, saya tak mengingat bagaimana kami bisa kenalan, dia hanya tiba-tiba sering curhat via telpon mengenai keluarganya dan Bapaknya yang terkena kanker yang akhirnya meninggal. Saat itu Padi baru-baru rilis video klip Tak Hanya Diam, dan sering menjadi bahan obrolan kami jika bosan curhat soal keluarganya. :D

NOFX, lagu-lagu punk, metal, underground, yang gebukan drumnya memekakkan telinga, tak ada lain, akan mengingatkan saya pada Kurt Kobokan. Si cowok bringas dan pemalu itu, menanam banyak memori di kepalaku melalui lagu keras. Dia pula yang memperkenalkan Sigur Ros melalui film Heima.

Gery, dia memengaruhi alam bawa sadar saya melalui lagu-lagu, seberapapun kerasnya saya menolaknya. Dia tidak hanya memaksa saya mendengar ulang lagu-lagu the beatles, blur, Radiohead, Silverchair, The Strokes, Weezer, oasis, coldplay, The Simth, Duran-Duran, Incubus, dll, dia juga punya segudang cerita soal sejarah dan personel band-band itu sendiri.


Dan, kurasa setiap orang punya cara sendiri memperlakukan lagu-lagu kesukaannya. Saya memperlakukannya sama seperti menyimpan baju di lemari pakaian. Ada baju untuk ke kantor, baju buat olahraga, baju buat ke kondangan, baju buat ke rumah nenek dan tante-tante, baju buat traveling, baju buat tidur, dan lain-lain. 

Saya menyimpan Frente, Zee Avi, Miskha Adam, Death Cab for Cuties, Aditya Sofian, Eisley, Sarah Mclachan, Dido, Alanis Morrisette, Naif, Chrisye, The Innocence Mission, di folder pengantar tidur. Lalu saya meletakkan Air Suplay, Duran duran, The Strokes, Keane, Morrisey, The Vines, Eddie Vedder, Cold Play di keranjang penyemangat saat olahraga. Saat karaoke, saya hanya perlu memanggil lagu-lagu hitsnya Beyonce, Sia, Rihana, Reza Artamevia, Christina Aguilera, dan semacamnya. Saat me time di kamar, atau lagi jalan di trotoar jalan raya, saya akan memanggil Oasis, Cold Play, Sore, The Strokes, The Vines, Iwan Fals, Incubus, Payung Teduh, Radiohead, Blur, dan teman-temannya.

Kau tentu punya baju favorit. Meskipun sudah usang, kau tetap saja memakainya kemana-mana, ke pasar, ke kampus, nongkrong di kafe, ke kantor, bersantai di rumah, kemanapun kau nyaman memakainya. Lagu pun begitu, kau tentu punya lagu/album andalan yang punya posisi tersendiri di hati dan kepalamu, tak peduli semasif apapun gempuran musik baru yang datang. Saya memiliki Don't Crying Your Heart Out-nya Oasis, Bed Shaped-nya keane, Trouble The Scientist Yellow Shiver-nya Coldplay, Ordinary World Duran duran, Merintih Perihnya Sore, Pengobral Dosa dan Nelayannya Iwan Fals, ah banyaaak.

Hanya dengan musiklah, saya bisa merasa menjadi manusia terkeren di dunia. Saya memiliki ritual, menyumpal telinga saya dengan headset, dan memutar lagu-lagu dari folder berjalan di trotoar, seolah-olah ada kamera tepat di depan wajah saya, sekali-kali jangan pernah diganggu, saya sedang menyelesaikan syuting video klip teranyer abad ini. Mirip seperti yang dilakukan oleh Chris Martin dalam video klip Yellownya di pinggir pantai. Saya sungguh merasa sangat keren. hahaha

Oleh sebuah lembaga survei di Amerika Serikat, menurut hasil penelitiannya, selera Musik mencerminkan kepribadian dan tingkat kecerdasan seseorang, dan yang menyedihkan mereka mengklaim orang-orang yang menyukai Beyonce adalah kelompok orang-orang bodoh. jleeeeeb. Suka sama Nicky Minaj, Miley Cyrus, Selena Gomes, haha kau akan dianggap keterbelakangan mental mungkin...

Sejujurnya, saya kurang sepakat dengan hasil penelitian itu, terlalu menjeneralisir! Masih masuk akal, jika menghubungkan selera musik dengan tingkat pengetahuan. Suku Anak Dalam Jambi, sangat tidak adil jika kau menganggap mereka bodoh hanya karena mereka tidak tahu lagunya John Legend. Tetangga saya yang sangat doyan dangdut koplo, tak bisa kau klaim IQ jongkok hanya karena mereka cuma tahu lagu pacar lima langkah, sakitnya tuh di sini, janda tujuh kali, dan hamil duluan. Karena mereka tidak membaca, tidak mencari tahu, tidak punya akses secara ekonomi untuk tahu, tidak sekolah, yang menyebabkan mereka tidak tahu, bukan karena bodoh! Tapi bisa jadi, orang-orang cerdas, juga memiliki selera musik yang tinggi, lihat saja Einstein dan Stephen Hawking, selain menyukai Mozart, mereka juga membuat lagu dan melodi sendiri. 

Grammy Awards 2015 baru saja digelar. Saya tidak begitu peduli dengan pemenang-pemenangnya, toh itu dibuat berdasarkan konsensus, dan tidak bisa lepas dari namanya subjektivitas. Saya hanya senang nonton permonces dalam acara itu. Grammy tahun ini, openingnya mantap sekali, Pharel William kembali memukau dengan happynya (tahun lalu dia juga menyanyikan lagu yang sama), Sia keren, dan ditutup dengan Glory oleh Jhon Legend. Ingatan saya belum bisa lepas dari performance paling dahsyat di perhelatan Grammy tahun 2014, Imagine Dragons dan Kendrick Lamar, membawakan, Radio Active. Saya sudah nonton video ini berkali-kali, dan masih saja terkagum-kagum. Performance mereka perfect, epic, menghentak, memesona, hidup!


Yang saya tunggu-tunggu dari Grammy Awards tahun ini adalah SIA, saya masih berharap dia mau bernyanyi layaknya penyanyi lain, dari pada hanya mempertontonkan wignya blondenya. Tapi bukan SIA namanya kalau dia biasa saja. Masih nyentrik seperti biasa, dia menyanyi menghadap ke dinding membelakangi penonton, dia percaya sepenuhnya kepada bocah berusia 12 tahun Maddie Ziegler dengan tariannya yang luar biasa keren. Saya tak mengerti tari, tapi tiap kali melihat tarian dalam setiap performance SIA, saya bisa merasakan tarian itu hidup, dan mencengangkan. Berikut salah satu performance SIA yang menakjubkan.

 

Oke, demikian dulu ulasan musik narsis alakadarnya ini. Banjir mengepung dari segala penjuru. Semua menjadi latah, lebai, panik, dan saling menyalahkan. Mari pulang...

9 Februari 2015
@office
Backsound:breaking news menyoal banjir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar