Sabtu, 16 Februari 2013

Resensi Buku "Muslihat Kapitalis Global Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS"


Dulu saya sangat benci sama yang namanya rokok terlebih asap dan baunya. Sekarangpun masih, cuma saja porsinya sudah berbeda. Jika dulu membencinya secara membabi buta, sekarang kebencian saya terhadap rokok lebih bijaksana. Sebijaksana teman saya Adam yang tidak ingin memaksakan cintanya kepada Hawa. Halahhh. Tapi ini serius, dua rius malah!
Kebencian saya terhadap rokok sangatlah beralasan. Bayangkan, bayangkan, coba bayangkan! Eh saya belum menyebutkan apa yang harus dibayangkan yah. heeeee. Baiklah, bayangkan, bagaimana mabok dan sakaunya saya, hampir setiap hari selama setahun lebih, berada di dalam ruangan berukuran 2 kali 5 meter yang sesak oleh pria-pria dengan asap rokok mengepul-ngepul keluar dari mulut yang mungkin tidak di sikat berhari-hari. Pria-pria itu benar-benar bebal terhadap omelan, umpatan, dan cucuran air mata. Mereka tak punya hati. Jangan bicara soal moralitas, tidak akan mempan beleeehh, kenikmatan nikotin itu mengalahkan segalanya.
Sampai suatu waktu saya dan beberapa teman wanita saya yang jumlahnya tidak lebih dari satu tangan jika dihitung jari membuat satu gerakan. Gerakan yang muncul akibat keputusasaan tak terperihkan. Gerakan Perempuan Menggugat namanya. Dinding ruang Che itu kami penuhi dengan selebaran protes, tuntutan, ancaman, dan artikel singkat tentang bahaya perokok aktif dan pasif. Apakah gerakan ini membuahkan hasil? Nonsense!
Yang ada gerombolan sikerempeng dan siberat itu malah balik menceramahi bahwa gerakan anti rokok tidak hanya dilandasi oleh wacana kesehatan semata. Ada dimensi lain yang mempengaruhinya, yaitu ekonomi-politik. Ada kepentingan besar dibalik itu semua. Bersikap kritislah sedikit!
Saat itu, tak ada satupun penjelasan mereka yang masuk ke otak dan akalku. Kebencianku terhadap asap rokok tidak bisa di interupsi oleh alasan dan penjelasan apapun. Pokoknya tidak mentong! Saya benar-benar muak dan ingin muntah dengan asap rokok itu. itu sudah!
Seiring berjalannya waktu, genderang perang terus ditabuh. Kami terus protes, mereka si para pecandu tak bergeming. Sampai kami semua harus berpisah.
Setelah bertahun-tahun lewat, saya iseng-iseng membeli buku berjudul Muslihat Kapitalis Global Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS, yang dituliskan oleh Okta Pinanjaya dan Waskito Giri S, terbitan Indonesia Berdikari. setelah membaca buku ini, tabir itu mulai terbuka. oh ternyata seperti itu tohhhh percaturan kepentingan dibalik isu anti rokok ini.
Buku ini mencoba mengupas tuntas masalah ambiguitas dan keganjilan atas wacana anti rokok-global. Mengapa isu anti rokok begitu gencar didengung-dengungkan? Kampanye anti rokok bahkan sudah sangat sistematis memasuki ranah instrument regulasi. Ada apa dibalik semua itu? Betulkah kampanye anti rokok murni hanya karena alasan kesehatan, ataukah ada kepentingan lain dibalik semua itu? Buku ini mengajak kita untuk melihat celah itu lebih jeli dengan menyajikan data-data dan hubungan-hubungan atas setiap kejadian terkait kampanye anti rokok secara global. Tidak hanya itu, Waskito dan Okta juga memaparkan sejarah persekutuan antara lembaga pendidikan/penelitian dengan para penguasa/pemilik modal untuk menghasilkan suatu monopoli ekonomi.
Saya pikir saya harus menulis resensinya. Setidaknya ini akan memberikan persepsi lain tentang kampanye anti rokok kepada saya, dan juga kepada orang-orang yang membaca tulisan ini yang mungkin tidak punya kesempatan membaca bukunya. Saya akan mereviewnya secara acak. Maklum saya agak acak-acakan orangnya. ehhh
=========
Di bagian penutup penulis menyampaikan bahwa industry kretek NASIONAL merupakan bagian dari kebesaran bangsa Indonesia. Pembangunan di bumi nusantara tidak lepas dari sumbangan pendapatan Negara yang dihasilkan dari Industri ini. Pada tahun 2011 cukai rokok menyumbangkan 6 persen bagi APBN yaitu sebesar Rp62,8 triliun, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan industri pertambangan yang hanya mencapai Rp13,7 triliun. Sedikit koreksian saja, Rp13,7 triliun itu bukan dari pertambangan, tapi Penerimaan Negara Bukan Pajak Nonmigas yang terdiri dari pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas bumi.

Indonesia masuk ke dalam 10 besar Negara penghasil tembakau di dunia, seharusnya memiliki peluang untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, tekanan yang dihasilkan oleh kampanye anti tembakau global malah menurunkan peluang Indonesia dan meningkatkan peluang kompetitor Negara lainnya. Ini terbukti dengan di akuisisinya beberapa perusahaan Tembakau Indonesia oleh perusahan multinasional. Sebagai contoh PT HM Sampoerna TBK produsen merek rokok A Mild, Sampoerna Kretek, dan Dji Sam Soe diakusisi oleh Philip Morris (Amerika) dan PT Bentoel International Investama produsen merek rokok sejati, Star Mild, Tali jagat, Bintang Buana, dan Uno Mild diakuisisi oleh BAT (Inggris). Sebagai gantinya, rakyat Indonesian hanya diberikan tempat sebagai buruh dalam sistem kapitalisasi korporasi dan terjebak dalam segala persoalan kesejahteraan serta retorika ketergantungan kaum terjajah.
Kretek dalam sejarahnya justru telah berperan sebagai obat mujarab (kretek adalah rokok khas Indonesia, terbuat dari tembakau dicampurkan dengan cengkih, berbeda dengan rokok putih yang hanya berbahan baku tembakau saja). Banyak pengakuan langsung dari masyarakat bahwa mereka mengonsumsi kretek sejak mereka bau kencur sampai uzur, tapi mereka sehat-sehat saja. Ini juga dikuatkan oleh sebuah riset yang dilakukan oleh Gretha dan Sutiman bahwa asap kretek bisa digunakan untuk pengobatan kanker. selain itu berdasarkan hasil riset Eustace Mullins ditemukan bahwa penyakit kanker tidak ditemukan dalam catatan pengobatan tradisional, sementara tembakau/rokok sudah dikonsumsi masyarakat dunia sudah berabad-abad lamanya. Penyakit kanker baru disebut-sebut bertanggung jawab terhadap penyebab kematian manusia setelah terjadinya revolusi industri. Penyebab penyakit kanker berasal dari kegiatan industri yang meningkat, merkuri dan senyawa-senyawa logam berat berbahaya yang mencemari semua sumber daya hidup manusia modern. Saya pikir ini bukan sekedar bualan, bisa kita cek di desa-desa yang jauh dari industry/pabrik. Masyarakatnya sehat-sehat dan bugar meskipun sudah tua, tidak banyak penyakit yang bisa ditemukan di sana. Sebagian besar dari mereka adalah ahli hisap alias perokok, alih-alih mengidap bermacam-macam penyakit seperti yang diidap kebanyakan masyarakat modern, mereka bahkan bisa hidup sampai ratusan tahun dengan kondisi dan vitalitas yang prima.
Lantas bagaimana dengan hasil riset yang digembar-gemborkan oleh aktivis anti tembakau belakangan ini? 
Dalam Bab pertama, penulis memaparkan catatatan sejarah bahwa Pertentangan mengenai penggunaan dan bahaya tembakau muncul sejak tahun 1559. Saat itu banyak kegiatan-kegiatan ilmiah yang menyimpulkan bahwa tembakau sebagai sumber daya alami yang bermanfaat bagi pengobatan medis. Hingga 50 tahun berikutnya muncul publikasi tandingan yang menganggap tembakau berbahaya bagi kesehatan. Pelarangan penggunaan tembakau diberlakukakn oleh Paus Urban VII, inggrish, Cina, Korea, Jepang, Jerman dan merebak kemana-mana. Akan tetapi belakangan sejumlah peneliti mengungkapkan riset ilmiah tersebut tidak bebas dari kepentingan. Di Jerman, tembakau diidentifikasi sebagai ciri khas kulit merah (Indian) sehingga mengkonsumsinya dianggap akan mencemarkan ras kulit putih (bangsa Jerman). Sementara di Inggrish pelarangan merokok disebabkan oleh kepentingan politik dan keluhan para ahli pengobatan di Inggrish bahwa tembakau telah digunakan sebagai pengobatan tanpa resep dari mereka.
Kebijakan anti tembakau semakin menguat ketika pada Mei 1995 muncul wacana membentuk hukum internasional pengendalian tembakau. Wacana tesebut menghasilkan resolusi World Health Assembly yang belakangan menghasilkan kesepakatan internasional yang dikenal dengan Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC diprakarsai oleh WHO dengan pelopor utamanya Amerika serikat pada tahun 2003. Melalui FCTC ini kapitalisme global (perusahaan multinasional farmasi) menetapkan semacam ketentuan standar produk internasional terhadap produk olahan tembakau. Dampaknya adalah perusahaan-perusahaan rokok lokal menengah dan kecil ambruk akibat tidak sanggup memenuhi ketentuan skema cukai tinggi. Bersamaan dengan itu, disisi lain terbukalah pangsa pasar perusahaan-perusahaan multinasional rokok asing melakukan ekpansi pasar, baik melalui akuisisi maupun merger. Selain itu muncul pula fakta lain, kampanya anti rokok menciptakan rasa takut terhadap bahaya merokok. Terror ini kemudian menghasilkan demand bagi kebutuhan untuk  menghadapi rasa takut tersebut. Industri Farmasi kemudian masuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut dengan berjualan Nicotin Replacement Therapy (NRT). Cantik sekali.
Siapakah yang begitu pandai melihat dan menciptakan peluang ekonomi ini? Sejujurnya saya agak kesulitan menghubung-hubungkan apalagi meringkas apa yang disebut si Penulis sebagai selingkuh industri farmasi dengan perusahaan rokok AS. Membacanya seperti memasuki labirin-labirin yang yang tak ketahuan dimana ujung pangkalnya. Tapi, sembari berenang mari tangkap ikan sekalian. Sepertinya dengan menulisnya akan membantu saya untuk memahaminya. Oke let’s try!
======
Bloomberg, ada yang bisa menebak siapa dia? Yep, dia adalah walikota New York selama tiga periode berturut-turut. Bloomberg adalah figur filantropis papan atas Amerika Serikat dengan kepemilikannya sebesar 88 persen di Bloomberg LP dan mencetak pendapatan US$ 6,9 miliar (2010). Bloomberg adalah seorang liberal. Setelah menjabat sebagai wali kota, dia melegalkan aborsi, perkawinan sesame jenis dengan dasar filosofi pro-choice. Tetapi ada satu kebijakannya yang malah bertentangan dengan dasar filosofi yang dianutnya dengan menggencarkan gerakan anti rokok.  Melegalkan aborsi dan perkawinan sejenis, tetapi melarang kegiatan merokok. What a joke!
Tidak hanya berhenti di di New York.  Bloomberg juga menginvestasikan dananya untuk Bloomberg inititive to reduce tobacco usegrants program (bekerjasama dengan Bill Gate) mencapai US$ 500 juta. Dana itu digunakan untuk menyokong gerakan global anti tembakau ke seluruh dunia. Dana tersebut dikelola oleh lima mitra salah satunya John Hopkins University School of Public Healt (Baltimore). Bloomberg initiative telah beroperasi di 50 negara termasuk Indonesia. Agenda utamanya adalah memaksimalkan kapasitas gerakan anti tembakau dalam mengintervensi kebijakan pengendalian tembakau di Negara-negara  sasaran sesuai dengan konvensi kerangka pengendalian tembakau (FCTC). Bloomberg initiative diimplementasikan dalam bentuk pembiayaan proyek advokasi bagi lembaga-lembaga, baik lembaga Negara maupun lembaga swadaya masyarakat.
Sampai disini, saya menyadari selama ini berada dalam pusaran kampanye tersebut.
Apa peran Jhon Hopkins University (JHU)?
JHU adalah universitas berbasis riset dan pengembangan yang paling banyak dijadikan sebagai sumber referensi oleh banyak peneliti dunia, khususnya di bidang kesehatan. Peringkatnya berada diurutan ke tiga setelah Harvard University dan Max Plank Society. Riset di JHU didukung oleh para lulusannya yang menguasai indutri dan modal dunia, diantaranya Robert Wood Johnson (pendiri perusahaan farmasi Johnson-Johnson), Bill Gates (Pendiri teknologi raksasa mikrosoft dan Bill & Melinda Gates Foundation), lalu Michael Bloomberg (Pemilik Perusahaan raksasa media dan layanan data keuangan Bloomberg LP), dan yang paling mendominasi Rockefeller Foundotioan (RF). RF adalah penguasa modal paling kuat di Amerika Serikat. Bisnisnya memonopoli seluruh kegiatan produksi dan perdagangan minyak di AS melalui Standard Oil Trust. Ini adalah korporasi dalam korporasi yang mengoperasikan 41 perusahaan minyak dan menguasai hampir 90 persen operasi kilang minyak dunia.
Dipelopori oleh RF, para lulusan JHU tersebut mendirikan John Hopkins University Bloomberg School of Public Health yang kemudian menjadi mesin utama dalam perang global anti tembakau. Selanjutnya RF bekerjasama dengan seorang bankir paling berpengaruh di AS John Pierpont Morgan (J.P Morgan). Duet raksasa ini (Rockefeller-Morgan)  kemudian memonopoli hampir semua industry yang tumbuh di AS termasuk indutri farmasi.
Sepak terjang RF dalam menempatkan monopoli bisnisnya sungguh luar biasa.  Pada tahun 1963 RF berada dibelakang gerakan anti perdukunan. Perdukunan yang dimaksud adalah praktek medis yang sekarang ini disebut pengobatan alternative. Pengobatan yang menggunakan metode tradisional dan berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam hayati. Diantaranya pemijatan, tusuk jarum, jamu-jamuan, serta pengobatan alternative kanker. setelah sukses mengganti rezim pengobatan alternative  dengan pengobatan modern. RF kemudian memegang kendali medis dan kesehatan melalui gerakan perang melawan kanker dengan berjualan prosedur kemoterapi  dan obat-obatan keras untuk mengobatan kanker. Siapa diuntungkan dari peralihan ini? siapa lagi kalau bukan industry farmasi imperium Rockefeller-Morgan.
Kini pondasi nilai-nilai yang dibangun aliansi kekuasaan Rockefeller-Morgan dikendalikan oleh David Rockefeller Jr. selain menjadi pimpinan dewan yayasan RF, David juga menjadi CEO di Jp. Morgan Chase, imperium keuangan paling berpengaruh di dunia.
Nah disinilah benang merahnya terlihat. Persekutuan Rockefeller-Morgan itulah yang menjadi pendukung utama Bloomberg ketika dia maju bertarung untuk ketiga kalinya dalam pemilihan wali kota New York. Berdasarkan peraturan Dewan Kota New York, seorang wali kota hanya bisa menjabat selama 2 periode berturut-turut. Akan tetapi dengan semua jaringan dan sokongan dana yang dimilikinya, Bloomberg berhasil melobi semua pihak terkait untuk merubah peraturan tersebut, dan kembali duduk untuk ke tiga kalinya di kursi wali kota New York.
Bloomberg dengan Bloomberg LP berperan sebagai garda depan yang mengarahkan kecenderungan ekonomi dunia lewat informasi dan data yang didistribusikan melalui jaringan media. Rockefeller bersama Jp.Morgan Chase dan RF mengelola proses kapitalisasi potensi yang ada untuk meningkatkan keuntungan sekaligus mengedalikan trend dunia. Sementara JHU, menjadi mitra sindikasi Rockefeller-Morgan, berperan sebagai otoritas yang mengendalikan rasionalitas dalam rangka ilmiah untuk menggerakkan perspektif berpikir yang sesuai  dengan arus kepentingan mereka. Bersama sindikasi dan jaringan otoritas ilmiahlain yang berada di bawah pengaruh Rockefeller, mereka telah menjelma menjadi suatu kekuatan atas kebenaran yang tidak terbantahkan.
Begitu Analisanya Bapak Okta Pinanjaya dan Waskito Giri dalam bukunya tersebut.
Akhirnya ujung dari labirin itu sudah nampak. Semoga ini bisa menjadi pencerahan bagi kita semua. Meskipun demikan, membaca buku ini tidak serta merta mengurangi kebencianku terhadap asap rokok. Akan tetapi alasan ketidaksukaanku tidak lagi membabi buta. Bukan perkara mudah menyuruh semua orang disekeliling kita berhenti merokok apalagi mendukung penutupan pabrik-pabrik rokok lokal dan kecil. Di sana ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya. Toh bahaya akan tembakau masih menjadi bahan perdebatan. Kalau kata Dr. Hi. MS. Kaban, SE. M.Si (alamaaaak titelnya banyak amat) dalam pengantar buku tersebut , ada kompleksitas persoalan dalam isu tembakau yang tidak mudah kita reduksi dan sederhanakan dalam logika “hitam-putih”.
Begitcuuuuuuu…. 
Judul Buku                    : Muslihat Kapitalis Global; Selingkuh Industri Farmasi Dengan Perusahaan Rrokok AS ( REVISI )
Author                           : Okta Pinanjaya & Waskito Giri Sasongko
Publisher
                      : Pustaka Ea
Bulan/tahun terbit      : Oktober 2012
Group/Kategori
          : Book Non Fiksi
Sub Group 
                  : Politik
Jumlah halaman         : 197 hal








Sabtu, 16 Februari 2013
Backsound: lagu andalan saat ini “Evensong (The Innocence Mission)”

2 komentar:

  1. Banyak teori2 konspirasi. Teori yg pro perokok maupun yg kontra. Kalau buku ini cenderung pro perokok ada juga yg mengatakan sebaliknya. Kalau menurut saya justru perusahaan rokoklah yg telah mengalihkan modalnya bermilyar-milyar dolar dari Amerika dan Eropa ke negara2 berkembang seperti Indonesia, contohnya dengan pembelian saham perusahaan rokok PT. X oleh Philip Morris

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, disitulah letak kecerdikan mereka, tekanan kampanye anti rokok ini, lambat laun melibas habis industri rokok kecil dan rumah tangga di negera-negara berkembang, namun disisi lain mereka mengambil alih industri rokok besar seperti yang dilakukan Philip Moris, yang artinya apa? mereka menginginkan monopoli industri rokok yang paripurna. tidak hanya itu, diwaktu yang bersamaan mereka melakukan ekspansi perusahaan farmasi besar2an dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat mencounter diri dari bahaya/efek rokok.

      Hapus