Dulu saya sangat benci sama yang namanya rokok terlebih asap dan
baunya. Sekarangpun masih, cuma saja porsinya sudah berbeda. Jika dulu
membencinya secara membabi buta, sekarang kebencian saya terhadap rokok lebih
bijaksana. Sebijaksana teman saya Adam yang tidak ingin memaksakan cintanya
kepada Hawa. Halahhh. Tapi ini serius, dua rius malah!
Kebencian
saya terhadap rokok sangatlah beralasan. Bayangkan, bayangkan, coba bayangkan!
Eh saya belum menyebutkan apa yang harus dibayangkan yah. heeeee. Baiklah, bayangkan,
bagaimana mabok dan sakaunya saya, hampir setiap hari selama setahun lebih,
berada di dalam ruangan berukuran 2 kali 5 meter yang sesak oleh pria-pria
dengan asap rokok mengepul-ngepul keluar dari mulut yang mungkin tidak di sikat
berhari-hari. Pria-pria itu benar-benar bebal terhadap omelan, umpatan, dan
cucuran air mata. Mereka tak punya hati. Jangan bicara soal moralitas, tidak
akan mempan beleeehh, kenikmatan nikotin itu mengalahkan segalanya.
Sampai
suatu waktu saya dan beberapa teman wanita saya yang jumlahnya tidak lebih dari
satu tangan jika dihitung jari membuat satu gerakan. Gerakan yang muncul akibat
keputusasaan tak terperihkan. Gerakan Perempuan Menggugat namanya. Dinding
ruang Che itu kami penuhi dengan selebaran protes, tuntutan, ancaman, dan
artikel singkat tentang bahaya perokok aktif dan pasif. Apakah gerakan ini
membuahkan hasil? Nonsense!
Yang ada
gerombolan sikerempeng dan siberat itu malah balik menceramahi bahwa gerakan
anti rokok tidak hanya dilandasi oleh wacana kesehatan semata. Ada dimensi lain
yang mempengaruhinya, yaitu ekonomi-politik. Ada kepentingan besar dibalik itu
semua. Bersikap kritislah sedikit!
Saat itu,
tak ada satupun penjelasan mereka yang masuk ke otak dan akalku. Kebencianku
terhadap asap rokok tidak bisa di interupsi oleh alasan dan penjelasan apapun. Pokoknya
tidak mentong! Saya benar-benar muak dan ingin muntah dengan asap rokok itu.
itu sudah!
Seiring berjalannya
waktu, genderang perang terus ditabuh. Kami terus protes, mereka si para
pecandu tak bergeming. Sampai kami semua harus berpisah.
Setelah
bertahun-tahun lewat, saya iseng-iseng membeli buku berjudul Muslihat
Kapitalis Global Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS, yang dituliskan oleh Okta Pinanjaya dan Waskito Giri S, terbitan Indonesia Berdikari. setelah membaca buku ini, tabir itu mulai terbuka. oh ternyata seperti itu tohhhh percaturan kepentingan dibalik isu anti rokok ini.
Buku ini
mencoba mengupas tuntas masalah ambiguitas dan keganjilan atas wacana anti
rokok-global. Mengapa isu anti rokok begitu gencar didengung-dengungkan? Kampanye
anti rokok bahkan sudah sangat sistematis memasuki ranah instrument regulasi.
Ada apa dibalik semua itu? Betulkah kampanye anti rokok murni hanya karena
alasan kesehatan, ataukah ada kepentingan lain dibalik semua itu? Buku ini
mengajak kita untuk melihat celah itu lebih jeli dengan menyajikan data-data
dan hubungan-hubungan atas setiap kejadian terkait kampanye anti rokok secara
global. Tidak hanya itu, Waskito dan Okta juga memaparkan sejarah persekutuan
antara lembaga pendidikan/penelitian dengan para penguasa/pemilik modal untuk
menghasilkan suatu monopoli ekonomi.
Saya
pikir saya harus menulis resensinya. Setidaknya ini akan memberikan persepsi
lain tentang kampanye anti rokok kepada saya, dan juga kepada orang-orang yang
membaca tulisan ini yang mungkin tidak punya kesempatan membaca bukunya. Saya
akan mereviewnya secara acak. Maklum saya agak acak-acakan orangnya. ehhh
=========
Di bagian
penutup penulis menyampaikan bahwa industry kretek NASIONAL merupakan bagian
dari kebesaran bangsa Indonesia. Pembangunan di bumi nusantara tidak lepas dari
sumbangan pendapatan Negara yang dihasilkan dari Industri ini. Pada tahun 2011
cukai rokok menyumbangkan 6 persen bagi APBN yaitu sebesar Rp62,8 triliun, jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan industri pertambangan yang hanya mencapai
Rp13,7 triliun. Sedikit koreksian saja, Rp13,7 triliun itu bukan dari pertambangan, tapi Penerimaan Negara Bukan Pajak Nonmigas yang terdiri dari pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas bumi.
Indonesia masuk ke dalam 10 besar Negara penghasil tembakau di dunia, seharusnya memiliki peluang untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, tekanan yang dihasilkan oleh kampanye anti tembakau global malah menurunkan peluang Indonesia dan meningkatkan peluang kompetitor Negara lainnya. Ini terbukti dengan di akuisisinya beberapa perusahaan Tembakau Indonesia oleh perusahan multinasional. Sebagai contoh PT HM Sampoerna TBK produsen merek rokok A Mild, Sampoerna Kretek, dan Dji Sam Soe diakusisi oleh Philip Morris (Amerika) dan PT Bentoel International Investama produsen merek rokok sejati, Star Mild, Tali jagat, Bintang Buana, dan Uno Mild diakuisisi oleh BAT (Inggris). Sebagai gantinya, rakyat Indonesian hanya diberikan tempat sebagai buruh dalam sistem kapitalisasi korporasi dan terjebak dalam segala persoalan kesejahteraan serta retorika ketergantungan kaum terjajah.
Indonesia masuk ke dalam 10 besar Negara penghasil tembakau di dunia, seharusnya memiliki peluang untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, tekanan yang dihasilkan oleh kampanye anti tembakau global malah menurunkan peluang Indonesia dan meningkatkan peluang kompetitor Negara lainnya. Ini terbukti dengan di akuisisinya beberapa perusahaan Tembakau Indonesia oleh perusahan multinasional. Sebagai contoh PT HM Sampoerna TBK produsen merek rokok A Mild, Sampoerna Kretek, dan Dji Sam Soe diakusisi oleh Philip Morris (Amerika) dan PT Bentoel International Investama produsen merek rokok sejati, Star Mild, Tali jagat, Bintang Buana, dan Uno Mild diakuisisi oleh BAT (Inggris). Sebagai gantinya, rakyat Indonesian hanya diberikan tempat sebagai buruh dalam sistem kapitalisasi korporasi dan terjebak dalam segala persoalan kesejahteraan serta retorika ketergantungan kaum terjajah.
Kretek
dalam sejarahnya justru telah berperan sebagai obat mujarab (kretek adalah
rokok khas Indonesia, terbuat dari tembakau dicampurkan dengan cengkih, berbeda
dengan rokok putih yang hanya berbahan baku tembakau saja). Banyak pengakuan
langsung dari masyarakat bahwa mereka mengonsumsi kretek sejak mereka bau
kencur sampai uzur, tapi mereka sehat-sehat saja. Ini juga dikuatkan oleh sebuah
riset yang dilakukan oleh Gretha dan Sutiman bahwa asap kretek bisa digunakan
untuk pengobatan kanker. selain itu berdasarkan hasil riset Eustace Mullins
ditemukan bahwa penyakit kanker tidak ditemukan dalam catatan pengobatan
tradisional, sementara tembakau/rokok sudah dikonsumsi masyarakat dunia sudah
berabad-abad lamanya. Penyakit kanker baru disebut-sebut bertanggung jawab
terhadap penyebab kematian manusia setelah terjadinya revolusi industri.
Penyebab penyakit kanker berasal dari kegiatan industri yang meningkat, merkuri
dan senyawa-senyawa logam berat berbahaya yang mencemari semua sumber daya
hidup manusia modern. Saya pikir ini bukan sekedar bualan, bisa kita cek di
desa-desa yang jauh dari industry/pabrik. Masyarakatnya sehat-sehat dan bugar
meskipun sudah tua, tidak banyak penyakit yang bisa ditemukan di sana. Sebagian
besar dari mereka adalah ahli hisap alias perokok, alih-alih mengidap bermacam-macam
penyakit seperti yang diidap kebanyakan masyarakat modern, mereka bahkan bisa
hidup sampai ratusan tahun dengan kondisi dan vitalitas yang prima.
Lantas
bagaimana dengan hasil riset yang digembar-gemborkan oleh aktivis anti tembakau
belakangan ini?
Dalam Bab
pertama, penulis memaparkan catatatan sejarah bahwa Pertentangan mengenai
penggunaan dan bahaya tembakau muncul sejak tahun 1559. Saat itu banyak
kegiatan-kegiatan ilmiah yang menyimpulkan bahwa tembakau sebagai sumber daya
alami yang bermanfaat bagi pengobatan medis. Hingga 50 tahun berikutnya muncul
publikasi tandingan yang menganggap tembakau berbahaya bagi kesehatan.
Pelarangan penggunaan tembakau diberlakukakn oleh Paus Urban VII, inggrish,
Cina, Korea, Jepang, Jerman dan merebak kemana-mana. Akan tetapi belakangan
sejumlah peneliti mengungkapkan riset ilmiah tersebut tidak bebas dari
kepentingan. Di Jerman, tembakau diidentifikasi sebagai ciri khas kulit merah
(Indian) sehingga mengkonsumsinya dianggap akan mencemarkan ras kulit putih
(bangsa Jerman). Sementara di Inggrish pelarangan merokok disebabkan oleh
kepentingan politik dan keluhan para ahli pengobatan di Inggrish bahwa tembakau
telah digunakan sebagai pengobatan tanpa resep dari mereka.
Kebijakan
anti tembakau semakin menguat ketika pada Mei 1995 muncul wacana membentuk
hukum internasional pengendalian tembakau. Wacana tesebut menghasilkan resolusi
World Health Assembly yang belakangan menghasilkan kesepakatan internasional yang
dikenal dengan Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau/Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC diprakarsai
oleh WHO dengan pelopor utamanya Amerika serikat pada tahun 2003. Melalui FCTC
ini kapitalisme global (perusahaan multinasional farmasi) menetapkan semacam
ketentuan standar produk internasional terhadap produk olahan tembakau. Dampaknya
adalah perusahaan-perusahaan rokok lokal menengah dan kecil ambruk akibat tidak
sanggup memenuhi ketentuan skema cukai tinggi. Bersamaan dengan itu, disisi
lain terbukalah pangsa pasar perusahaan-perusahaan multinasional rokok asing
melakukan ekpansi pasar, baik melalui akuisisi maupun merger. Selain itu muncul
pula fakta lain, kampanya anti rokok menciptakan rasa takut terhadap bahaya
merokok. Terror ini kemudian menghasilkan demand
bagi kebutuhan untuk menghadapi rasa
takut tersebut. Industri Farmasi kemudian masuk memenuhi kebutuhan pasar
tersebut dengan berjualan Nicotin
Replacement Therapy (NRT). Cantik sekali.
Siapakah
yang begitu pandai melihat dan menciptakan peluang ekonomi ini? Sejujurnya saya
agak kesulitan menghubung-hubungkan apalagi meringkas apa yang disebut si
Penulis sebagai selingkuh industri farmasi dengan perusahaan rokok AS.
Membacanya seperti memasuki labirin-labirin yang yang tak ketahuan dimana ujung
pangkalnya. Tapi, sembari berenang mari tangkap ikan sekalian. Sepertinya
dengan menulisnya akan membantu saya untuk memahaminya. Oke let’s try!
======
Bloomberg,
ada yang bisa menebak siapa dia? Yep, dia adalah walikota New York selama tiga
periode berturut-turut. Bloomberg adalah figur filantropis papan atas Amerika
Serikat dengan kepemilikannya sebesar 88 persen di Bloomberg LP dan mencetak
pendapatan US$ 6,9 miliar (2010). Bloomberg adalah seorang liberal. Setelah
menjabat sebagai wali kota, dia melegalkan aborsi, perkawinan sesame jenis
dengan dasar filosofi pro-choice. Tetapi
ada satu kebijakannya yang malah bertentangan dengan dasar filosofi yang
dianutnya dengan menggencarkan gerakan anti rokok. Melegalkan aborsi dan perkawinan sejenis,
tetapi melarang kegiatan merokok. What a joke!
Tidak
hanya berhenti di di New York. Bloomberg
juga menginvestasikan dananya untuk Bloomberg inititive to reduce tobacco usegrants program (bekerjasama dengan
Bill Gate) mencapai US$ 500 juta. Dana itu digunakan untuk menyokong gerakan
global anti tembakau ke seluruh dunia. Dana tersebut dikelola oleh lima mitra
salah satunya John Hopkins University School of Public Healt (Baltimore).
Bloomberg initiative telah beroperasi di 50 negara termasuk Indonesia. Agenda
utamanya adalah memaksimalkan kapasitas gerakan anti tembakau dalam
mengintervensi kebijakan pengendalian tembakau di Negara-negara sasaran sesuai dengan konvensi kerangka
pengendalian tembakau (FCTC). Bloomberg initiative diimplementasikan dalam
bentuk pembiayaan proyek advokasi bagi lembaga-lembaga, baik lembaga Negara
maupun lembaga swadaya masyarakat.
Sampai
disini, saya menyadari selama ini berada dalam pusaran kampanye tersebut.
Apa peran
Jhon Hopkins University (JHU)?
JHU
adalah universitas berbasis riset dan pengembangan yang paling banyak dijadikan
sebagai sumber referensi oleh banyak peneliti dunia, khususnya di bidang
kesehatan. Peringkatnya berada diurutan ke tiga setelah Harvard University dan
Max Plank Society. Riset di JHU didukung oleh para lulusannya yang menguasai
indutri dan modal dunia, diantaranya Robert Wood Johnson (pendiri perusahaan
farmasi Johnson-Johnson), Bill Gates (Pendiri teknologi raksasa mikrosoft dan
Bill & Melinda Gates Foundation), lalu Michael Bloomberg (Pemilik
Perusahaan raksasa media dan layanan data keuangan Bloomberg LP), dan yang
paling mendominasi Rockefeller Foundotioan (RF). RF adalah penguasa modal
paling kuat di Amerika Serikat. Bisnisnya memonopoli seluruh kegiatan produksi
dan perdagangan minyak di AS melalui Standard
Oil Trust. Ini adalah korporasi dalam korporasi yang mengoperasikan 41
perusahaan minyak dan menguasai hampir 90 persen operasi kilang minyak dunia.
Dipelopori
oleh RF, para lulusan JHU tersebut mendirikan John Hopkins University Bloomberg
School of Public Health yang kemudian menjadi mesin utama dalam perang global
anti tembakau. Selanjutnya RF bekerjasama dengan seorang bankir paling
berpengaruh di AS John Pierpont Morgan (J.P Morgan). Duet raksasa ini
(Rockefeller-Morgan) kemudian memonopoli
hampir semua industry yang tumbuh di AS termasuk indutri farmasi.
Sepak
terjang RF dalam menempatkan monopoli bisnisnya sungguh luar biasa. Pada tahun 1963 RF berada dibelakang gerakan
anti perdukunan. Perdukunan yang dimaksud adalah praktek medis yang sekarang
ini disebut pengobatan alternative. Pengobatan yang menggunakan metode
tradisional dan berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam hayati.
Diantaranya pemijatan, tusuk jarum, jamu-jamuan, serta pengobatan alternative
kanker. setelah sukses mengganti rezim pengobatan alternative dengan pengobatan modern. RF kemudian
memegang kendali medis dan kesehatan melalui gerakan perang melawan kanker
dengan berjualan prosedur kemoterapi dan
obat-obatan keras untuk mengobatan kanker. Siapa diuntungkan dari peralihan
ini? siapa lagi kalau bukan industry farmasi imperium Rockefeller-Morgan.
Kini
pondasi nilai-nilai yang dibangun aliansi kekuasaan Rockefeller-Morgan
dikendalikan oleh David Rockefeller Jr. selain menjadi pimpinan dewan yayasan
RF, David juga menjadi CEO di Jp. Morgan Chase, imperium keuangan paling
berpengaruh di dunia.
Nah
disinilah benang merahnya terlihat. Persekutuan Rockefeller-Morgan itulah yang
menjadi pendukung utama Bloomberg ketika dia maju bertarung untuk ketiga
kalinya dalam pemilihan wali kota New York. Berdasarkan peraturan Dewan Kota
New York, seorang wali kota hanya bisa menjabat selama 2 periode
berturut-turut. Akan tetapi dengan semua jaringan dan sokongan dana yang
dimilikinya, Bloomberg berhasil melobi semua pihak terkait untuk merubah
peraturan tersebut, dan kembali duduk untuk ke tiga kalinya di kursi wali kota
New York.
Bloomberg
dengan Bloomberg LP berperan sebagai garda depan yang mengarahkan kecenderungan
ekonomi dunia lewat informasi dan data yang didistribusikan melalui jaringan
media. Rockefeller bersama Jp.Morgan Chase dan RF mengelola proses kapitalisasi
potensi yang ada untuk meningkatkan keuntungan sekaligus mengedalikan trend
dunia. Sementara JHU, menjadi mitra sindikasi Rockefeller-Morgan, berperan
sebagai otoritas yang mengendalikan rasionalitas dalam rangka ilmiah untuk
menggerakkan perspektif berpikir yang sesuai
dengan arus kepentingan mereka. Bersama sindikasi dan jaringan otoritas
ilmiahlain yang berada di bawah pengaruh Rockefeller, mereka telah menjelma
menjadi suatu kekuatan atas kebenaran yang tidak terbantahkan.
Begitu
Analisanya Bapak Okta Pinanjaya dan Waskito Giri dalam bukunya tersebut.
Akhirnya
ujung dari labirin itu sudah nampak. Semoga ini bisa menjadi pencerahan bagi
kita semua. Meskipun demikan, membaca buku ini tidak serta merta mengurangi
kebencianku terhadap asap rokok. Akan tetapi alasan ketidaksukaanku tidak lagi
membabi buta. Bukan perkara mudah menyuruh semua orang disekeliling kita berhenti
merokok apalagi mendukung penutupan pabrik-pabrik rokok lokal dan kecil. Di
sana ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya. Toh bahaya akan tembakau
masih menjadi bahan perdebatan. Kalau kata Dr.
Hi. MS. Kaban, SE. M.Si (alamaaaak titelnya banyak amat) dalam pengantar buku tersebut , ada kompleksitas
persoalan dalam isu tembakau yang tidak mudah kita reduksi dan sederhanakan
dalam logika “hitam-putih”.
Begitcuuuuuuu….
Judul Buku : Muslihat Kapitalis Global; Selingkuh
Industri Farmasi Dengan Perusahaan Rrokok AS ( REVISI )
Author : Okta Pinanjaya & Waskito Giri Sasongko
Publisher : Pustaka Ea
Bulan/tahun terbit : Oktober 2012
Group/Kategori : Book Non Fiksi
Sub Group : Politik
Jumlah halaman : 197 hal
Author : Okta Pinanjaya & Waskito Giri Sasongko
Publisher : Pustaka Ea
Bulan/tahun terbit : Oktober 2012
Group/Kategori : Book Non Fiksi
Sub Group : Politik
Jumlah halaman : 197 hal
Sabtu, 16 Februari 2013
Backsound:
lagu andalan saat ini “Evensong (The Innocence Mission)”
Banyak teori2 konspirasi. Teori yg pro perokok maupun yg kontra. Kalau buku ini cenderung pro perokok ada juga yg mengatakan sebaliknya. Kalau menurut saya justru perusahaan rokoklah yg telah mengalihkan modalnya bermilyar-milyar dolar dari Amerika dan Eropa ke negara2 berkembang seperti Indonesia, contohnya dengan pembelian saham perusahaan rokok PT. X oleh Philip Morris
BalasHapusyup, disitulah letak kecerdikan mereka, tekanan kampanye anti rokok ini, lambat laun melibas habis industri rokok kecil dan rumah tangga di negera-negara berkembang, namun disisi lain mereka mengambil alih industri rokok besar seperti yang dilakukan Philip Moris, yang artinya apa? mereka menginginkan monopoli industri rokok yang paripurna. tidak hanya itu, diwaktu yang bersamaan mereka melakukan ekspansi perusahaan farmasi besar2an dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat mencounter diri dari bahaya/efek rokok.
Hapus