Rabu, 15 Agustus 2012

Menyambut Sekuel Before Sunset part #2


Menyaksikan film ini, seperti membakar semangat dan impian yang telah lama membeku, impian tentang dunia yang lebih baik itu kelak akan ada. Mengingatkan bahwa idealisme dan kebaikan harus ditransformasi menjadi tindakan nyata.
Meskipun film ini bercerita tentang romantisme hubungan singkat antara dua pasang anak muda yang kemoudian terpisah selama sembilan tahun, tapi roh dari dialog-dilaognya begitu serius menyampaikan tentang kekhawatiran atas dunia yang semakin porak poranda. Bahwa dunia ini sedang tidak baik-baik saja.
Hasrat untuk menonton adegan-adegan tertentu yang menurutku keren, selalu datang kapan saja setiap ada waktu senggang. Dan pasti berakhir dengan mengabiskan waktu hampir dua jam untuk melihatnya dari awal sampai akhir tanpa melompat-lompat. Saya tidak berdaya untuk melumatnya dari awal sampai akhir, meskipun niat awal hanya ingin melihat bagian tertentu saja.
Saya sudah lupa kapan pertama kali menemukan film ini, tapi dugaan saya pasti tidak jauh-jauh dari rekomendasi teman-teman di UKPM. Dan jika disuruh menyebutkan film yang wajib ditonton sebelum meninggalkan dunia ini salah satunya adalah film Before Sunrise dan Before Sunset ini. Saya masih penasaran, apakah sekuel ketiganya akan sebagus kedua film sebelumnya. Saya pernah membaca artikel kalau Julie Delphy sudah tidak ingin berakting lagi, dia lebih memilih jadi penulis skenario dan bekerja di belakang layar saja. Kalau sekiranya disekuel ketiganya bukan dia lagi yang berperan sebagai Celine, tentu cita rasanya akan berbeda. Julie Delphy benar-benar sudah mendarah daging dengan karakter Celine.
Film adalah salah satu karya manusia yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan manusia. Film mampu merefleksikan apapun, membuka cakrawala berpikir, menyadarkan kita tentang kehidupan di luar kehidupan kita, memberitahukan sejarah masa lampau tanpa membuat kening merengut, dan juga mampu memberikan gambaran dan imaginasi tentang masa depan yang super canggih.
Oleh karena itu sebagai bentuk penghargaan saya terhadap karya-karya yang menginspirasi orang banyak ini, saya akan membuat ulasan, atau resensi, atau petikan dialog, atau apalah namanya terhadap film-film yang saya sukai. Setidaknya kelak akan mengingatkan saya tentang masa muda saya, syukur-syukur kalau ada yang membacanya dan terinspirasi, lebih bagus lagi kalau kelak keturunan saya membacanya dan penasaran ingin menonton film kesukaan orang tuanya. Heheheh
Sebelumnya saya sudah membuat resensi dari film pertama Before Sunrise dengan judul menyambut Sekuel Before Sunset part #1. Setelah beberapa bulan, saya baru ada waktu lagi untuk membuat resensi lanjutannya. Saya ingin bilang, waktu yang saya miliki rasanya semakin sempit saja, tapi sudahlah.
========
Before Sunset
Di awal, kita akan langsung disuguhi oleh pemandangan sekitaran toko buku sekaligus perpustakan terkenal di Paris bernama Shakespeare and ComPpany. Tempat ini terletak di Left Bank at 37 Rue de la Bucherie Opposite Notre Dame. Dulunya tempat ini menjadi tempat pertemuan penulis-penulis terkenal dari Prancis, Inggris, dan Amerika seperti E. Hemingway,Getrude Stein, dan banyak lainnya. Saat ini, Shakespeare and Company selalu menjadi tujuan prioritas setiap pelancong yang datang ke sana.
Di dalam toko buku itu tampak seorang pria dewasa sedang mengadakan jumpa pers terkait bukunya yang menjadi best Seller di negaranya Amerika Serikat. Jessie setelah sembilan tak terlihat, ternyata telah menjadi penulis terkenal. Tulisannya yang paling terkenal adalah This Time, yang mengisahkan hubungan singkat antara sepasanga anak muda di Wina yang tidak lain dan tidak bukan merupakan kisahnya sendiri bersama Celine sembilan tahun silam.
Tanpa di duga, Celine sudah berdiri di ruangan lain sedang mengamati Jessie melakukan sesi tanya jawab bersama wartawan. Jessie seketika kehilangan konsentrasi setelah melihat Celine. Dia langsung menyelesaikan wawancara dan menghampiri Celine. Jessie mengira dirinya berkhayal ketika melihat Celine. Mereka tampak kikuk satu sama lain.
Jessie harusnya langsung ke Bandara kembali ke negaranya ketika sesi wawancara selesai. Tapi dia ingin menggunakan waktunya yang sedikit itu untuk ngobrol dan jalan-jalan sebentar dengan Celine. Mereka pun jalan menuju ke salah satu Kafe  yang terkenal di Paris yaitu Le Pure CafĂ©. Jessie. Di dalam perjalan menuju Kafe, Celine menanyakan apakah waktu itu Jessie datang ke Wina untuk menemuinya. Dengan sangat menyesal Celine tidak bisa datang karena di waktu yang bersamaan neneknya meninggal. Awalnya Jessie menjawab tidak, tapi akhirnya terkuak juga bahwa dia datang ke stasiun Wina di bulan desember 1994 seperti perjanjian mereka. Jessie merasa seperti orang gila menempelkan nama alamat dan nomor telpon di setiap sudut stasiun. Saat itu dia merasa sangat bodoh kenapa mereka tidak bertukaran identitas sebelum berpisah enam bulan sebelumnya.
Oh iya, Celine bekerja di organisasi lingkungan Green Cross. Pekerjaan itu sangat cocok dengan karakter Celine yang penuh semangat dan ambisi tentang dunia yang lebih baik. Semua kekhawatiran di masa mudanya diterjemahkannya dalam tindakan nyata dengan pergi ke Afrika, India, dan Negara-negara miskin lainnya untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan pokok mereka seperti air bersih sampai ke isu pelucutan senjata kimia. Organisasinya itu lebih banyak bekerja melawan perusahaan raksasa yang memberikan limpahan sumbangan polusi dan pencemaran air di Negara-negara berkembang. Sebelumnya Celine pernah bekerja di Pemerintahan, tapi tidak betah dan berhenti. Dia tidak tahan hanya duduk dan berdebat tentang dunia yang semakin porak poranda. Celine ingin melakukan sesuatu, meskipun itu kecil, untuk memperbaiki kekacauan ini.  
Saya menyukai bagian saat mereka berdebat setelah Jessie mengatakan bahwa dunia ini sedang menuju menjadi lebih baik. Celine tidak bisa menerima pernyataan Jessie. Tanpa memberikan kesempatak kepada Jessie untuk menjelaskan pernyataannya, Celine terus nyerocos.
Bagaimana mungkin kamu mengatakan dunia ini sedang menuju menjadi lebih baik? Kita memindahkan industri ke Negara berkembang dengan tenaga kerja murah, bebas dari hukum lingkungan, industry senjata meledak. Lima juta orang meninggal tiap tahunnya akibat penyakit yang tidak bisa dicegah. Terus bagaimana bisa kamu mengatakan semuanya baik-baik saja?”
Masih seperti Jessie yang dulu, Jessie yang selalu bisa mengimbangi Celine yang meluap-luap.
iya, aku sangat menyadari banyak masalah serius di dunia ini. maksud aku, masih banyak orang yang menyadari itu, masih banyak yang akan melawan balik. Dunia mungkin akan lebih baik karena ada orang-orang seperti kamu Celine!”
Mereka bercerita panjang lebar mengenai aktivitas mereka selama sembilan tahun berlalu. Sebelumnya Celine pernah tinggal di New York selama empat tahun untuk menyelesaikan masternya, tapi dia memilih kembali ke Paris karena Visanya habis. Menurutnya, gangguan yang paling mengusiknya sewaktu menetap disana adalah kepemilikan senjata yang begitu bebas. Dia malah pernah disarankan oleh seorang polisi untuk memiliki pistol untuk jaga diri. Maka tidak mengherankan jika disana sering sekali terjadi penembakan brutal oleh orang-orang sakit jiwa seperti yang terjadi baru-baru ini, seorang psikopat memberondongi orang-orang yang sedang mengantri dan mengira dirinya sebagai Joker. Sementara itu, Jessie juga pernah tinggak di New York di tahun yang sama dijalan yang bertetanggaan dengan celine. Jessie telah menikahi seorang guru SD dan memiliki seorang anak. Jessie mengakui bahwa pernikahannya tidak bahagia, meskipun demikian dia sangat menghargai istrinya. Dan kelihatan Celine tidak begitu suka dengan kenyataan itu. Celine malah berpura-pura tidak mengingat bahwa mereka telah bercinta dipenghujung malam di Wina sambil menunggu matahari terbit. Perempuan memang sangat pandai menyembunyikan kekecewaan. Wanita adalah mahluk yang paling pandai berpura-pura.
Yang menarik dari film ini adalah perbincangan-perbincangan tentang sesuatu yang sangat alami dan tak muluk-muluk, dan tentunya mendidik. Heheh. Topiknya melompat-lompat. Rasa-rasanya saya ingin menulis semua dialog-dialognya.
“apakah kamu pernah ke Eropa Timur? Sewaktu remaja aku pernah berlibur ke sana, ke kota Warsawa saat sedang menjalani rezim komunis yang sangat ketat. Selama dua minggu di sana, aku menyadari ada yang berbeda dengan diri aku. Selama dua minggu aku tidak  nonton TV karena tidak mengerti bahasanya. Haha. Tak banyak bahkan tak ada yang bisa dibeli. Tak ada iklan. Aku hanya mondar-mandir, berjalan kesana kemari, menulis, otak aku seperti beristirahat. Bebas dari kegilaan mengkonsumsi. Saya merasa damai. Tak ada dorongan untuk berada di tempat lain untuk berbelanja. Awalnya memang sangat membosankan tapi kemudian menjadi sangat berjiwa”. 
“Jessie apa kamu menikmati pekerjaanmu sebagai penulis terkenal?
“No, hahahha” jawab Jessie sambil menghembuskan asap rokok lewat mulutnya.
“Dalam bidang aku, aku melihat orang-orang punya visi idealis yang besar. Menjadi pemimpin yang menciptakan dunia yang lebih baik. Mereka menikmati tujuannya tapi tidak prosesnya. Dulu saya pernah bekerja untuk desa-desa di Mexico, perhatian mereka bagaimana mendapatkan pensil yang bisa dikirim pada anak-anak di sekolah pedesaan. Ini bukan gagasan revolusioner, ini menyangkut pensil. Saya melihat orang-orang yang kerja serius, tapi yang  menyedihkan adalah, orang yang paling banyak memberikan, bekerja keras, dan mampu membuat dunia lebih baik biasanya tak mempunyai minat dan ego untuk menjadi pemimpin. Mereka tidak tertarik pada penghargaan yang dangkal. Mereka tidak peduli bila nama mereka muncul di media massa. Mereka menikmati proses membantu orang lain.
Saya jadi teringat kawan-kawan di Makassar. Adam dan kawan-kawan yang terus berjuang mendampingi petani di Bantaeng agar lebih mandiri dan punya kekuatan melawan perusahaan besar (kebanyakan kasusnya melawan PT PN) yang terus menerus mengekpansi tanah petani-petani miskin. Dedi yang lebih banyak menghabiskan waktu di desa-desa melakukan pendampingan. Atau Nini dan kawan-kawan yang menghabiskan waktu dan tenaganya di Walhi. K Upi yang meskipun saya tidak begitu mengenalnya, tapi saya tahu dia adalah sosok sederhana dan tangguh yang mau merelakan waktunya untuk terus berdiri di barisan orang-orang yang terpinggirkan. Ippang, Hera, Reza, dan banyak lainnya. Sungguh beruntung mengenal mereka. Merekalah yang membuat saya bisa terjaga dan masih mempertahankan kewarasanku sampai saat ini. Mereka, adalah para pekerja keras, memiliki mimpi tentang kehidupan yang lebih baik, dan mencintai prosesnya. Tetapi tidak memiliki ambisi untuk dikenal, dipuja, atau menjadi pemimpin yang ditakuti. Mereka mencintai pekerjaan mereka.
Baik, kita balik lagi ke Jessie dan Celine
Setelah berbicang-bincang tentang banyak hal yang melompat-lompat dan penuh perenungan, bahkan agak filosif menurutku, mereka berjalan-jalan ke kebun. Rute perjalanan mereka cukup panjang, lumayan bisa memperlihatkan kecantikan kota Paris dari berbagai sudut. Hemmmm, apa yang bisa diceritakan dari film yang hanya teridiri dari dua pemeran saja? Selain dialog-dialog. Hahah. Anehnya saya masih ingin menuliskannya.
Bukannya langsung ke bandara, Jessie malah mengajak Celine naik perahu disepanjang sungai (saya tak tahu namanya), dan meminta sopirnya untuk menjemputnya di Quai Henry Quatre. Kuingatkan jangan membacanya dalam bahasa inggris, pronountationnya sangat jauh berbeda dari tulisannya.
Di dalam kapal merekapun mengakui betapa mereka menyesali tidak bertemu di WINA. Begitu bodohnya mereka tidak meninggalkan alamat atau nomor telpon. Terus  berandai-andai sekiranya nenek Celine meninggal beberapa hari sebelumnya, mereka mungkin bisa bertemu, dan keadaannya pasti akan berbeda. Jessie menceritakan bahwa pada saat menjelang hari pernikahannya, dia terus memikirkan Celine, bahkan pada saat dia mau mengucapkan janji pernikahan, dia merasa melihat Celine.
Jessie terus menunda keberangkatannya menuju Bandara, dan malah mengantarkan celine pulang ke apartemennya. Di dalam mobil, Celine mengakui bahwa dia susah untuk mencintai seseorang. Ketika membuka diri untuk mencintai dan dicintai, dia langsung mual.
“kesepian itu lebih baik, dibandingkan duduk di sisi kekasih tapi kesepian”
Celine mengakui kalau banyak cinta yang datang padanya, cuma dia merasa tidak memiliki koneksi.
“Setelah pertemuan singkat di itu, saya tidak bisa merasakan apa-apa lagi. saya telah mengeluarkan semua romantisme  saya dalam waktu semalam, dan saya tidak bisa merasakannya lagi sampai sekarang. Malam itu merenggut semuanya, dan kamu membawanya pergi”.
Jessie hampir tak percaya dengan apa yang dikatakan Celine, dia ingin sekali memeluk Celine tapi tidak mampu. Celine terus berbicara tanpa memberikan kesempatan kepada Jessie. Celine lagi-lagi tidak bisa mengontrol emosi dan meminta turun dari mobil. Jessie terus membujuknya untuk tetap di mobil, dan merasa sangat bahagia karena bersama Celine saat itu, dan merasa sangat senang ternyata Celine tidak melupakannya.
ooh iya, betul saya tidak melupakanmu. Tapi menjengkelkan. Kamu datang ke Paris, romantis sekali, tapi kamu sudah beristri. Persetan denganmu. Jangan salah sangka, aku bukan ingin merayumu. Yang kuperlukan memang orang yang sudah menikah. Dalam hatiku sekarat,karena mati rasa .
“saya sangat bahagia bisa bertemu denganmu, meskipun kamu telah menjadi aktivis pemarah dan manik-depresif, aku masih menyukaimu dan menikmati bersamamu” seru Jessie masih terus merayu.
Sekarang giliran Jessie yang curcol
“kamu pikir hanya kamu yang merasakan itu? hidupku buruk total. Kebahagiaan yang kudapat hanyalah ketika keluar bersama anakku. Aku sudah mendatangi konsultan pernikahan, dan melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kulakukan, menyalakan lilin, membaca buku helpself dan macam-macam. Aku tidak melihat masa depan bersama istri aku, tetapi ketika kulihat anakku, kupikir akan kujalani siksaan seberat apapun untuk bisa bersamanya setiap menit dalam hidupnya. Tapi aku tidak ingin bercerai diumur 52 tahun. Aku ingin hidup bahagia, istrikupun layak mendapatkan kehidupan yang bahagia. Sampai aku bermimpi berdiri di peron dan melihat kamu pergi, dan tiba-tiba aku terbangun berkeringat. Aku bermimpi kamu hamil dan terbaring disampingku bugil, aku ingin menyentuhmu tapi kamu melarangku dan berpaling, tapi aku tetap menyentuhmu tepat dikakimu, dan aku terbangun sambil menangis. Istriku terbangun memandangku, aku melihatnya seperti jutaan mil jauhnya. Lalu akupun berpikir, mungkin aku telah menyerah dari gagasan cinta yang romantic, aku telah membuangnya pada saat kamu tidak datang.
“Apa kau bahagia mengetahui kehidupanku jauh lebih buruk Celine?”
“yah setidaknya itu membuatku lebih baik. Hahaha”
“aku senang  mendengarnya”
Celine telah sampai di depan apartemennya. Jessie bersih keras mengantarnya masuk ke dalam. Jessie memaksa Celine menyanyikannya sebuah lagu. Celine memiliki tiga lagu berbahasa inggris, satu tentang kucing, satunya tentang mantan pacarnya, dan satunya lagi lagu waltz. Jessie memilih lagu waltz. Dengan diiringi petikan gitar, celine bernyanyi disudut ranjang tepat didepan sofa tempat Jessie duduk menatapnya.
Let me sing you a waltz
Out of nowhere, out of my thoughts
Let me sing you a waltz
About this one night stand

You were for me that night
Everything I always dreamt of in life
But now you're gone
You are far gone
All the way to your island of rain

It was for you just a one night thing
But you were much more to me
Just so you know

I hear rumors about you
About all the bad things you do
But when we were together alone
You didn't seem like a player at all

I don't care what they say
I know what you meant for me that day
I just wanted another try
I just wanted another night
Even if it doesn't seem quite right
You meant for me much more
Than anyone I've met before

One single night with you little
Jessie
Is worth a thousand with anybody

I have no bitterness, my sweet
I'll never forget this one night thing
Even tomorrow, another arms
My heart will stay yours until I die

Let me sing you a waltz
Out of nowhere, out of my blues
Let me sing you a waltz
About this lovely one night stand

“Boleh kutanya satu pertanyaan?, apakah kamu selalu menempelkan nama cowok, setiap ada cowok yang datang ke sini?”
“oh yahhh jelas, menurutmu aku menuliskan lagu tentangmu, apa kamu sinting?”
BUkannya bergegas ke mobil dan melaju ke bandara, Jessie malah memperbaiki posisi duduknya dan terus memandangi celine.
“Baby, you’re gonna miss that plane!”
“ya, I know”
Rasa-rasanya obrolan mereka layak untuk dijadikan puisi, prosa, atau kata mutiara. Haha. Obrolan mereka sungguh sangat berbobot, tapi tidak terkesan menggurui...





3 komentar: