Jakarta masih saja diselimuti awan gelap. Syukur
dia tidak lagi memuntahkan air yang kedatangannya sangat ditakuti oleh penduduk
kota ini. Musim hujan yang selalu disambut dengan penuh suka cita di tempat
lain, entah sejak kapan menjadi sesuatu yang begitu menakutkan di ibu kota Negara
Indonesia ini. Isu banjirpun dipolitisir dengan sangat hebat dan bombastis oleh
tv-tv dan media cetak, dijadikan alat kampanye dan ajang cari muka oleh
orang-orang yang tak punya “kemaluan”, juga dijadikan alat untuk saling
menghantam oleh para petinggi negeri ini. bukan hanya para petinggi saja, istri-istrinyapun
ikut perang di sosial media saling menyalahkan. Dan masyarakat yang setiap
tahun menjadi langganan banjir, hanya bisa pasrah, menjadi penonton sekaligus
objek, menunggu siklus banjir terjadi tiap tahun seperti menunggu tanggal
datang bulan bagi wanita yang sudah pasti dan rutin terjadi. Meskipun begitu, saya percaya ditengah bencana dan kesusahan seperti ini, kebaikan dan cinta selalu ada, tumbuh subur, merambat dengan diam-diam. Mereka tidak butuh pengakuan apapun.
Pernah saya melihat berita di televisi (milik
seorang pebisnis kaya yang terlalu semangat ingin menjadi presiden), di tengah
kepungan banjir seorang reporter wanita mewawancarai kakek-kakek “bapak, tiap tahun menjadi langganan banjir,
apa tidak ada niatan untuk pindah rumah?”. Saya spontan tertawa, pertanyaan
macam apa itu? Dia pikir Jakarta ini punya nenek moyang kakek-kakek itu, bisa
nyaplok tanah dan membangun rumah seenak perutnya dia. Sang kakek dengan muka
bingung menjawab, “seandainya semudah itu
neng, mau sih mau tapi mau ngambil uang
dari mana”. Tidak usah muluk-muluk
pindah ke tempat lain, cukup sungai-sungai itu dikembalikan fungsinya sebagai
tempat mengalirkan air dari daratan menuju lautan, hentikan pembangunan mall,
perumahan, dan gedung-gedung yang tidak memerhatikan amdal, jangan lagi
hijaunya rumput dan pepohonan diganti dengan beton dan aspal, hentikan
pembabatan hutan di hulu (pegunungan), dan sediakan bak sampah yang memadai di semua
tempat dan gratis. Itu sepenuhnya bisa dikontrol dan diupayakan oleh pemerintah,
bukan si reporter itu sih, saya tidak menyalahkannya kok. ^_^
Imlek baru saja lewat, kata orang-orang hujan
akan berangsur-angsur mereda setelah hari imlek, semoga tidak ada lagi kiriman
banjir dari hulu, aneh rasanya bogor yang hujan, kok Jakarta yang kebanjiran.
Bukan hanya badai yang pasti berlalu, banjirpun pasti akan berlalu. Semoga semua
pihak bisa berbenah, semoga tahun depan musim hujan bukan lagi menjadi hal yang
menakutkan, dan banjir di Indonesia tidak lagi menjadi rutinitas tahunan yang
menjadi tontonan Negara-negara lain.
Dan kita dengan nikmat bisa menyeruput teh panas
sambil mamandangi gemerintik hujan melalui jendela, tanpa ada perasaan was-was
di tempat lain banjir merangkak naik sampai ke atap rumah.
Karena saya sangat menyukai hujan….
Semoga Tuhan……
1 Februari 2014
Lagi demen sama Lorde
Lagi demen sama Lorde
Tidak ada komentar:
Posting Komentar