Film belum juga dimulai,
ponsel saya terus berdering. Saya mengabaikannya, karena jika diangkat, kedok saya akan terbongkar. Tempat itu seperti pasar, yang isinya hampir
berjenis kelamin perempuan semua, kalau tidak ada pria yang saya jebak untuk
ikut melakukan konspirasi ini.
Ponsel saya terus saja
berdering. Mau tidak mau saya harus mengangkatnya jika tidak ingin kena damprat
disertai semburan busa-busa air liur dan bau busuk sebusuk bau jempol kaki si penelpon.
Saya langsung memutar otak, alasan apa yang bisa digunakan agar terhindar dari
serangan busa-busa air liur dan bau busuk jempol kaki mengerikan itu. Tapi
karena saya adalah manusia terjujur yang pernah saya kenal seumur hidup saya,
saya tidak mampu melahirkan satupun ide untuk berbohong. Untung pria baik, imut, dan lucu yang saya ajak
untuk melakukan konspirasi ini punya
segudang ide brilliant. Akhirnya lahirlah alasan bahwa saya masih dijalan, tadi
ada urusan sama seorang teman di bone makanya telat sampai ke makassar. Saya
tidak berani mengangkat telpon itu didalam gedung teater karena suara filmnya
pasti kedengaran. Tapi saya juga tidak bisa keluar dari dalam gedung teater
karena suara ”pintu teater 1 telah
dibuka, bla bla bla..”. ahgggrrrrr, itulah kenapa saya malas berbohong,
karena saya harus terus membuat kebohongan baru untuk menutupi kebohongan lama
saya (percayakan kalau saya memang sejujur jujurnya manusia? Heu heuu).
Untuk sementara, kami aman! Saya masih dijalan dan macet pula di daerah Maros, sementara pria baik, imut, dan lucu bernama roy sedang diperjalanan menjemput saya di terminal. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore dan sipenyembur busa-busa air liur dan bau jempol kaki masih terus bertanya posisi saya dimana. Akhirnya saya dan roy berlari keluar dan segera leading for BTP tempat perjanjian kita start memulai perjalan keliling beberapa daerah di Sul-sel, meskipun film belum mencapai klimaks apalagi mencapai ending.
Sebenarnya ide untuk nonton
film di Bioskop itu muncul karena beranggapan bahwa pesawat Dhanz si gadis
eksotis dari kepulauan Borneo akan landing jam 5-an atau lebih karena delay.
Perjalanan baru akan dimulai setelah Dhanz tiba di Makassar, dari pada bengong
menunggu, lebih baik nonton Habibie Ainun dulu. Namun tidak demikian yang
terjadi, Dhanz benar-benar datang jam 4 tank!. Yang jadi masalah adalah saya
hanya mengajak Roy dan menyembunyikannya dari Si penyembur busa-busa air liur
Adam, si gendut Dedy, dan dokter sok cool Pian. Kebohongan terus berlanjut
sampai saya keceplosan sendiri dan berteriak di dalam mobil “astagaa, ketinggalan kacamataku di bioskop”,
saat dalam perjalanan menuju pinrang. Hahaha, percayakan kalau saya memang
manusia terjujur yang pernah ada di muka bumi ini???
Satu hal yang menyakitkan,
saya mengendus Roy telah menghianati saya dengan menceritakan kebohongan yang
kami lakukan saat saya turun dari mobil untuk menarik uang dari ATM. seolah
saya seorang yang bertanggungjawab atas konspirasi itu, padahal dia juga
terlibat.
Nahhh di sinilah hikmah baru
muncul, hikmah memang kereen, selalu muncul di saat semuanya telah terang benderang
dan memberikan kekuatan. “Jangan berkhianat jika tidak ingin dikhianati!”.
=======
Oh iya, perjalanan akhir
tahun kemarin sungguh sangat menyenangkan. Butuh berlembar-lembar kertas untuk
menceritakannya. Saya masih berharap Guru menulis kami yang juga ikut dalam
perjalanan itu mengeksplornya dalam sebuah catatan perjalanan yang pastinya
keren.
Mengenai Si penyembur
busa-busa air liur dan bau busuk jempol kaki itu, dia sebenarnya baik kok,
busa-busa itu hanya hiperbola saja untuk keperluan dramatisir. hihiihih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar