Minggu, 13 Mei 2012

Menyambut Sekuel Before Sunset part #1


Ide untuk menulis resensi before sunrise dan before sunset ini muncul setelah membaca berita disalah satu media on line bahwa sekuel ketiganya akan dirilis di tahun 2013 mendatang. Meskipun jika key wordnya “before sunrise” dan sutradanya “Richard Linklater” diketik di google, terdapat lebih dari 160.000 hasil yang mengulas mengenai film ini. Tapi tak masalah, setiap orang punya interpretasi masing-masing yang belum tentu sama, setiap orang punya adegan atau dialog favorit dalam setiap film, tidak ada salahnya untuk dibagi.


Saya sudah mempelototi film ini berkali-kali, dan saya tidak akan berhenti sampai Celine (Julie delphy) harus berpisah dengan Jessie (Ethan Hawke) di dekat pintu gerbong kereta, seperti tidak ingin saling melepas, tak bisa berkata apa-apa lagi, dan tiba-tiba merencanakan pertemuan enam bulan berikutnya di tempat yang sama padahal sebelumnya mereka sepakat untuk tidak membicarakan itu (ending Before sunrise). Atau sampai Celine menyanyikan lagu a waltz for a night dengan petikan gitar sederhana dan Jessie (Ethan Hawke) membiarkan dirinya ketinggalan pesawat di akhir cerita before sunset. Bagi saya, yang membuat film ini menjadi sangat menarik, karena film ini hanya diisi dengan dialog, tapi dialog-dialognya membuat saya terhipnotis sangat dalam, dan membuat saya nyengir-nyengir sendiri setiap kali menontonnya. Melalui film inilah saya percaya bahwa kekuatan dialog merupakan instrument yang tidak kalah menariknya dibanding instrument film lainnya. Dialog-dialog yang cerdas dan berkualitas berbanding lurus dengan kualitas film secara keseluruhan. Yang lebih menarik lagi, ternyata naskah film tersebut ditulis sendiri oleh pemeran utamanya Julie Delphy, Ethan Hawke, si sutradara Richard Linklater, dan satu lagi Kim Krizan. 
Before sunrise di rilis pada tahun 1995. Saat itu Julie Delphy dan Ethan Hawke masih kelihatan sangat muda dan segar. Julie Delphy masi cabi, ibaratnya bunga, saat itu dia sedang mekar-mekarnya. Ethan Hawke juga belum berotot, agak gemuk, kulitnya putih, dan rambutnya agak gondrong sesuai trend rambut zaman itu (istilahnya orang sih rambut andy lau), cuma tidak dibelah dua melainkan disibak ke belakang.
Setelah sembilan tahun dibuat penasaran, akhirnya sekuelnya dirilis di tahun 2004 berjudul Before Sunset. Julie Delphy kelihatan lebih kurus, tirus, kulitnya lebih cerah. Sementara Ethan Hawke kelihatan lebih dewasa, tenang, dan lebih berotot. Jika ingin membandingkan mana lebih bagus before sunrise atau Before Sunset, saya hampir tidak bisa memilih mana yang lebih bagus. Dua-duanya menarik dan masih sangat kuat di dialog-dialognya.
Setelah mengetahui sekuel ketiganya kemungkinan akan dirilis tahun depan, saya memutuskan untuk membuat resensinya, sekedar untuk mengingatkan para pecinta film ini betapa film ini merupakan film dialog yang sungguh mengesankan. Ketika film sekuel before sunset sudah bisa dinikmati di bioskop (saya khawatir film ini tidak akan diputar di bioskop Indonesia),  kita bisa langsung tune in dengan ceritanya. 

==== 

Before Sunrise

Cerita bermula ketika Celine sedang dalam perjalanan kereta api dari Budapest menuju Paris.  Celine sedang asik membaca novel. Ada sepasang suami istri Jerman yang sedang beradu argument di kursi samping kanannya. Karena suara pasangan suami istri itu sudah mulai meninggi dan mengganggu, Celine memutuskan untuk pindah ke kursi belakang yang kosong, tepat sejajar dengan Jessie. disitulah pertama kalinya celine bertemu dengan Jessie. Jessie duduk di kursi sebelah kanan kereta, Celine duduk di kursi sebelah kiri kereta. Jessie-lah yang pertama kali memulai pembicaraan dengan bertanya ke Celine:
“hei, apa kamu mengerti dengan apa yang pasangan itu pertengkarkan?” 
Sorry, my jerman is not very good
 Kemudian Celine dengan nada agak meledek mengatakan “sepasang suami istri yang beranjak tua tidak mampu saling mendengar lagi, pria tidak bisa mendengarkan nada tinggi, sementara wanita tidak mampu mendengarkan suara yang rendah, merekapun akhirnya saling acuh”. 
Jessie mengajak Celine pergi ke Gerbong restoran dan melanjutkan obrolannya disana. Celine meledek Jessie sebagai orang Amerika yang hanya bisa bahasa Inggris doang dan tidak memiliki bahasa lain. Nah loh, kita orang Indonesia harusnya berbangga hati dong, setiap dari kita pasti memiliki bahasa daerah masing-masing, setidaknya kita menguasai dua bahasa, orang Amerika kalah lah. Ckckck
Jessie menawarkan Celine untuk ikut turun di Wina. Jessie dalam perjalanan dari Madrid menuju Amerika dan akan mengambil penerbangan dari Wina menuju Amerika keesokan harinya. Tanpa berpikir panjang Celine setuju, karena mereka merasa nyambung dan ingin ngobrol lebih lama. Setelah turun dari kereta dan memutuskan menghabiskan malam itu berkeliling kota Wina, mereka baru menanyakan nama satu sama lain. Dari tadi mereka hanya ngobrol tapi tidak saling memperkenalkan diri. Be carefull with the stranger tidak berlaku bagi mereka. 
Celine adalah sosok remaja yang cerdas, kritis, dan sangat ekspresif. Sementara Jessie memiliki pembawaan tenang dan kreatif mengangkat tema pembicaraan yang menarik. Satu hal yang menurut saya menarik dari karakter atau watak dari mereka yang dibesarkan di barat sana, mereka jujur terhadap segala sesuatu, tidak suka berpura-pura, tidak peduli apa kata orang, dan memegang kendali penuh atas hidupnya. Di atas tremp menuju destination pertama mereka museum kota, mereka bermain tanya jawab jujur.
 “Celine, siapa hasrat sex pertama kamu?”.
Tanpa malu-malu celine menjawab panjang kali lebar.
“apakah kamu pernah jatuh cinta Jessie?”
Dasar cowok memang selalu egois, Jessie hanya menjawab, “ya!”. Dia tidak ingin menjelaskan apa-apa lagi.
“sebutkan tiga hal yang paling tidak kamu sukai Celine?”
Dengan agak emosi celine menjawab “1. Beberapa mil dari sini terjadi perang dan pertumpahan darah, dan kita tidak bisa berbuat apa-apa; 2. Orang-orang Amerika yang selalu bersikap manis ke semua orang dan memberikan sanjungan yang berlebihan, itu memuakkan, penuh kepura-puraan; 3. Media yang berusaha mengontrol pikiran kita, media saat ini adalah bentuk baru dari fasisme”.
Menurut saya, celine memiliki pola pikir yang jauh lebih maju dari Jessie. Belakangan Jessie-pun mengakui, kalau dia selalu merasa kolot di depan celine.

Destination kedua mereka adalah toko kaset/vinil tua. Nah, ini adalah salah satu adegan favorit saya.  Setelah melihat-lihat, mereka masuk ke testing room, dan memutar lagu (saya tidak tahu judul lagu dan penyanyinya siapa, tapi sepertinya itu adalah lagu lama dan kedengaran sangat romantic). Di dalam ruangan berukuran sekitar 1 x 1 meter itu mereka berdiri di sudut sambil mendengar lagu dari vinil yang mereka putar, mereka mencuri-curi pandang satu sama lain. Ketika celine melihat ke arahlain, jessi terus memandang celine. Begitu juga sebaliknya, ketika Jessie melihat ke arah lain, celine terus menandang Jessie. Jessie ingin menyibak rambut celine yang menghalangi wajah celine dari pandangannya, tapi keburu celine menatapnya, Jessie buru-buru menarik tangannya dan melihat ke arah lain. Adegan curi-curi pandang ini berlangsung sekitar 2 menit, sungguh acting mereka sangat natural. Setelah itu mereka naik ke menara dimana pusat kota Wina bisa terlihat dengan jelas. Mereka kelihatan kagok, saling menatap, agak lama. “Jessie, do you wanna kiss me?”…… 
Destination berikutnya adalah kuburan. heheh, selerah yang aneh. Tapi patut dijadikan referensi tujuan jalan-jalan juga sih. Dengan sering-sering berkunjung ke kuburan, kita selalu ingat akan kematian. Secanggih apapun hidup kita, mentok-mentok akan menjadi santapan cacing tanah dan organisme-organisme di bawah tanah sana.
“jika tak satupun keluarga atau teman kamu yang tahu kamu mati, sesungguhnya kamu belum benar-benar mati.” Lirih celine.  Yaaahhh, bagi orang lain yang tidak mengenal kamu, kematian kamu tidak akan ada artinya.
Gelap telah merambati Wina, destination selanjutnya adalah taman bermain. Mereka bermain, berdansa, tertawa lepas dan obrolannya menjadi agak intim. Celine berasal dari keluarga yang mapan sementara Jessi terlahir dalam keluarga yang tidak menginginkannya lahir ke dunia ini. Kata Celine, dulu orang tuanya ikut terlibat pemberontakan di tahun 1968, memberontak terhadap Pemerintah, dan juga terhadap Katolik Kolot waktu itu. Saat ini celine sebagai remaja merasa perlu berontak. Tapi musuh itu tidak kelihatan. Ia ingin berontak pada kemapanan.
Selanjutnya mereka nongkrong di cafĂ©. selanjutnya pergi ke gereja. Bukannya ibadah malah membicarakan soal teman Jessie yang atheis. Seperti berbicara pada diri sendiri, Celine berkata “Sungguh luar biasa, tempat seperti ini bisa mengumpulkan orang-orang dari berbagai generasi. Penderitaan, kesedihan, kehilangan, menyatukan mereka di tempat ini”. dalam keheningan gereja itu, Celine tiba-tiba bertanya ke Jessie
“apa yang tidak kamu sukai dari pasangan kamu sebelumnya”.
Jessie langsung tertawa terbahak, “Dulu pacar saya sering bertanya, apa yang tidak saya sukai darinya, akhirnya saya jawab bahwa dia itu anti kritik. keesokan harinya, saya diputuskan!" Hahah, sebagian orang memang tidak bisa berubah. Sekali kepala batu, tetap kepala batu. 
Mereka melanjutkan perjalan menelurusi sungai, dipingir sungai itu ada seniman jalanan yang menawarkan akan membuatkan puisi buat mereka berdua. Jessie dan Celine hanya perlu menyebutkan satu kata, dan seniman jalanan itu akan membuatkan puisi dari kata itu. Jika Jessie atau Celine suka dan merasa puisi itu menambahkan sesuatu dalam hidupnya, mereka bisa memberikan seniman itu uang, tawar seniman itu. Sungguh seniman yang keren. Mereka memilih kata milkshake. Dan yang benar saja, puisinya bagus banget.
Ini adalah salah satu dialog yang saya sukai, sekali lagi itu tercetus dari celine. Dia sering berpikir bahwa feminism itu sebenarnya diciptakan oleh pria, agar mereka bisa lebih sering terlibat dalam cinta bebas. Women free your mind, free your body, sleep with me!. we’ll happy and free as long as I can sleep with you. Hahahahah. Sentilan sentilun yang masuk akal.
Petualangan mereka berakhir di taman kota, di bawah pohon, berbaring di atas rumput bermandikan cahaya rembulan, saat itu malam sudah mulai beranjak tua. Mereka bersepakat untuk tidak membicarakan rencana pertemuan kedepannya. Mereka hanya ingin melewati dan menjadikan malam itu menjadi malam yang terindah. Mereka tidak ingin menodai malam itu dengan melakukan sex di penghujung malam. Celine tidak ingin terluka karena merindukan malam itu, merindukan Jessie. Jessie merajuk bahwa mereka bisa bertemu lagi kapan waktu. Ah setiap lelaki Amerika selalu punya impian meniduri cewek Prancis dan kemudian berlalu pergi begitu saja, jawab Celine ketus. Tapi tetap saja mereka melakukannya.
Pagi hari mereka mereka sudah harus ke stasiun kereta. Sirene kereta sudah berteriak-teriak sedari tadi. Seperti tidak rela berpisah, mereka berpelukan sangat erat didekat pintu kereta.
“Kita harus bertemu!”
“Yah kita harus bertemu!”
“Lima tahun dari sekarang bagaimana?”
“Itu kelamaan!”
“Yah sih, itu terlalu lama”
“setahun dari sekarang?”
“Itu terlalu dingin!”
“6 bulan dari sekarang?”
“yah enam bulan dari sekarang di tempat ini! Sekarang 16 Juni, 16 Desember artinya?”
“Oke 16 Desember 1995 di stasiun ini! Oke take care”.
 Big hugs.. byeee…..!
Mereka berpisah tanpa meninggalkan alamat tempat tinggal, nomor telpon, nama sekolah, email, atau apapun itu. Mereka berjanji akan ketemu enam bulan berikutnya di stasiun itu. semoga…

will be continued

Sabtu, 12 Mei 2012

#Everything Alaniss morrissette

2 komentar: