Jumat, 30 Maret 2012

MAMA TOYO



Enrekang adalah salah satu daerah di Sulawesi selatan  yang sangat indah dengan hasil alam berupa buah dan sayuran yang melimpah. seminggu yang lalu saya tiba disana, udaranya sangat dingin, enrekang merupakan daerah yang terbentuk dari deretan gunung yang sangat indah. salah satu gunung yang paling terkenal di sana adalah gunung Nona, kenapa disebut gunung Nona?, karena bentuknya mirip seperti Vagina. waktu dalam perjalanan pulang, saya tidak henti-hentinya memandang keluar jendela dan mencari-cari di antara deretan gunung yang ada, yang manakah kiranya gunung Nona itu. sampai-sampai bus yang kami tumpangi hampir miring ke samping kiri karena semua penumpang mobil berdiri disisi kiri mobil untuk melihat pemandangan indah yang sangat jarang terlihat di tempat lain apalagi dikota-kota besar. Kami seperti orang desa yang pertama kali ke kota dan melihat gedung-gedung pencakar langit dengan lampu yang berkerlap-kerlip, kami ternganga-nganga melihatnya. Sampai disini, kami berhasil membuktikan kalau semuanya sudah terbalik, bukan lagi gedung-gedung pencakar langit yang kami inginkan, tapi alam yang menyajikan kecantikannya. Pegunungan yang menghijau, air yang mengalir jernih, udara sejuk, sayuran yang langsung dipetik dari kebun, semua yang disajikan alam secara alami. Semangat komunal di daerah itu membuatku jadi iri dan merasa sangat kecil dengan sifat individualis yang selama  ini masih membelengguku.
Kami tiba di kecamatan Alla’ kamis subuh dan menginap dirumahnya K udin dalam rangka salah satu agenda UKPM mengadakan Diklat Putih Abu-abu dan Rapat Kerja. Tidak terkira pelajaran yang saya dapatkan dalam 4 hari kunjungan saya kesana. Ilmu hidup yang tidak mungkin saya dapatkan dari buku-buku apalagi ceramah-ceramah menggurui. Saya ingin bercerita mengenai sosok yang pertama kali saya temui dan berhasil membuatku tergila-gila padanya.
Mama Toyo….
Mama Toyo adalah ibu dari K Udin senior saya di Unit Kegiatan Pers Mahasiswa, selama 4 hari di Enrekang kami menginap dirumahnya. Mama Toyo menyambut kami dengan hangat dan tampak dari raut wajah sangat ikhlas. Rumahnya sederhana, rumah panggung yang terdiri dari satu kamar, ada 2 tempat tidur diluar kamar yang memisahkan antara ruang tamu dengan dapur, dinding dari rumah itu terbuat dari papan, rumah itu sederhana tapi sangat rapi, sepertinya mama Toyo memang menyediakan tempat itu untuk kami 28 orang beristirahat.
Tapi jangan melihat mama Toyo dari harta duniawi yang dimilikinya, tapi lihatlah mama Toyo dari kekayaan hati yang dimilikinya. Dia senang membantu meskipun kondisinya sulit untuk membantu. Dia menyediakan teh dan makan pagi buat kami UKPMers, setiap kali mempersilahkan kami makan senyumnya seakan tidak akan lepas dari wajahnya. Untuk konsumsi selama 4 hari, kami meminta tolong ke mama Toyo untuk memasak buat kami, karena kami mendengar dari amming (salah satu anak dari mama Toyo) bahwa mama Toyo sering memasak dalam acara perkawinan, dan mama Toyo tidak keberatan. Beliau selalu bilang kalau seandainya kondisi keuangannya berlebih, dia pasti menjamin makan kami selama 4 hari disana. Mama Toyo memiliki anak-anak yang masih butuh biaya sekolah sementara kerjaannya hanya penjual kecil-kecilan dan berkebun. mama Toyo mempunyai 8 orang anak. 4 orang diantaranya adalah teman saya yaitu K Udin, K Elu, Amming, dan Tika, ada juga 2 orang  yang tinggal bersama mama toyo dikampung. K Udin sudah selesai kuliah di Hubungan Internasional Unhas, K Elu sementara menyelesaikan skripsinya di Sastra Unhas Jurusan Sejarah, Ammink di Sastra Prancis dan Tika dikedokteran Gigi Unhas. Mama Toyo selalu mendahulukan pendidikan anak-anaknya. Jika melihat kondisi mama Toyo, kamu tidak akan menyangka kalau di tempat itulah mama Toyo mengajari anak-anaknya menjadi manusia yang selalu berjuang dan bermanfaat bagi sesama. ke 4 anak dari mama toyo yang saya kenal  adalah orang-orang yang tidak pernah mau merepotkan yang lain, mereka selalu ingin membantu sesama tapi tidak ingin merepotkan, mereka seakan hanya ingin memberi tapi tidak mau menerima. Wajar saja jika anak-anak mama Toyo seperti itu, dia telah dilahirkan dari seorang ibu berhati malaikat. Mama Toyo selalu bilang meskipun dia tidak bisa membantu dalam bentuk materi, dia akan membantu dalam bentuk tenaga, menurutnya memasak buat kami sebanyak 70 orang (UKPM gabung HPMM) adalah suatu kebanggaan. Membantu anak-anak sekolah merupakan kesenangan buat beliau. dia juga bilang kalau semuanya diukur dalam bentuk materi, tidak ada gunanya, toh kita datang kedunia ini tanpa membawa apa-apa, kembali kepadaNya pun demikian, harta duniawi tidak akan engkau bawa pulang kecuali amal perbuatan dan shalat. Dia mengajarkan tentang falsafat hidup yang sangat tinggi dengan kata-kata sederhana dan langsung dalam bentuk perbuatan, entah buku apa yang telah dia baca atau berguru dimana. Yang jelas dia adalah guru terbaik yang pernah saya temui.
Sangat berbeda dengan saya atau kebanyakan teman saya, yang tiap hari diskusi pilitik sosial ekonomi, agama, sampai mulut berbusa-busa, membaca setumpuk buku diskursus, tapi kelakuannya dalam kehidupan sehari-hari sangat tidak sesuai dengan apa yang mereka sering gembar-gemborkan di forum-forum. Terus menerus menjadi beban bagi orang lain adalah pekerjaan yang menurut  saya paling pantang untuk dilakukan. Tapi toh sebagian dari kami masih saja melakukannya, tidak hanya di UKPM, di tempat yang baru kami datangi sekalipun masih saja suka merepotkan, merepotkan sudah menjadi hal yang wajar.
Kenapa saya tidak pernah tertarik dengan orang-orang feminis, karena sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa ketika wanita berbicara tentang politik sosial ekonomi, dia tidak perlu tahu lagi soal dapur, seakan lupa kalau dia juga butuh makan! Mereka masih selalu mempermasalahkan tentang gender.  gender…gender…makan tuh gender. Anti penindasan toh masih saja menindas teman sendiri, masih saja menindas orang tua sendiri. Mama Toyo harusnya merepresentasikan wanita zaman sekarang, wanita yang selalu jadi penerang dimanapun dia berada. ahhh mama Toyo, saya jadi malu dengan diri saya sendiri. Mama Toyo adalah guru kehidupan. saya berjanji ingin mengunjunginya kapan waktu….   
========
Tulisan ini adalah catatan harian 4 tahun yang lalu ketika berkunjung ke Enrekang. sampai saat ini, saya belum sempat mengunjungi Mama Toyo. saya bahkan hampir melupakan janji ini, insyaAllah kalau diberi umur panjang suatu saat saya akan ke sana. semoga Mama Toyo selalu diberikan kesehatan dan umur panjang oleh Allah SWT.


1 komentar: