Sungguh beruntungnya kita
dianugrahi Indonesia. Negeri yang selalu bermandikan cahaya. Negeri kepulauan
yang sangat eksotis. Rempah-rempah melimpah ruah, di negeri ini kamu bisa menemukan aneka ragam makanan yang totally different dan yummy.
Ada ribuan pulau di
Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Marauke. Menurut data Departemen
Dalam Negeri, pada tahun 2004, jumlah kepulauan di Indonesia sebanyak 17.504
buah, 7.870 telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Dari
sekian banyaknya pulau tersebut, hanya sekitar 6.000 buah yang berpenghuni.
Itupun sudah fantastis, mana ada Negara di belahan dunia lain yang memiliki
kepualuan secanggih kepulauan kita.
Dalam setiap kepulauan
terdiri dari bermacam-macam agama, adat istiadat, kebudayaan, dan
bahasa. Bisa dibayangka begitu beragamnya penduduk negeri ini. dan sebagian
besar dari kita menerima keberagaman tersebut dengan bangga. Tidak ada satupun
sejarah yang menceritakan adanya pembantaian salah satu suku oleh suku lainnya
karena merasa diri lebih unggul. Peristiwa sampit dan konflik di Poso adalah impact dari sistem social yang timpang,
bukan karena mereka tidak bisa menerima perbedaan. Jikapun ada sekelompok orang
berseragam putih yang selalu mengharamkan dan mengkafirkan semua yang tidak
sesuai dengan pemahamannya, melakukan pengancaman dan pengrusakan, itu bukanlah
representasi dari penganut agama tertentu. Jikapun negeri ini pernah dikejutkan
oleh pengeboman ditempat ibadah, itu bukanlah wajah dari penduduk Indonesia,
itu adalah pencilan yang sepertinya sangat susah di Kontrol.
Jadi sebenarnya, yang ingin
saya katakan dari penjelasan yang berbelit-belit di atas adalah, saya selalu
exited dan sangaaaaat kaguuum dengan keragaman budaya negeri ini. Ketika
mendatangi sebuah acara pernikahan, hal yang paling saya tunggu-tunggu adalah
ritual adat pernikahan baik itu pra nikah maupun pasca. Masyarakat kita rela
repot setengah mati, bermata panda karena hanya tidur 3 jam setiap hari selama
sebulan, ngutang kiri kanan, demi untuk melakukan ritual adat istiadat nenek moyang dan memuaskan tamu undangan.
Segala macam makanan nan lezat disajikan,
jika kamu menuruti lapar matamu,bisa dipastikan kancing celanamu akan lepas.
Tidak usah beli rumah dulu setelah menikah, yang penting bisa berbagi
kebahagiaan dengan yang lainnya dan memuaskan tamu. Tidak mengapa setelah
menikah kerjaannya bayar utang, selama kehormatan dan nama baik keluarga bisa
terjaga. Inilah yang disebut bersakit-sakit di atas kesenangan orang lain.
====
Hari Sabtu kemarin adalah
hari yang paling membahagiakan bagi kawan kami Grenada dan Elvira. Mereka telah
melepas masa lajangnya dan meresmikannya dalam pesta yang meriah. Bagi saya
meriah karena dia memutuskan untuk melakukan pesta nasional dan pesta
keluarga/adat. Gre berasal dari suku batak, yang saya tahu suku batak memiliki
adat istiadat yang kental dan sangat dijunjung tinggi dimanapun mereka berada.
Menjaga kehormatan dan nama baik marga adalah keharusan yang yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Kamu tidak bisa menjadi bagian dari suku batak jika kamu
individualis. Keluarga adalah nomor satu dan selalu dilibatkan dalam setiap moment.
Bukan hanya keluarga inti, tapi keluarga jauh sekalipun. Jika dilanggar, maka
akan ada yang tersakiti.
Dalam acara pernikahan
batak, selalu ada sambutan dari pihak pengantin pria dan pengantin laki-laki.
Selain itu selalu ada acara nyanyi-nyanyi dan yang paling penting tari tor-tor.
Sayang sekali kemarin saya tidak menemukan tari Tor-tor, karenanya acaranya
adalah acara nasional, sementara tor-tor itu untuk acara adat. Mulai dari ABG sampai nenek-nenek ikut bernyanyi lagu batak dan berjoget di depan
pelaminan. Saking senangnya, saya mengambil posisi dimana saya bisa
menyaksikannya mereka lebih dekat bernyanyi dan berjoget. Saya tersenyum-senyum
sendiri melihat kebahagiaan dan keceriaan mereka, begitu kompak dan intimnya
mereka. Semua bebas tertawa dan teriak. Kebudayaan Batak agak mirip dengan
kebudayaan di Tanah Toraja Makassar. Mereka adalah pecinta daging-dagingan dan
pesta yang melibatkan banyak orang dan menghabiskan budget fantastis. Hampir
mirip juga dengan Manado dan Ambon, yang senang berpesta dan bernyanyi. Manado
terkenal dengan joget poco-poco, ketika acara mendekati usai, tamu yang ada
berjoget rama-ramai dengan gerakan yang sama. Jadi, orang Manado sudah mengenal Flash Mob jauh sebelum menjadi trend seperti saat ini.
Adat Batak juga memiliki
kesamaan dengan adat bugis Sulawesi Selatan. Pihak pria harus mengeluarkan
budget yang cukup besar bahkan tidak realistis untuk acara pernikahan. bagi
suku bugis, uang yang diserahkan oleh pihak pria kepada pihak perempuan disebut
uang panai. Semakin tinggi kasta wanita itu maka uang panainya juga semakin
besar. Apalagi kalau sudah mapan dengan pekerjaan yang bagus, pendidikan
tinggi, sudah naik haji pula, beuuuughhhh uang panai’nya bisa gila-gilaan. Takkala bunuhma’ saja (sekalian bunuh
saya saja), istilah yang sering digunakan pria-pria bugis ketika menghadapi
permintaan uang panai’ pihak keluarga perempuan. Makanya tidak heran jika
banyak perawan tua di sana, karena mereka harus menerima konsekwensi kekolotan
si uang panai’ itu. hanya sedikit wanita bugis yang mau dan mampu mendobrak
tembok keangkuhan paradigma si uang panai’.
Berbeda drastis dengan adat
jawa. Kebudayaan jawa sangat kental dengan kesopanan dan ketatakramaan. Ketika
kamu berkunjung ke acara pernikahan Batak, kamu akan mendengar hingar bingar
suara musik bertalu-talu, nyanyian, gelak tawa, dan teriakan-teriakan kecil.
Sementara di adat jawa yang kental, kamu hanya akan menemukan suara gamelang
dan sinden yang menenangkan. Semuanya tiba-tiba melambat. Tidak ada acara
joget-jogetan di tengah ruangan. Tidak ada embel-embel uang panai’ juga di adat
Jawa.very simple.
======
Tulisan ngalor ngidul di
atas hanyalah pendapat pribadi saya. Terinspirasi dari obrolan dengan bang
Julius, yuyun, dan Ali di depan bengkel entah berantah saat pulang dari acara
pernikahan Gre. Apes benar nasib kami hari itu.
Saya, Ririn, Rizky, dan Azmi
sedang ingin menyebrang jalan mencari taxi untuk pulang ke kosan masing-masing.
Saat itu jalanan sangat padat alias macet, dan tak ada taxi pula. Beruntung
pertolongan datang. Sebuah mobil panter berhenti disamping kami. Dengan penuh
suka cita kami naik. Di dalam mobil itu ada Panji, Yuyun, Julius, Ali, dan
Andi. Jadi kami bersembilan di dalam mobil. Penuh, tak ada celah lagi. Mobil
melaju dengan kecepatan hampir mendekati kecepatan orang berlari. Banyak
percabangan tol di daerah PondoK Gede, dan kami memilih belokan pertama.
Walhasil ternyata tol yang kami masuki mengarah ke bandung, padahal kami ingin
ke Jakarta Pusat. Beruntung sang Kapten Panji lumayan hapal jalan. Karena saat
itu tol juga macet parah, panji mengambil keputusan keluar tol. Tapi yang kami
dapati macet yang lebih parah lagi. Mobil melaju dengan kecepatan mendekati
kecepatan Gery Sponbob. Udara yang keluar dari AC mobil semakin lama semakin
hangat. Keringat bercucuran. Bedak yang tadinya rapi menempel di wajah kami
cewek-cewek, bertransformasi jadi seperti cat putih yang belum kering kemudian
diguyur hujan. Hahah. Si Kapten Panji terus mengumpat. Jakartaaaa… Jakartaaaa…
sampah.. sampaah sampaaaaaaaaahhhh. Sebenarnya saya ingin membantunya
mengumpat, tapi ku tahan.
Perjuangan belum berakhir
juga. Setelah setengah mati melepaskan diri dari antrian panjang keluar dari
tol. Tiba-tiba mobil tidak bisa digas dan mati sendiri. Kamipun minggir di
depan toko gorden dan memeriksa ada apa gerangan yang terjadi. Ternyata air
kabulatornya habis. Sebenarnya bukan hanya mobilnya yang kehausan, kamipun
penumpang langsung menyerbu swalayan dan mengisi tubuh kami dengan cairan.
Setelah diisi air, mobilpun jalan.
Jangan dikira tantangan
sudah berakhir. Setelah hanya bergerak sekitar 50 meter. Si Panter mogok lagi,
tidak bisa digas. Kamipun minggir lagi, dan kali ini tepat di depan toko
bangunan. Beruntung pegawai toko bangunan mau meminjamkan motornya untuk
dipakai membeli solar. Dugaan sementara mobil kehabisan solar. Enaknya jadi
perempuan di negeri Indonesia ini, selama ada laki-laki, kamu hanya perlu duduk
manis sampai semua kekacauan (teknis) terselesaikan.
Alhamdulillah mobil mau
jalan juga setelah di isi solar. Tapi tidak bertahan lama. hanya berjalan
sekitar 50 meter, mobil mogok lagiiii. Huaaa. Panji sudah bercucuran keringat,
mukanya berlipat-lipat. Setelah didiskusikan, kita perlu mencari bengkel. Tugas
panji adalah bagaimana caranya mobil bisa bergerak merangkak menggapai bengkel
yang hanyak kelihatan plangnya, kalau tidak mobil harus didorong. Good job
Panji! Kami berhasil sampai ke bengkel tanpa harus di dorong.
Selama lebih dari dua jam
kami kongkow-kongkow di depan bengkel. Saking lamanya kami lupa kalau bengkel
itu milik orang lain. Hahah. Botol-botol, kantong kresek, dan sisa-sisa cabe gorengan
berserakan dimana-mana. Dari sinilah pembicaraan mengenai adat istiadat
pernikahan itu bermula. Pesan moral yang ditekankan sang ahli hukum Julius dan
Andi, jangan remehkan harta gono-gini. Sebelum nikah, harta asal (bujangan) mesti dihitung
baik-baik. Karena harta gono-gini itu adalah harta yang dihasilkan bersama
setelah menikah, harta asal tidak termasuk. Jangan sampai ada acara bunuh-bunuhan di kemuadian hari karena persoalan harta gono gini.
Kamipun menyempatkan diri jepret-jepretan. Dengan senyum dan bau badan yang mulai mengecut, ciiiiiiiiiiiiiiirssssssssssssss
Kamipun menyempatkan diri jepret-jepretan. Dengan senyum dan bau badan yang mulai mengecut, ciiiiiiiiiiiiiiirssssssssssssss
What a long day. Tapi seruuuuuu.
=====
8 Juli 2012
Paseban, Jakpus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar