Selasa, 17 Februari 2015

Sore yang Teduh

Saya tak bisa memejamkan mata. Mungkin kelenjar adrenal dalam tubuhku masih terlalu bersemangat memompa jantungku dan melancarkan aliran darahku. Oksigen diparu-paruku sepertinya masih mampu menemaniku beraktifitas seharian lagi, tanpa tidur. Saya sungguh bersemangat, setelah 6 jam, bersama Dhani, menghabiskan waktu menyaksikan Sore, Payung Teduh, Tulus, Float, Pandai Besi, dan The Adams, di Museum Staria Mandala.

Sebetulnya ini bukan kali pertamanya saya menyaksikan konsernya Sore. Sebelumnya sudah pernah, dengan list lagu yang jauh lebih banyak, dan semua personelnya (Echa, Bimbe, dan Awan) juga bernyanyi, setidaknya satu lagu satu orang. Konser semalampun sejujurnya tidak memuaskan, karena Sore harus duet dengan Tulus, dan itu berarti porsi lagu yang mereka bawakan menjadi lebih sedikit karena dishare dengan lagu-lagunya Tulus. Yang membuatnya istimewa, karena saya ditemani sahabat, yang tahu betul cara menikmati musik. Tangan kami tak hentinya saling merangkul, bersenandung, jika tak tahu liriknya, kami masih tahu cara berjoget.

Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di museum Satria Mandala. Di sana terdapat banyak pesawat tempur dan semacamnya, medannya berundak-undak, dan disampingnya ada sebuah bangunan yang masih dalam pengerjaan dengan tiang-tiang yang miring, entah itu disengaja mau menyerupai menara pisa, atau karena kesalahan konstruksi, yang jelas rupanya agak sedikit menakutkan. Penonton yang boleh masuk disyaratkan 18 tahun plus. Hampir saja kami tak diijinkan masuk, kami disangka masih 17 tahun. Hahaha. Bagi yang punya penyakit narsis, disediakan stand buat foto-foto, and lucky us, jika berhasil berfoto di tujuh stand yang telah disediakan, panitia menghadiahi kaos, goody bag, atau tiket vip. Ini benar benar anugrah bagi pengikut aliran narsisus seperti kami.


Awalnya saya dan dhany memilih hadiah kaos, kami pikir buat apa juga nonton dari samping, cuma liat kuping. Tapi setelah berlalunya beberapa band frontline, rumput yang becek gak ada ojek pula, dan tinggi badan tetap saja pendek meski sudah pakai wedges, kami berubah pikiran, kaos hitam yang sudah dibungkus tadi kami tukarkan lagi dengan tiket vip Sore Tulus. And here we were.


Yang membawa kami ke sana adalah Sore (band yang saya gandrungi saat ini), dan Payung Teduh (band yang lagi Dhani gandrungi saat ini). Sebenarnya saya tipe fans cyclycal, dulu waktu menyukai Efek Rumah Kaca, play list saya hanya berisi lagu-lagu ERK, waktu menyukai Keane play list saya hanya berisi lagu Keane, sampai akhirnya saya  bosan sendiri, dan mulai meninggalkannya, namun suatu waktu akan kembali jatuh cinta lagi. Saya tak tahu sampai kapan saya akan memburu Sore seperti ini, namun Float mulai mencuri hati saya, Payung Teduh sudah tentu sangat nikmat untuk didengar (namun menurutku lebih cocok didengarkan di kamar atau dalam konser yang santai di sore hari, atau dibawakan di kafe, bukan di lapangan yang luas dan riuh, Lagu mereka sangat cocok untuk mereka yang kasmaran atau lagi patah hati).

Pandai Besi, maaf saya tak bisa menikmati lagu-lagunya. Hampir-hampir saya tak bisa menerima lagu efek rumah kaca dibikin seperti itu. Saya bahkan nyaris tak mengenali lagu favorit saya, Jangan Bakar Buku, Hujan di Bulan Desember, Lelaki Pemalu, dan beberapa lagu ERK lain yang dinyanyikan oleh Pandai Besi malam itu. Sebagai fan Cholil dkk, saya agak kecewa. Cara bernyanyi vokalis utamanya seperti lagi nyinden dengan irama yang datar dan terlalu banyak repetisi. Syarat utama merecycle lagu orang lain adalah kau harus membuat lagunya lebih baik dari lagu aslinya, tidak hanya berbeda. Pandai Besi sepertinya memaksakan untuk berbeda dari lagu aslinya, sayangnya tidak lebih enak untuk didengarkan.
 
Float, saya hanya mengenal mereka lewat 3 hari untuk selamanya, tidak lebih Dan semalam, saya baru tersadar, kenapa tidak mencari tahu lagu-lagu mereka sejak dulu. Musik mereka asik, lebih kental dengan akustik dan cajon, ada sentuhan etnik nusantaranya juga, dan yang khas dari performance semalam, ada bass petotnya. Saya suka timre suara vokalisnya "Meng", seperti perpaduan Bob Dylan dan Once, looh, huaa sukaaaaaa. Sambil menulis tulisan ini, saya sedang mendengarkan Pulang.

Payung Teduh, saya sangat menyukai Perempuan Dalam Pelukan, sejak setahun belakangan, tapi tak berusaha mencari tahu lagu mereka yang lain. Saya Kira vokalisnya, Is, yang belakangan saya tahu ternyata orang soppeng (tetanggaan dengan Bone kampung saya),  memiliki bakat gombal melebihi kemampuan Jessica Iskandar. Di Perempuan dalam Pelukan dia bilang begini "hanya ada satu bintang malam ini, mungkin karena kau sedang cantik-cantiknya. haha. cocok buat nipu cewek.  Apalagi setelah Dhani (fan payah-nya yang benar-benar payah), meminta foto bareng dengannya, dan tangannya mengelus-ngelus kepala Dhani. Aiiisssh, saya semakin yakin dia sweet sama semua orang, apalagi sama cewek-cewek. wakakaka.

Saya ingin cerita sedikit soal si fan yang meskipun payah tapi tetep asik ini, Dhani. Saya sudah berjanji akan menulis soal kekonyolannya di belakang panggung malam itu.
Karena merasa sia-sia ikut berdesak-desakan di depan panggung, hanya melihat kepala-kepala manusia berjibun, kepulan asap rokok dan menyan (?) dimana-mana, akhirnya kami memilih mundur. Beruntung kami mendapatkan spot yang hot, pada tembok dengan tinggi sekitar 80 cm yang memanjang tidak jauh dari panggung. Di sana kami berdiri, saling merangkul, beratapkan langit yang sejuk, bernyanyi, bergoyang ke kiri dan ke kanan, tak berani maju atau mundur, takut jatuh ke got. Moment itu unforgetable. Sesaat kami lupa, jika kami hampir 30, dan belum nikah. hahaha. Saat Payung Teduh menyanyikan lagu penutupnya, Dhani langsung merangsek ke depan mencoba mengambil foto Payung Teduh. Sayang Dhani kembali dengan tangan hampa, hasil jepretannya hanya menghasilkan backlight, dan objek fotonya tidak kelihatan sama sekali. Untuk mengobati kekecewaannya, dan sebagai rasa terimakasih saya ke dia, karena berbaik hati mengambil vip Sore dan Tulus, bukannya Payung Teduh, kuajaklah dia ke belakang panggung. Gayungpun bersambut, tak lama setelah kami sampai di back stage, pentolan Payung Teduh berambut kribo itu, tiba-tiba menghampiri kami. Malang nasib kami, dia ternyata tidak sedang mendekati kami, dia sedang menghampiri temannya yang berada tepat di samping kami. Dhani sudah salah tingkah dan speechless. Dia bahkan tidak berani menegur, sang vokalis yang berada tepat didepannya. Setelah mengumpulkan keberanian, Dhani akhirnya meminta untuk foto bareng. Saya ditemani dengan hape yang sudah nenek-nenek dan leletnya ampun-ampunan, gelagapan mencari fitur kamera, setelah terbuka, saya kemudian disibukkan mengubah setting video ke kamera, dua menit berlalu tanpa hasil apa-apa. Sang vokalis yang belum kami ketahui namanya lalu menyodorkan power bank-nya untuk dijadikan kamera. hahaha. Beruntung dani sudah menyiapkan kamera hapenya, dan jreeet, tertangkaplah momen ini.


Sang Vokalis melanjutkan obrolannya dengan temannya, sementara Dhani grogi, salting, kebingungan, sibuk mencari tahu nama idolanya siapa!!! Dia menelpon temannnya untuk menanyakan siapa nama idola yang berada didepannya saat itu, tak ada jawaban. Saya jadi ikut grogi, mencoba bertanya ke om google, dan ketemulah jawaban Alejandro Saksakame. Saya kemudian berbisik ke Dhani, dhan namanya Ale!. hahahah. Dhani tidak memercayaiku, meskipun ada bukti bahwa nama itu saya dapat dari om google. Kami sibuk grasak grusuk sana sini, keringat dhani bercucuran, dan saya tak bisa menahan ketawa. Walhasil, Dhani tidak sempat ngobrol, bahkan hanya sekedar menanyakan kabar, kepada idola yang karya-karyanya sangat dia cintai itu. Beberapa menit setelah pria ramah itu berlalu, kami baru menemukan namanya di blog antah berantah, hanya dua huruf "IS". Kami tak bisa berhenti menertawai diri kami sendiri.

Belum puas kami  menertawai kekonyolan kami sendiri, Bang Ade datang menghampiri. Sungguh diluar dugaan. Dan lagi, ternyata disamping kami ada fan lain yang jauh lebih well prepared dengan membawa kaset dan buku untuk ditandantangani. setelah meladeni fan yang lebih meyakinkan itu, barulah kami berfoto. Yes akhirnya bisa foto dengan Bang Ade, ditemani saksofon dan rokok yang tak tak pernah lepas di tangan. Sejujurnya, akan lebih perfect jika disitu ada Awan, Echa, Bimbe, dan Ex-personel Mondo. Cuma saja saya masih terlalu gengsi untuk masuk ke ruang artis dan minta foto.


Sore dan Tulus tampil di akhir acara saat waktu sudah menunjukkan pukul 21:30. Kami nonton tepat di sebelah kanan panggung. Sebelumnya, saya belum pernah nonton konser sedekat itu. I was so exited. Dari spot itu, kami bisa memandangi seluruh penonton yang datang yang bernyanyi dengan hikmat. Musik bisa menyatukan manusia dari kelas apapun dia. Musik memiliki kekuatan tersendiri, salah satu instrumen paling ampuh dalam menggiring opini, menggerakkan massa, dan menyembuhkan. Yah menyembuhkan kepenatan.

Dalam sebuah artikel saya pernah membaca, bahwa Sore awalnya tidak begitu percaya diri saat manggung secara live. Katanya selalu ada yang tidak lengkap jika bermain di panggung, entah itu soundnya yang kurang oke, atau salah satu alatnya tidak berfungsi dengan baik. Memang sih di lagu-lagu Sore selalu ada instrumen tambahan yang membuat hasil rekamannya kedengaran epic, namun tidak semua alat itu selalu bisa dibawa ke panggung. Mungkin itu yang membuat mereka kurang maksimal saat di panggung. Malam itu Bang awan kembali membuat joke, saat memperkenalkan tulus, "nah kalo ini baru penyanyi beneran, sebelum-sebelumnya yang nyanyi gatot kaca", sambil melirik Ade. Spontan seluruh penonton tertawa. Terlepas Sore tidak banyak mengeskplore lagu-lagunya sendiri karena harus berbagi dengan Tulus, tapi Pergi Tanpa Pesan menjadi kado indah malam itu. Lagu itu sangat merdu dinyanyikan oleh Tulus. Kata Bang Awan, tak ada yang pernah menyanyikan Pergi Tanpa Pesan, seindah Tulus menyanyikannya. Ya saya sepakat dengannya!

Weekend yang menyenangkan dan menyembuhkan....

Danke

Senin, 09 Februari 2015

Music gives Soul to The Universe

Music is moral law. It gives soul to the universe, wings to the mind, flight to the imagination, and charm and gaiety to life and to everything (Plato).

Musik secara naluriah ada pada setiap mahluk. Angin, api, dedaunan, pasir, pun mampu menghasilkan harmonisasi bunyi yang indah, kau bisa saja menyebutnya sebagai musik. Burung, yang sebagian besar bersuara falseto dan tak pernah diajarkan teknik bernyanyi yang benar oleh mamaknya, mampu bersenandung dengan sangat indah, dan kau selalu merindukannya. Suara semilir angin bercumbu dengan desiran ombak, kau mengejarnya, kau bahkan rela menukarnya dengan tabunganmu selama setahun. Musik, saat dia menghentakmu, alih-alih merasakan sakit, kau malah menikmatinya dan ketagihan. Musik, adalah sahabat yang tahu kapan dia dibutuhkan, di saat kau merasa sedih, atau sebaliknya. Musik dan lagu, memiliki memorinya masing-masing, kau tidak perlu repot-repot mengingatnya, kau hanya perlu merasakannya.

Inikah Cinta, lagu R&B yang dinyanyikan oleh ME dan sangat hits di era 90an, bagiku lagu itu tidak hanya ngehits dimasanya, dia memiliki kenangan yang kuat yang mengingatkanku pada masa-masa SD dulu. Di belakang sekolah dekat kompleks perumahan, setiap sore saya dan sahabat kecil saya Irma, di atas pohon jeruk, kami bertengger di sana, bersahut-sahutan, inikah rasanya cinta, oh inikah cinta, cinta pada jumpa pertama, ah, ah, ah. Kami sangat menguasai lagu itu, sampai cengkok-cengkoknya, sekiranya lagu R&B punya cengkok.

Shape of My Heart-nya Backstreet Boys, saat itu, saya masih SMP dan setengah mati suka sama lagu itu, dan ingin menghapalnya. Tapi, saat itu saya belum bisa bertanya pada om google, saya belum pula tahu cara mengakses internet, kasetnya juga tidak punya, akhirnya saya hanya bisa mengandalkan pendengaran yang pas-pasan, mencatatnya, yang penting pelafalannya kedengaran mirip setidaknya mimik mulutnya rada-rada mirip, ya sudah itu saja.

Padi, Tak Hanya Diam, mengingatkanku pada seorang lelaki yang katanya penyiar radio, saya tak mengingat bagaimana kami bisa kenalan, dia hanya tiba-tiba sering curhat via telpon mengenai keluarganya dan Bapaknya yang terkena kanker yang akhirnya meninggal. Saat itu Padi baru-baru rilis video klip Tak Hanya Diam, dan sering menjadi bahan obrolan kami jika bosan curhat soal keluarganya. :D

NOFX, lagu-lagu punk, metal, underground, yang gebukan drumnya memekakkan telinga, tak ada lain, akan mengingatkan saya pada Kurt Kobokan. Si cowok bringas dan pemalu itu, menanam banyak memori di kepalaku melalui lagu keras. Dia pula yang memperkenalkan Sigur Ros melalui film Heima.

Gery, dia memengaruhi alam bawa sadar saya melalui lagu-lagu, seberapapun kerasnya saya menolaknya. Dia tidak hanya memaksa saya mendengar ulang lagu-lagu the beatles, blur, Radiohead, Silverchair, The Strokes, Weezer, oasis, coldplay, The Simth, Duran-Duran, Incubus, dll, dia juga punya segudang cerita soal sejarah dan personel band-band itu sendiri.


Dan, kurasa setiap orang punya cara sendiri memperlakukan lagu-lagu kesukaannya. Saya memperlakukannya sama seperti menyimpan baju di lemari pakaian. Ada baju untuk ke kantor, baju buat olahraga, baju buat ke kondangan, baju buat ke rumah nenek dan tante-tante, baju buat traveling, baju buat tidur, dan lain-lain. 

Saya menyimpan Frente, Zee Avi, Miskha Adam, Death Cab for Cuties, Aditya Sofian, Eisley, Sarah Mclachan, Dido, Alanis Morrisette, Naif, Chrisye, The Innocence Mission, di folder pengantar tidur. Lalu saya meletakkan Air Suplay, Duran duran, The Strokes, Keane, Morrisey, The Vines, Eddie Vedder, Cold Play di keranjang penyemangat saat olahraga. Saat karaoke, saya hanya perlu memanggil lagu-lagu hitsnya Beyonce, Sia, Rihana, Reza Artamevia, Christina Aguilera, dan semacamnya. Saat me time di kamar, atau lagi jalan di trotoar jalan raya, saya akan memanggil Oasis, Cold Play, Sore, The Strokes, The Vines, Iwan Fals, Incubus, Payung Teduh, Radiohead, Blur, dan teman-temannya.

Kau tentu punya baju favorit. Meskipun sudah usang, kau tetap saja memakainya kemana-mana, ke pasar, ke kampus, nongkrong di kafe, ke kantor, bersantai di rumah, kemanapun kau nyaman memakainya. Lagu pun begitu, kau tentu punya lagu/album andalan yang punya posisi tersendiri di hati dan kepalamu, tak peduli semasif apapun gempuran musik baru yang datang. Saya memiliki Don't Crying Your Heart Out-nya Oasis, Bed Shaped-nya keane, Trouble The Scientist Yellow Shiver-nya Coldplay, Ordinary World Duran duran, Merintih Perihnya Sore, Pengobral Dosa dan Nelayannya Iwan Fals, ah banyaaak.

Hanya dengan musiklah, saya bisa merasa menjadi manusia terkeren di dunia. Saya memiliki ritual, menyumpal telinga saya dengan headset, dan memutar lagu-lagu dari folder berjalan di trotoar, seolah-olah ada kamera tepat di depan wajah saya, sekali-kali jangan pernah diganggu, saya sedang menyelesaikan syuting video klip teranyer abad ini. Mirip seperti yang dilakukan oleh Chris Martin dalam video klip Yellownya di pinggir pantai. Saya sungguh merasa sangat keren. hahaha

Oleh sebuah lembaga survei di Amerika Serikat, menurut hasil penelitiannya, selera Musik mencerminkan kepribadian dan tingkat kecerdasan seseorang, dan yang menyedihkan mereka mengklaim orang-orang yang menyukai Beyonce adalah kelompok orang-orang bodoh. jleeeeeb. Suka sama Nicky Minaj, Miley Cyrus, Selena Gomes, haha kau akan dianggap keterbelakangan mental mungkin...

Sejujurnya, saya kurang sepakat dengan hasil penelitian itu, terlalu menjeneralisir! Masih masuk akal, jika menghubungkan selera musik dengan tingkat pengetahuan. Suku Anak Dalam Jambi, sangat tidak adil jika kau menganggap mereka bodoh hanya karena mereka tidak tahu lagunya John Legend. Tetangga saya yang sangat doyan dangdut koplo, tak bisa kau klaim IQ jongkok hanya karena mereka cuma tahu lagu pacar lima langkah, sakitnya tuh di sini, janda tujuh kali, dan hamil duluan. Karena mereka tidak membaca, tidak mencari tahu, tidak punya akses secara ekonomi untuk tahu, tidak sekolah, yang menyebabkan mereka tidak tahu, bukan karena bodoh! Tapi bisa jadi, orang-orang cerdas, juga memiliki selera musik yang tinggi, lihat saja Einstein dan Stephen Hawking, selain menyukai Mozart, mereka juga membuat lagu dan melodi sendiri. 

Grammy Awards 2015 baru saja digelar. Saya tidak begitu peduli dengan pemenang-pemenangnya, toh itu dibuat berdasarkan konsensus, dan tidak bisa lepas dari namanya subjektivitas. Saya hanya senang nonton permonces dalam acara itu. Grammy tahun ini, openingnya mantap sekali, Pharel William kembali memukau dengan happynya (tahun lalu dia juga menyanyikan lagu yang sama), Sia keren, dan ditutup dengan Glory oleh Jhon Legend. Ingatan saya belum bisa lepas dari performance paling dahsyat di perhelatan Grammy tahun 2014, Imagine Dragons dan Kendrick Lamar, membawakan, Radio Active. Saya sudah nonton video ini berkali-kali, dan masih saja terkagum-kagum. Performance mereka perfect, epic, menghentak, memesona, hidup!


Yang saya tunggu-tunggu dari Grammy Awards tahun ini adalah SIA, saya masih berharap dia mau bernyanyi layaknya penyanyi lain, dari pada hanya mempertontonkan wignya blondenya. Tapi bukan SIA namanya kalau dia biasa saja. Masih nyentrik seperti biasa, dia menyanyi menghadap ke dinding membelakangi penonton, dia percaya sepenuhnya kepada bocah berusia 12 tahun Maddie Ziegler dengan tariannya yang luar biasa keren. Saya tak mengerti tari, tapi tiap kali melihat tarian dalam setiap performance SIA, saya bisa merasakan tarian itu hidup, dan mencengangkan. Berikut salah satu performance SIA yang menakjubkan.

 

Oke, demikian dulu ulasan musik narsis alakadarnya ini. Banjir mengepung dari segala penjuru. Semua menjadi latah, lebai, panik, dan saling menyalahkan. Mari pulang...

9 Februari 2015
@office
Backsound:breaking news menyoal banjir

Jumat, 06 Februari 2015

Catatan Pete-Pete #2

Menurutmu, kenapa robot-robot yang masih sangat muda itu, dijejer di sepanjang jalan Salemba setiap pagi dan sore hari? Apa kau merasa terbantu dengan keberadaan mereka? Atau kau malah kasihan, mereka tak ubahnya seperti robot mainan yang dipunggungnya ada tombol untuk menggerakan siku sampai tangannya selebar 90 derajat, sebagiannya lagi seperti robot linglung memerhatikan mobil dan motor yang mengalir seperti muntahan lava gunung Merapi? Tidak, kau tak akan mengerti. Di belakang robot robot itu berbaris mobil-mobil atasan mereka, bus-bus kantor mereka, motor-motor mereka, menutupi hampir setengah jalan sumber kemacetan itu. Anak SDpun tahu, sekiranya mobil-mobil yang diparkir di belakang robot di sepanjang jalan itu disingkirkan, tentu jalan itu akan lebih lapang, dan tak perlu anak-anak yang baru tamat SMA itu dipajang seperti robot soak yang sedang linglung.

Masih menyoal robot tipe ini, belum jua kita move on dari perang antara cicak dan kebun binatanf, baru-baru ini muncul lagi hot news baru, video perselingkuhan antara robot dan kopaja! Secara terpola dan tanpa malu, kernek kopaja kopaja yang melintas di bunderah HI menyetorkan duit serupa membayar karcis di pos robot setempat. Kernek kernek itu tak ubahnya seperti berada dalam suasana perang, turun dari kopaja, berlari seefektif mungkin sambil plangak plongok kiri kanan takut kena ranjau kali, kadang-kadang sambil merunduk takut kena peluru mungkin, dan menyimpan setorannya  di pos robot, lalu melanjutkan pelariannya, lari secepat mungkin, mengejar kopajanya yang malu malu untuk berhenti.

Ah kau robot. Seandainya saja kau mencintai dan memperlakukan kami selayaknya saudaramu, atau sahabatmu, seandainya kau bisa membuktikan bahwa kau dapat diandalkan, seandainya saja kejadian selingkuh selingkuh itu tidak terjadi, sekiranya saja atasanmu tidak seperti tikus mengerat semua makanan yang ada, tentu kami rakyat jelata ini tidak akan terus menjaga antipati padamu.

Rabu, 04 Februari 2015

Catatan Pete-Pete #1

Seharusnya, kau memulai harimu dengan ucapan syukur ke Sang pemilik alam semesta, atas nikmat yang tak tehitung ini. Sepatutnya, kau menyambut mentari dengan senyum termanis yang kau miliki, jika saja dia, bintang kita yang baik hati itu, mati, melebur menjadi lubang hitam, tentu saja kau akan sesak, gelagapan, gelap dimana-mana, pembangkit tenaga listrik tak akan sanggup memenuhi kebutuhan cahayamu, tulang-tulangmu akan terasa linu, bunga-bunga dan pepohonan berlahan musnah karena kehilangan sumber makanan, lambat laun kau akan sirna wahai penghuni bumi. Masih ingat potongan lagu keluarga cemara jaman baheula dulu? Apalagi yang kurang, kalau kau punya matahari dan udara. Yahh it's damn true!!! Oh ya, kalau boleh memperluas makna dari lagu itu, keluarga yang sehat bahagia dan rukun, itu juga bisa berarti matahari bukan? Merekalah yang membuatmu lebih hidup.

Kau malah memulai harimu dengan sumpah serapah, hanya karna melihat vikinisashit muncul di headline surat kabar nasional. vikiNisashit mengajak jokowi untuk melakukan konspirasi hati, disampul paling depan koran itu, ada gambar viki sedang orasi di depan polisi-polisi. Kau tak terima kenapa justru orang-orang seperti dia yang selalu mendapat panggung. Meskipun kau tau, dimana-mana, justru orang-orang biasa saja atau malah sangat biasa yang sering lebih dikenal dan dipuja, sementara mereka yang punya ilmu dan semua syarat untuk menjadi besar memilih jalan sepi. Kau tau, dunia ini terlalu sesak dengan kemunafikan, tapi mengapa kau tak bisa menerimanya.

#selftalk
4 februari 2015, pukul 17.30, di atas angkot yang sopirnya ugal-ugalan, tiba-tiba muncul ide untuk memanfaatkan waktu selama berada di atas angkot sepulang dari kantor utk nulis apapun itu, katakan saja temanya tentang selftalk. Yah semoga bisa menjadi agenda rutin, ini  jenis autis yang bermanfaat, semoga.

Ps: pete-pete adalah bahasa makassar dari angkutan umum jenis mikrolet.




Selasa, 03 Februari 2015

Untuk Seorang Kawan

Seorang kawan, di hari yang random, saat malam belum sepenuhnya gelap, dan hujan masih saja mengguyur, tanpa prolog apapun, melalu pesan digital, tiba-tiba menanyakan "bagaimana kabarnya To Magguru?". Saya sontak tertegun, sejujurnya, saya pun memiliki pertanyaan yang sama. Saya tidak punya jawaban apapun selain kata mandek, terlalu naif jika saya terus menyalahkan waktu dan ide yang ngumpet entah kemana. 

y ahora,  estoy aquĆ­....
To Magguru semacam rumah yang mengingatkanku banyak hal, tempat berpendapat dan berkontemplasi, ruang untuk mengeksplorasi ide (i wish i can do it), dan tempat bernostalgia. Tapi kenyataanya, saya bahkan sangat jarang berkunjung ke sini. Saya menduga, si kambing hitamnya adalah, karena saya mencoba ingin menulis sesuatu yang serius atau sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan orang banyak (asik). Faktanya, rencananya itu malah menghalangiku dari banyak hal, bahkan dari hal yang remeh temeh sekalipun. Ide itu hanya mentok pada pengumpulan data, referensi, dan survei kecil-kecilan yang tidak dicatat dan terlupakan.

Si kambing hitam ke dua, saya kira, adalah triplets Daehan, Minguk, Manse. Bagaimana bisa saya begitu terpukai sama anak umur satu setengah tahun itu. Kau tak akan memahaminya sebelum melihat kelucuan mereka dan cara orang tua mereka mendidik si kembar tiga ini.

Masih banyak kambing hitam lainnya, tapi kambing yang paling bertanggung jawab atas semuanya adalah alter ego saya. Pada dasarnya saya anak baik-baik, punya perpektif yang yahhh cukup jelas, (asik),  tapi si alter ego ini sering sekali membuyarkan semuanya.

Saya masih harus banyak belajar menulis, lebih keras lagi. Menulis akan menjagamu untuk tetap waras. Menulis seribu kali lebih efektif daripada membaca. Untuk bisa menulis, kau harus membaca terlebih dahulu.

Untuk Seorang Kawan, terimakasih untuk selalu mengingatkan.