Selasa, 16 Oktober 2012

Ada Apa dengan Otak Kanan



Saya tidak bermaksud sinis menuliskan ini, saya hanya berusaha bersikap objektif.
Beberapa minggu belakangan, isu mengoptimalkan otak kanan sedang hangat-hangatnya diperbincangkan di kantor saya. Bermula dari pelatihan mengerjakan test TPA yang diadakan oleh bagian Kepegawaian. Saya tidak tahu apakah isu optimalisasi otak kanan memang menjadi metode strategis yang berusaha dikembangkan oleh bagian Kepegawaian. Akan tetapi Point penting yang disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah menyelesaikan soal yang sebegitu banyaknya dalam waktu singkat tidak bisa pure hanya menggunakan otak kiri (hitung-hitungan dan logika), akan lebih mudah jika menggunakan imajinasi (otak kanan). Bekerjalah seperti ibu-ibu penjual di pasar, mereka tidak menggunakan kalkulator atau rumus-rumus tertentu, mereka punya metode sendiri, “berimajinasi”. Ketika belanja di pasar, harga dua liter beras, merica setengah ons, cabe 1,5 kg, minyak goring 1 liter, dan lain-lain, bisa dihitung dalam waktu sekejap oleh si ibu pedagang, dan uang kembalian bisa diperoleh dengan cepat. Dengan berimajinasasi dan membayang-bayangkan, semuanya akan lebih enteng.
Otak kanan bekerja secara makro, sementara otak kiri bekerja secara mikro (detail). Seorang yang memiki visi jauh ke depan dan punya impian besar adalah orang-rang yang mengoptimalkan otak kanannya. Sementara yang hanya bekerja dengan otak kiri, biasanya tidak berani bermimpi besar, karena semuanya harus sesuai logika dan masuk akal, sangat terstruktur, dan detail. Semuanya punya sisi positif dan negative. Beruntunglah orang-orang yang mampu mengoptimalkan kedua-duanya.

Selasa, 02 Oktober 2012

Anugrah, Sering-seringlah Berkunjung



Adakah yang lebih menarik dari ANUGRAH? Anu Grathis (maksa yahh, haha)? Sejak dulu sampai sekarang, saya adalah pemburu Anugrah. Tidak terkecuali waktu ditawari mba Lia untuk hadir di acara International Documentary Film Festival yang diadakan di Erasmus Huis kedutaan besar kerajaan Belanda untuk Indonesia. Tanpa berpikir panjang saya langsung mengiyakan. Kapan lagi bisa nonton pemenang  film dokumenter internasional gretongan, tidak di putar di bioskop, DVDnya tidak dijual secara bebas pula. Sebenarnya acara tersebut diadakan tanggal 25 s.d 29 September, namun karena kami adalah buruh  yang hanya punya waktu free pada hari sabtu dan minggu, pilihan satu-satunya hanya hari sabtu tanggal 29 september 2012. Berbekal peta dan judul film documenter yang akan akan diputar pada hari sabtu tanggal 29 september, kami capcus kesana. Mbak Lia start dari bekasi, saya dari Salemba, dan titik temunya di halte kuningan timur.
Sekitar setengah 3 sore, kami baru sampai ke TKP, padahal perjanjian awalnya sampai ke TKP jam setengah 2 tepat film pertama di putar. Alasannya apa, we knowlah! Tanpa ba bi bu kami langsung masuk ke gedung Erasmus Huis dan secara acak memilih film yang akan ditonton, tak ada bayangan sedikitpun apalagi referensi mengenai film yang diputar hari itu. Yang kami duga, film-filmnya pasti bagus karena merupakan pemenang film documenter international tahun 2012.

El SISTEMA
Film sudah berjalan satu jam-an, untungnya masih banyak tempat duduk yang tersisa. Awalnya saya berfikir latar belakang film ini diambil di spanyol, secara bahasanya seperti bahasa Espanyola gitu (penyakit Sok Tahu Pertama). Ternyata eh ternyata diambil dari Caracas Venezuela. Bahasa resmi Venezuela memang bahasa Spanyol. Satu-satunya Negara Amerika Latin yang tidak menggunakan bahasa spanyol adalah Brasil. 
Film ini bercerita tentang sistem pendidikan musik di Venezuela yang unik. Pendidikan musik ini mampu membawa anak-anak Venezuela yang tumbuh dipemukiman kumuh dengan tingkat kriminalitas yang tinggi menjadi musisi kelas dunia. “El Sistima menunjukkan bagaimana Visionary Venezuela Jose Antonio Abreu telah merubah kehidupan ratusan anak-anak melewati tiga decade yang berat di mana kemiskinan dan tingkat kejahatan yang tinggi menjadi makanan sehari-hari mereka.