Saat
kerjaan lagi agak sepi begini, saya selalu menyempatkan diri melihat-lihat
daftar teman-teman lama di FB, sesekali
mampir ke wall mereka sekedar ingin tahu kabar dan perkembangan mereka. Meskipun
agak keterlaluan, tapi ini penting, terkadang saya hanya ingin memastikan apa
teman-teman saya masih hidup atau sudah meninggal. Disaat kami dipisahkan jarak
dan kesibukan masing-masing, FB merupakan sarana media yang sangat membantu,
terlepas dari efek buruk jejaring ini sangat banyak menghabiskan waktu anak
muda saat ini dan menjadikan interaksi secara langsung menjadi tidak penting. Memastikan
teman-teman terdekat sedang baik-baik saja atau sedang sekarat dan memerlukan
bantuan kita adalah hal yang sangat penting bagi saya. Ini tidak berusaha sok
berbaik hati dan mau menolong tanpa diminta, mengurusi diri sendiri dan
keluarga saja sudah cukup merepotkan, tapi mungkin dengan hanya memberikan bantuan
support kepada teman yang sedang sakit atau berduka itu akan sangat berarti
bagi mereka.
Ritual
mengecek hidup atau sudah meninggalkah teman-teman lewat FB ini bermula dari
setahun lalu. Saat itu tanggal 1 Juni 2011, pagi-pagi sekali saya menyalakan
computer dan sign in di FB, muncul notifikasi Neneng Umar sedang ulang tahun. Sudah bertahun-tahun saya tidak pernah
bertemu dia lagi. Tapi dia pernah memberitahukan kalau dia menetap di Tanjung
Pinang kepulauan Riau bersama dengan adiknya. Ibu bapak neneng sudah meninggal
dalam waktu yang hampir bersamaan. Dari SMA neneng juga sudah sering
bolak-balik masuk rumah sakit. Tidak jarang neneng tiba-tiba jatuh di kelas
karena pingsan. Saya kemudian meng-click nama itu maksud hati ingin menuliskan
ucapan selamat bertambah umur, semoga sehat selalu dan dipanjangkan usianya
oleh Allah SWT.
Tetapi
yang saya dapati adalah sederetan ucapan bela sungkawa atas meninggalnya Neneng
Umar. Ternyata dia sudah meninggal beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya. Saat
itu saya benar-benar shock. Saya
tidak tahu harus bertanya ke siapa, kapan tepatnya dia meninggal, atau
kronologis meninggalnya seperti apa.
Kematian
Neneng meninggalkan penyesalan yang sangat dalam bagi saya. Beberapa bulan
sebelum dia meninggal, dia sempat sms ke saya kalau dia sedang butuh bantuan.
Saat itu dia sedang sekarat. Tiap minggu dia harus cuci darah, kontrol ke
dokter, beli obat dan segala macam. Sejak dia di vonis gagal ginjal stadium
lanjut oleh dokter, dia memutuskan berhenti bekerja. Praktis dia bergantung
sepenuhnya ke adiknya dan bantuan keluarga untuk pengobatannya. Katanya lagi,
saya tidak bisa mengenalinya lagi jika melihat dia saat itu, badannya tinggal
tulang dan kulit, rambutnya rontok, dan sama sekali tidak bisa beraktifitas
lagi. Dia malu meminta tolong ke orang lain, tapi saat itu hanya itu yang bisa
dia lakukan. Dia sudah mengajukan proposal ke pemerintah daerah setempat untuk
mendapatkan bantuan pengobatan, tapi yang didapatkan nihil.
Waktu
itu saya terlalu optimis neneng masih bisa melalui masa kritisnya. Bukan
optimis lagi sebenarnya, tapi ongol. Bagaimana mungkin mengharapkan neneng bisa
sembuh dari gagal ginjal nya sementara dia tidak mendapatkan perawatan yang
memadai. Yang sangat saya sesalkan, saya tidak berbuat banyak untuk membantu
pengobatan neneng. Saya hanya mengirimkan private
message ke beberapa teman terdekat untuk memberikan bantuan ke neneng
dengan mencantumkan nomor rekening neneng. saya berharap teman-teman lain-lain
membuka inbox FBnya dan tergerak hatinya untuk membantu neneng. itu terlalu
naïf, I was so stupid!. Tidak semua orang rutin mengecek akun FBnya!. Saya
tidak rutin menanyakan perkembangan neneng sampai akhirnya berita kematiannya
yang saya terima.
Sungguh
menyedihkan seseorang meninggal karena sakit yang tidak tertolong padahal ada
banyak sahabat, ada Pemerintah Pusat dengan alokasi anggaran kesehatan rata-rata
13 triliun pertahun, ada pemerintah daerah yang tentunya punya alokasi anggaran
kesehatan sendiri, ada begitu banyak uang menguap untuk mobil-mobil mewah,
perhiasan, dan koleksi berlian. Betul, kita
tidak bisa melawan maut, apalagi kematian. Betul sekali, hanya Allah SWT jualah
yang menentukan hidup matinya sesorang. Tapi kita manusia punya kewajiban untuk
terus berusaha, berusaha semaksimal mungkin. Setelah usaha yang maksimal, maka
tidak ada lagi yang perlu disesalkan.
Apa
lagi yang lebih mulia dari pada memanusiakan manusia. Apalagi yang lebih
membanggakan ketika kita bisa hidup bedampingan dengan sesama, dengan alam
semesta.
Tidak
perlu menegaskan bahwa kita sudah ikhlas dengan segala yang telah terjadi.
Bukankah hanya Tuhan yang pantas menilai mengenai keikhlasan yang sering kita
dengung-dengungkan itu. Selamat jalan Neneng Umar. Semoga engkau mendapatkan kehidupan yang jauh
lebih baik di sana. Tenanglah, kamu telah kembali ke asal kita yang
sebenar-benarnya.
Jakarta, 1 Juni 2012
Jakarta, 1 Juni 2012
innalillahi wainna ilaihi rajiun, baru sya tau ternyata neneng umar udah meninggal.. semoga amal ibadahnya diterima disisi Nya.. amiiin
BalasHapus