Minggu, 06 Januari 2013

Pengakuan Dosa



Film belum juga dimulai, ponsel saya terus berdering. Saya mengabaikannya, karena jika diangkat, kedok saya akan terbongkar. Tempat itu seperti pasar, yang isinya hampir berjenis kelamin perempuan semua, kalau tidak ada pria yang saya jebak untuk ikut melakukan konspirasi ini.

Ponsel saya terus saja berdering. Mau tidak mau saya harus mengangkatnya jika tidak ingin kena damprat disertai semburan busa-busa air liur dan bau busuk sebusuk bau jempol kaki si penelpon. Saya langsung memutar otak, alasan apa yang bisa digunakan agar terhindar dari serangan busa-busa air liur dan bau busuk jempol kaki mengerikan itu. Tapi karena saya adalah manusia terjujur yang pernah saya kenal seumur hidup saya, saya tidak mampu melahirkan satupun ide untuk berbohong. Untung  pria baik, imut, dan lucu yang saya ajak untuk melakukan konspirasi ini  punya segudang ide brilliant. Akhirnya lahirlah alasan bahwa saya masih dijalan, tadi ada urusan sama seorang teman di bone makanya telat sampai ke makassar. Saya tidak berani mengangkat telpon itu didalam gedung teater karena suara filmnya pasti kedengaran. Tapi saya juga tidak bisa keluar dari dalam gedung teater karena suara ”pintu teater 1 telah dibuka, bla bla bla..”. ahgggrrrrr, itulah kenapa saya malas berbohong, karena saya harus terus membuat kebohongan baru untuk menutupi kebohongan lama saya (percayakan kalau saya memang sejujur jujurnya manusia? Heu heuu).


Untuk sementara, kami aman! Saya masih dijalan dan macet pula di daerah Maros, sementara pria baik, imut, dan lucu bernama roy sedang diperjalanan menjemput saya di terminal. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore dan sipenyembur busa-busa air liur dan bau jempol kaki masih terus bertanya posisi saya dimana. Akhirnya saya dan roy berlari keluar dan segera leading for BTP tempat perjanjian kita start memulai perjalan keliling beberapa daerah di Sul-sel, meskipun film belum mencapai klimaks apalagi mencapai ending.

Sebenarnya ide untuk nonton film di Bioskop itu muncul karena beranggapan bahwa pesawat Dhanz si gadis eksotis dari kepulauan Borneo akan landing jam 5-an atau lebih karena delay. Perjalanan baru akan dimulai setelah Dhanz tiba di Makassar, dari pada bengong menunggu, lebih baik nonton Habibie Ainun dulu. Namun tidak demikian yang terjadi, Dhanz benar-benar datang jam 4 tank!. Yang jadi masalah adalah saya hanya mengajak Roy dan menyembunyikannya dari Si penyembur busa-busa air liur Adam, si gendut Dedy, dan dokter sok cool Pian. Kebohongan terus berlanjut sampai saya keceplosan sendiri dan berteriak di dalam mobil “astagaa, ketinggalan kacamataku di bioskop”, saat dalam perjalanan menuju pinrang. Hahaha, percayakan kalau saya memang manusia terjujur yang pernah ada di muka bumi ini???

Satu hal yang menyakitkan, saya mengendus Roy telah menghianati saya dengan menceritakan kebohongan yang kami lakukan saat saya turun dari mobil untuk menarik uang dari ATM. seolah saya seorang yang bertanggungjawab atas konspirasi itu, padahal dia juga terlibat.

Nahhh di sinilah hikmah baru muncul, hikmah memang kereen, selalu muncul di saat semuanya telah terang benderang dan memberikan kekuatan. “Jangan berkhianat jika tidak ingin dikhianati!”.

=======

Oh iya, perjalanan akhir tahun kemarin sungguh sangat menyenangkan. Butuh berlembar-lembar kertas untuk menceritakannya. Saya masih berharap Guru menulis kami yang juga ikut dalam perjalanan itu mengeksplornya dalam sebuah catatan perjalanan yang pastinya keren. 
Mengenai Si penyembur busa-busa air liur dan bau busuk jempol kaki itu, dia sebenarnya baik kok, busa-busa itu hanya hiperbola saja untuk keperluan dramatisir. hihiihih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar