Rabu, 16 Januari 2013

Pesona Reza Rahardian Menyelamatkan Habibie Ainun


Sutradara Faozan Rizal harus berterimakasih kepada Reza Rahardian. Karena rezalah yang menjadi roh dari keseluruhan film yang digarapnya “Ainun Habibie”. Reza telah menyelamatkan film ini dengan actingnya yang begitu cemerlang.  
Tidak mudah untuk menggarap film yang diangkat dari buku best seller. Film tersebut tentu selalu akan disandingkan dengan bukunya, dan sangat jarang yang mampu menyamai apalagi melampaui kepuasan pembaca terhadap bukunya. Sebut saja Perahu Kertas. Buku itu telah gagal diterjemahkan menjadi sebuah film yang sukses seperti bukunya. Meskipun animo penonton lumayan tinggi, tapi bagi pecinta tulisan Dee pasti akan kecewa dengan film yang dipecah menjadi dua bagian tersebut. Bagaimana bisa buku sebagus Perahu Kertas menjadi begitu membosankan di layar kaca.
Saya ngotot nonton “Habibie Ainun” sampai dua kali tidak lain karena saya hanya penasaran dan terpesona terhadap acting Reza Rahardian. Selebihnya saya keluar dari bioskop dengan list protes dan kritikan atas kejanggalan dan ketidakpuasan saya terhadap film tersebut.

Ada banyak bagian penting yang disingkirkan, tetapi banyak bagian yang tidak begitu penting dimasukkan ke dalam film.
Dalam memoar yang di tulis Habibie tentang istrinya menceritakan bahwa Ainun adalah siswi yang sangat cerdas sejak mereka sekolah di sekolah yang sama. Ainun bukan hanya dokter cantik dan dikagumi banyak pria, tapi juga ahli dalam bidang exacta. Ainun bahkan sering membantu Habibie menyelesaikan pekerjaan/hitung-hitungan habibie yang keliru. Tidak hanya itu, Ainun sangat aktif membangun dan mengelolah yayasan-yayasan di bidang pendidikan dan kesehatan, bahkan sampai saat dia terbaring di meja operasi di Aachen Jerman sebelum dia meninggal. Detail-detail tersebut harusnya bisa lebih menghidupkan film ini, tapi entah karena pertimbangan apa, kesemuanya itu diabaikan. Ainun hanya digambarkan sebagai perempuan yang bermoral baik, setia pada suami, dan tidak pernah lupa menyediakan obat buat suaminya.
Habibie juga begitu dihargai di Jerman, dia adalah sosok jenius yang mendapatkan tawaran karier yang  menjanjikan oleh Negara tempatnya menimba ilmu itu. Selama kuliah di Echnische Hochschule Die Facultaet Fue Maschinenwesen Habibie telah bekerja sebagai asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan.  Selain itu Habibie juga mengembangkan beberapa teori tekhnik pembuatan pesawat terbang, namun tidak meninggalkan jejak karena berpindah hak cipta ke tangan pemegang kuasa dan modal.  Di usianya yang ke 28 Habibie telah menyelesaikan program doktornya yang kemudian ditawari menjadi professor dan guru besar. Dia juga pernah dilamar oleh Boeing untuk bekerja mengembangkan industry pembuatan pesawat terbang di perusahanaan pesawat terbang terbesar di dunia itu. Sederetan penemuan dan penghargaan mendunia telah diperoleh Habibie. Sebelum dipanggil oleh presiden Soeharto kembali ke Indonesia, Habibie pun beberapa kali dipanggil untuk bekerja di Industri pengembangan pesawat terbang oleh Negara lain. Namun, tawaran-tawaran menggiurkan itu ditolaknya karena ingin pulang ke Indonesia. Tangisan Reza Rahardian ketika melihat N-250nya mogok beroperasi tentu akan lebih menyayat hati ketika kejeniusan dan sepak terjang Habibie itu disampaikan.
Jika produser dan sutradara tidak mampu menggambarkan hal-hal tersebut dengan alibi durasi yang tidak cukup. Lantas kenapa masih ada adegan-adegan Hanung Bramantio berusaha menyogok Habibie berkali-kali yang sumpah sama sekali tidak menarik dan wasting time. Atau gadis seksi tak tahu senyum dimunculkan untuk menyogok Habibie?
Fim inipun tidak memerhatikan detail. Entah karena persoalan keterbatasan dana atau apa. Misalnya adegan habibi pulang dari kantor dan tidak memiliki uang lagi untuk naik bus, dia harus berjalan menerobos salju di malam yang gelap. Layar bergambar salju dan salju buatan itu sungguh sangat mengganggu. Atau uji coba kereta api main-mainan itu. oh God!
Beruntunglah acting Reza Rahardian sangat memukai dan mampu menyedot perhatian penonton Indonesia yang pada umumnya sangat melankolis. Beranjak dari bangku bioskop, terdengar isakan tangis tertahan di samping kiri kanan depan balakang saya. Sejujurnya mata sayapun terasa pekat di beberapa adegan. Ah reza, kau memang keren. Hebatnya sudah hampir sebulan, animo penonton masih tinggi, Bioskop tua Atrium Senen saja masih penuh sampai kursi paling depan.
Semoga saja film ini mampu menyadarkan penonton Indonesia bahwa masih banyak film yang jauh lebih bagus dari film hantu-hantu. Produser-produser itu juga semoga tersadarkan bahwa hidup ini bukan hanya persoalan duit, tanggung jawab moral dan edukasi jauh lebih penting man!.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar