My Dear Son, Kalam Tristan Ahmad
Sudah lebih sebulan kita berlibur di rumah
nenek kakek di Lonrong. Di sini kamu mendapatkan seluruh hak mu sebagai
anak-anak, bermain-main sepuasnya di ruang bermain yang terhampar luas. Kamu
bisa mondar-mandir seharian di luar rumah bersama kakak sabda, bermain pasir,
melompat sana sini, bermain basket, bermain badminton, menangkap kodok, mengamati si kaki seribu, berenang di kolam mini
kakek dan banyak lainnya.
Pagi ini Ibu mendapati pemandangan yang
mengharukan. Ibu bersyukur dan berdoa kepada Sang pemilik kehidupan, semoga
kita semua diberi kesehatan dan umur yang Panjang untuk terus hidup saling
mengasihi dan menguatkan satu sama lain. Ibu duduk di kursi ruang tamu melihat
kamu digendong oleh kakek sambil kamu bernyanyi lagu Omar dan Hana, sementara
kakek berjoget-joget sembari mengeluarkan suara seolah-olah itu adalah music
pengiring lagu kamu yang menggemaskan itu.
Ibu ingin bercerita sedikit tentang kakekmu.
Dia adalah sosok pekerja keras yang tidak bisa diam. Dia bisa sakit jika disuruh
beristirahat tidak melakukan apa-apa di rumah. Setelah pensiun menjadi guru,
kakek lebih banyak mengurusi kebun di dekat rumah dan kebun di Laddoko. Dia
bahkan membeli sepetak tanah di samping rumah kakek Tappa untuk berkebun (lagi).
Hasil kebun di sana bermacam-macam. Kemarin, kita (kamu, nenek, kakek dan ibu) jalan-jalan
ke kebun samping rumah kakek Tappa untuk sekedar sarapan di sana. Kamu tak
henti-hentinya berlarian sana-sini. Di kebun kakek ada bermacam-macam tanaman,
ada jagung, ubi kayu, ubi jalar, pisang, mangga, sayur mayur, cengkeh dan
banyak lainnya. Jika datang waktu panen, hasil panennya dibagikan ke keluarga,
tetangga, atau teman-teman guru nenek.
Kamu tahu kal, mungkin nenek dan kakek tidak
menyadari, masa pensiun nenek dan kakek adalah masa pensiun yang sangat ideal.
Di masa produktif mereka mendidik dan menghidupi anak-anaknya dengan baik. Di
masa pensiun mereka masih memberi banyak hal kepada kita (kasih sayang dan
materi) dan juga memberi kehidupan pada tumbuh-tumbuhan dan membagikannya
kepada sesama. Ibu baru saja nonton drama Korea berjudul Navillera, masih
episode 1, ada satu percakapan dalam adegan perayaan ulang tahun ke 70 kakek
yang belum Ibu tahu namanya itu. Dalam adegan itu cucunya bertanya “apa
harapanmu kakek?” Istrinya menjawab “örang tua macam kami ini hanya punya dua
harapan, pertama melihat anak-anak sehat
dan saling menyayangi dan kedua kami
bisa hidup tanpa membebani anak-anak”. Jika itu adalah harapan nenek dan
kakek di masa tuanya, maka kita patut bersyukur karena Tuhan telah mengabulkan
semuanya.
Tentang kakekmu, dia suka sekali membersihkan
pekarangan rumah, mencangkul, dia bahkan bisa menggeser gundukan tanah yang ada
di depan rumah pindah ke sisi lain rumah. Kakek punya kebiasaan aneh, saat
hujan, dia akan keluar rumah dan memulai mencangkul, membuat parit, membuat
taman, atau membetulkan pagar. Kakek suka sekali melakukan pekerjaan fisik. Dia
selalu bilang, pikiran dan memorinya sudah tidak kuat, tetapi dia punya tenaga
untuk terus bergerak dan bekerja.
Karena sayangnya kepada cucu-cucunya, tahun
lalu sebelum kita pulang ke Lonrong, Kakek membuat kolam renang mini di samping
kanan rumah dekat garasi. Kamu dan kakak sabda senang bukan kepalang. Setiap
hari ingin nyemplung dan berenang. Berbagai alasan kamu buat supaya bisa
melangkahkan kaki masuk ke dalam kolam, misalnya membuang mainan ke dalam kolam
lalu masuk ke dalam kolam untuk mengambilnya, baju kamu lalu basah kuyup dan
cengar-cengir jika kedapatan. Tahun ini 2021, sebelum kita pulang kampung,
kakek membuat tiang dan ring bola basket mini untuk kamu dan kakak sabda. Kamu
dan kakak sabda jadi bisa berlarian memboyong bola basket yang harusnya di
drible itu. Kakek juga memasang net untuk kita bermain badminton.
Sejak dulu kakek senang sekali memberikan dukungan dan mendorong anak-anaknya untuk mengembangkan potensinya dalam seni dan olahraga. Ibu ingat sekali sewaktu masih duduk di bangku SD, kakek membuat ayunan di bawah pohon nangka, membuat alat sport gantung, dan melatih kami anak-anaknya bermain badminton setiap sore. Jika ada perlombaan bernyanyi, baca puisi, pramuka, atau apapun itu yang kira-kira Ibu punya potensi di situ, maka kakek akan mendorong 1000 persen. Bahkan waktu duduk di bangku sekolah SMA, kakek mengantar Ibu malam-malam pergi ke sekolah untuk mengikuti perlombaan badminton dimana Ibu bahkan tidak bisa membuat service yang benar. Tetapi kakek tidak pernah menyalahkan Ibu jika kalah, tak pernah sepatah katapun penyesalan jika hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan. Itu mungkin yang membentuk karakter Ibu menjadi keras kepala dalam mengejar mimpi.
Kelak jika kau tumbuh menjadi lelaki dewasa, kau bisa melihat atau mencontoh hal-hal baik dari kakekmu, tentang kerja kerasnya, bagaimana dia mencintai cocok tanam, dan selalu ingin memberi yang terbaik untuk anak cucunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar