Saya
tidak bermaksud sinis menuliskan ini, saya hanya berusaha bersikap objektif.
Beberapa
minggu belakangan, isu mengoptimalkan otak kanan sedang hangat-hangatnya diperbincangkan
di kantor saya. Bermula dari pelatihan mengerjakan test TPA yang diadakan oleh
bagian Kepegawaian. Saya tidak tahu apakah isu optimalisasi otak kanan memang
menjadi metode strategis yang berusaha dikembangkan oleh bagian Kepegawaian.
Akan tetapi Point penting yang disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah
menyelesaikan soal yang sebegitu banyaknya dalam waktu singkat tidak bisa pure hanya menggunakan otak kiri
(hitung-hitungan dan logika), akan lebih mudah jika menggunakan imajinasi (otak
kanan). Bekerjalah seperti ibu-ibu penjual di pasar, mereka tidak menggunakan
kalkulator atau rumus-rumus tertentu, mereka punya metode sendiri,
“berimajinasi”. Ketika belanja di pasar, harga dua liter beras, merica setengah
ons, cabe 1,5 kg, minyak goring 1 liter, dan lain-lain, bisa dihitung dalam
waktu sekejap oleh si ibu pedagang, dan uang kembalian bisa diperoleh dengan
cepat. Dengan berimajinasasi dan membayang-bayangkan, semuanya akan lebih
enteng.
Otak
kanan bekerja secara makro, sementara otak kiri bekerja secara mikro (detail).
Seorang yang memiki visi jauh ke depan dan punya impian besar adalah orang-rang
yang mengoptimalkan otak kanannya. Sementara yang hanya bekerja dengan otak
kiri, biasanya tidak berani bermimpi besar, karena semuanya harus sesuai logika
dan masuk akal, sangat terstruktur, dan detail. Semuanya punya sisi positif dan
negative. Beruntunglah orang-orang yang mampu mengoptimalkan kedua-duanya.